Sentra kusen dan pintu bersemi di Semanan (3)



KONTAN.CO.ID - Lantaran kurang dianggap menjanjikan profesi tukang kayu tak banyak dilirik oleh anak-anak muda, terutama dari kota besar. Kondisi ini menyulitkan para perajin kusen dan pintu untuk mendapatkan tenaga kerja bagi workshop mereka.  

Bahrul salah satu perajin di sentra kusen Semanan mengakui hal ini. Untuk memenuhi pesanan, dia pun harus mencari tukang kayu dari kampungnya di Tegal, Jawa Tengah. Sebagai kompensasi, Bahrul menyediakan pondokan dan memberi libur panjang saat hari raya, seperti Lebaran.  

Namun, sekitar dua sampai tiga minggu usai Lebaran, biasanya pesanan akan membanjir. "Karena pada saat itulah biasanya tukang bangunan kembali ke Jakarta untuk menggarap proyek," ujar dia.  


Nah, saat tukang-tukang kembali itu, biasanya Bahrul akan sangat sibuk. Pasalnya, mereka harus siap menyelesaikan pesanan kusen dan pintu supaya bisa segera dipasang di rumah konsumen. Apalagi, terbatasnya tukang kayu mendesaknya untuk lembur supaya pesanan selesai sesuai target waktunya.  

Meski terdapat sekitar 15 workshop yang menempati area tersebut, dia mengaku tidak ada persaingan yang berarti. Harga jual kusen dan pintu hampir di satu gerai dan gerai lainnya. "Biasanya, konsumen sudah mengetahui harga kayu dan ongkos perajin, jadi, ya, harganya pasti sama saja," tegasnya.

Aji, perajin dan pemilik workshop lainnya mengamini hal tersebut. Dia menambahkan, saat mulai kewalahan dengan order kusen dan pintu yang menumpuk, para perajin akan saling berbagi pekerjaan.  

Cuma laki-laki bermata sipit ini mengeluhkan penurunan omzet sejak tiga bulan lalu. Dia pun tidak mengetahui alasan konsumen tidak lagi banyak berdatangan. Padahal sebelumnya, dia selalu mendapatkan pelanggan saban bulannya. "Ini sepi sekali, saya sampai sering pinjam uang teman untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan keluarga di kampung," keluhnya.

Sebagian besar perajin masih mengandalkan pemasaran dari mulut ke mulut. Mereka belum memanfaatkan media online untuk mempromosikan produk dan jasa. Alasannya, belum mempunyai ponsel pintar atau perangkat lainnya untuk  mengakses internet.

Sudah menempati lokasi Semanan selama tiga tahun, laki-laki asal Purbalingga, Jawa Tengah ini mengaku belum melihat adanya tanda-tanda masa keyajaan. Meksi begitu, dia tetap bertahan agar bisa menjaga dapurnya terus berasap.

Dia berharap, kedepan lokasi sentra produksi kusen dan pintu Semanan ini dapat lebih dikenal oleh konsumen. Sehingga, roda usahanya dapat kembali berputar.

Sedangkan, Bahrul mengaku ingin memindahkan workshop-nya ke tempat yang lebih besar. Alasannya, tempat produksi saat ini terlalu kecil untuk dijadikan gudang penyimpanan kayu bekas dan produksi.     

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.