Meski menjadi salah satu tempat favorit warga Jakarta berburu kambing, perhatian PD Pasar Jaya sebagai pengelola Pasar Kambing Inpres Lontar Tanah Abang terhadap sentra itu minim. Pasar kurang terawat. Untuk mendongkrak jumlah pengunjung, pedagang akan memperbaiki sendiri sentra kambing ini. Janji tinggal janji. Sampai detik ini, janji PD Pasar Jaya melakukan peremajaan terhadap Pasar Kambing Inpres Lontar Tanah Abang atau populer dengan sebutan Pasar Kambing H. Sabeni, belum juga terwujud. Perusahaan daerah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini punya alasan: proyek perbaikan itu masih proses analisis dampak lingkungan (amdal).Bosan menunggu janji yang tak pasti, para pedagang berinisiatif memperbaiki pasar sendiri. "Supaya lebih nyaman ke konsumen dan pedagang," kata Farid H. Mohamad Harun, pemilik UD Fairus Jaya, pedagang kambing di sentra tersebut.Perbaikan sangat mendesak lantaran kambing-kambing yang dijual dalam kondisi hidup, sehingga perlu tempat yang lebih layak. Dengan begitu, binatang bertanduk dan bertelinga panjang itu tetap dalam kondisi sehat sewaktu ditawarkan ke pembeli.M. Fatullah, pemilik UD Hani Jaya, pedagang kambing lainnya, menambahkan, perbaikan pasar juga sangat penting lantaran kondisi sentra yang kurang terawat mempengaruhi penjualan mereka. Apalagi, lokasi pasar agak jauh dari jalan raya, tidak seperti dulu yang berada tepat di sisi jalan. "Setelah dipindahkan ke dalam, ditambah kondisi pasar yang kurang terawat, membuat penjualan jadi amburadul," ujar dia.Meski begitu, penjualan kambing di sentra ini tidak jelek-jelek amat. Pasar yang buka 24 jam dalam sehari ini masih ramai disambangi pembeli. "Biasanya ramai mulai jam 2 dinihari sampai jam 8 pagi," kata Faisal, pedagang kambing lainnya.Saat sebagian besar penduduk Jakarta terlelap dalam tidur, Pasar Kambing Tanah Abang tetap terjaga melayani pembeli yang kebanyakan adalah pengusaha katering. Mereka tidak membawa kambing yang dibelinya hidup-hidup. Kambing-kambing tersebut terlebih dahulu disembelih di rumah jagal yang terletak di belakang sentra itu.Saban pekan, Faisal bisa menjual hingga 50 kambing. Kalau sedang ramai, ia bisa melego sampai 25 ekor dalam sehari. Biasanya, pedagang sudah memiliki pembeli yang menjadi langganan masing-masing. Sehingga, persediaan kambing disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan.Jika Faisal bisa menjual 50 ekor dalam seminggu, Farid mampu melepas 5-10 ekor per hari atau 35-70 kambing tiap minggu ke pembeli. Sedangkan Fatullah, yang sudah 30 tahun berjualan kambing di Pasar Kambing Tanah Abang, lebih banyak lagi. Ia bisa menjual sekitar 20-30 kambing sehari.Dengan harga bervariasi antara Rp 800.000 sampai Rp 3 juta per ekor, bisa dibayangkan omzet yang diterima masing-masing pedagang tersebut. Kalau mau beli kiloan juga bisa. "Per kilonya sekitar Rp 47.000," ujar Faisal.Selama ini, Faisal menambahkan, pedagang mendapat pasokan kambing yang datang setiap Senin dan Kamis dari daerah Jawa Tengah, seperti Wonosobo, Bumi Ayu, Aji Barang, dan Solo. Ada juga dari Yogyakarta dan Lampung.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentra kambing itu buka 24 jam untuk layani pembeli (2)
Meski menjadi salah satu tempat favorit warga Jakarta berburu kambing, perhatian PD Pasar Jaya sebagai pengelola Pasar Kambing Inpres Lontar Tanah Abang terhadap sentra itu minim. Pasar kurang terawat. Untuk mendongkrak jumlah pengunjung, pedagang akan memperbaiki sendiri sentra kambing ini. Janji tinggal janji. Sampai detik ini, janji PD Pasar Jaya melakukan peremajaan terhadap Pasar Kambing Inpres Lontar Tanah Abang atau populer dengan sebutan Pasar Kambing H. Sabeni, belum juga terwujud. Perusahaan daerah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini punya alasan: proyek perbaikan itu masih proses analisis dampak lingkungan (amdal).Bosan menunggu janji yang tak pasti, para pedagang berinisiatif memperbaiki pasar sendiri. "Supaya lebih nyaman ke konsumen dan pedagang," kata Farid H. Mohamad Harun, pemilik UD Fairus Jaya, pedagang kambing di sentra tersebut.Perbaikan sangat mendesak lantaran kambing-kambing yang dijual dalam kondisi hidup, sehingga perlu tempat yang lebih layak. Dengan begitu, binatang bertanduk dan bertelinga panjang itu tetap dalam kondisi sehat sewaktu ditawarkan ke pembeli.M. Fatullah, pemilik UD Hani Jaya, pedagang kambing lainnya, menambahkan, perbaikan pasar juga sangat penting lantaran kondisi sentra yang kurang terawat mempengaruhi penjualan mereka. Apalagi, lokasi pasar agak jauh dari jalan raya, tidak seperti dulu yang berada tepat di sisi jalan. "Setelah dipindahkan ke dalam, ditambah kondisi pasar yang kurang terawat, membuat penjualan jadi amburadul," ujar dia.Meski begitu, penjualan kambing di sentra ini tidak jelek-jelek amat. Pasar yang buka 24 jam dalam sehari ini masih ramai disambangi pembeli. "Biasanya ramai mulai jam 2 dinihari sampai jam 8 pagi," kata Faisal, pedagang kambing lainnya.Saat sebagian besar penduduk Jakarta terlelap dalam tidur, Pasar Kambing Tanah Abang tetap terjaga melayani pembeli yang kebanyakan adalah pengusaha katering. Mereka tidak membawa kambing yang dibelinya hidup-hidup. Kambing-kambing tersebut terlebih dahulu disembelih di rumah jagal yang terletak di belakang sentra itu.Saban pekan, Faisal bisa menjual hingga 50 kambing. Kalau sedang ramai, ia bisa melego sampai 25 ekor dalam sehari. Biasanya, pedagang sudah memiliki pembeli yang menjadi langganan masing-masing. Sehingga, persediaan kambing disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan.Jika Faisal bisa menjual 50 ekor dalam seminggu, Farid mampu melepas 5-10 ekor per hari atau 35-70 kambing tiap minggu ke pembeli. Sedangkan Fatullah, yang sudah 30 tahun berjualan kambing di Pasar Kambing Tanah Abang, lebih banyak lagi. Ia bisa menjual sekitar 20-30 kambing sehari.Dengan harga bervariasi antara Rp 800.000 sampai Rp 3 juta per ekor, bisa dibayangkan omzet yang diterima masing-masing pedagang tersebut. Kalau mau beli kiloan juga bisa. "Per kilonya sekitar Rp 47.000," ujar Faisal.Selama ini, Faisal menambahkan, pedagang mendapat pasokan kambing yang datang setiap Senin dan Kamis dari daerah Jawa Tengah, seperti Wonosobo, Bumi Ayu, Aji Barang, dan Solo. Ada juga dari Yogyakarta dan Lampung.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News