Para produsen mebel di Jalan Ring Road Utara, Yogyakarta kerap dihadapkan pada persoalan kenaikan harga bahan kayu. Celakanya, mereka tak bisa menaikkan harga terlalu tinggi karena harus menyesuaikan dengan kantong mahasiswa yang serba terbatas. Agar bisnis tetap jalan, mereka terpaksa menekan keuntungan.Sekalipun harga jual kayu mengalami kenaikan, para produsen mebel di Jalan Ring Road Utara, Yogyakarta tak bisa sembarang menaikkan harga jual. Sebagai usaha yang membidik pasar mahasiswa, kenaikan harga harus disesuaikan dengan kantong mahasiswa yang serba terbatas. "Karena pasar utama kami mahasiswa, harga jual tidak bisa dinaikkan terlalu tinggi," kata Tukirah, pemilik kios UD Karya Mandiri.Catatan Tukirah, harga kayu pernah melejit tinggi di tahun 2010. Saat itu, ia memang melakukan penyesuaian harga. "Tapi tidak tinggi. Hanya buat menutupi bahan baku dan ongkos produksi saja," ujarnya. Ia bilang, harga kayu kualitas standar pada 2009 masih di kisaran Rp 400.000 per meter kubik. "Namun kini harganya sudah mencapai Rp 700.000 per meterkubiknya," ujarnya.Menurut Tukirah, lonjakan harga sekitar Rp 100.000 setiap tahunnya itu cukup memberatkan. Sementara mereka tak bisa menaikkan harga jual terlalu tinggi. Soalnya, tempat mereka berjualan sekarang sudah dikenal sebagai sentra penjualan mebel kayu dengan harga murah. Jadi yang bisa mereka lakukan paling memangkas margin. Meski harga kayu masih fluktuatif, ia mengaku, hingga kini belum menaikkan harga jual. Begitu pun ketika harga kayu mengalami penurunan. "Tetap tak bisa kembali ke harga sebelum mengalami kenaikan," kata Tukirah.Ia mengaku sengaja menahan harga mebel supaya tetap terjangkau oleh pembeli. Ia khawatir, jika dinaikkan terlalu tinggi nanti hanya terjual sedikit. Akibatnya, perputaran uang bisa tidak lancar. Para pedagang kini memperbanyak variasi produk mebel kayu demi menyiasati kenaikan harga kayu. "Saya membuat bingkai cermin sejak tahun lalu, kebutuhan bahan tak terlalu banyak namun untungnya lumayan," imbuh Tukirah.Deka Mayanto, pemilik UD Ngatimin, membenarkan jika harga bahan kayu selalu mengalami kenaikan. Ia mengaku, sejak membuka kios di 2009, harga kayu sengon dan mahoni rata-rata naik 10% setiap tahun. Hal ini cukup menyulitkan pedagang karena tak bisa meraup untung lebih banyak dari bisnis ini. Belum lagi tingkat persaingan yang semakin ketat. Namun, ia mengaku, tidak mau terlalu dipusingkan dengan persoalan itu. Deka yakin masih bisa bersaing dengan produsen mebel lain karena produk yang dihasilkannya berkualitas bagus. "Produk yang dijual antar pedagang relatif sama, namun kualitasnya jelas berbeda," tandasnya.Makanya, ia selalu memajang produk-produk bermutu tinggi. Selain itu, ia juga menyisihkan ruang kecil di belakang kios untuk bengkel produksi. Dengan begitu, pengunjung bisa melihat langsung proses pembuatan mebelnya. Sementara ketika kios sepi, ia bisa mengisi waktu dengan membuat mebel. (Selesai)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentra mebel Condong Catur: Tekan keuntungan (3)
Para produsen mebel di Jalan Ring Road Utara, Yogyakarta kerap dihadapkan pada persoalan kenaikan harga bahan kayu. Celakanya, mereka tak bisa menaikkan harga terlalu tinggi karena harus menyesuaikan dengan kantong mahasiswa yang serba terbatas. Agar bisnis tetap jalan, mereka terpaksa menekan keuntungan.Sekalipun harga jual kayu mengalami kenaikan, para produsen mebel di Jalan Ring Road Utara, Yogyakarta tak bisa sembarang menaikkan harga jual. Sebagai usaha yang membidik pasar mahasiswa, kenaikan harga harus disesuaikan dengan kantong mahasiswa yang serba terbatas. "Karena pasar utama kami mahasiswa, harga jual tidak bisa dinaikkan terlalu tinggi," kata Tukirah, pemilik kios UD Karya Mandiri.Catatan Tukirah, harga kayu pernah melejit tinggi di tahun 2010. Saat itu, ia memang melakukan penyesuaian harga. "Tapi tidak tinggi. Hanya buat menutupi bahan baku dan ongkos produksi saja," ujarnya. Ia bilang, harga kayu kualitas standar pada 2009 masih di kisaran Rp 400.000 per meter kubik. "Namun kini harganya sudah mencapai Rp 700.000 per meterkubiknya," ujarnya.Menurut Tukirah, lonjakan harga sekitar Rp 100.000 setiap tahunnya itu cukup memberatkan. Sementara mereka tak bisa menaikkan harga jual terlalu tinggi. Soalnya, tempat mereka berjualan sekarang sudah dikenal sebagai sentra penjualan mebel kayu dengan harga murah. Jadi yang bisa mereka lakukan paling memangkas margin. Meski harga kayu masih fluktuatif, ia mengaku, hingga kini belum menaikkan harga jual. Begitu pun ketika harga kayu mengalami penurunan. "Tetap tak bisa kembali ke harga sebelum mengalami kenaikan," kata Tukirah.Ia mengaku sengaja menahan harga mebel supaya tetap terjangkau oleh pembeli. Ia khawatir, jika dinaikkan terlalu tinggi nanti hanya terjual sedikit. Akibatnya, perputaran uang bisa tidak lancar. Para pedagang kini memperbanyak variasi produk mebel kayu demi menyiasati kenaikan harga kayu. "Saya membuat bingkai cermin sejak tahun lalu, kebutuhan bahan tak terlalu banyak namun untungnya lumayan," imbuh Tukirah.Deka Mayanto, pemilik UD Ngatimin, membenarkan jika harga bahan kayu selalu mengalami kenaikan. Ia mengaku, sejak membuka kios di 2009, harga kayu sengon dan mahoni rata-rata naik 10% setiap tahun. Hal ini cukup menyulitkan pedagang karena tak bisa meraup untung lebih banyak dari bisnis ini. Belum lagi tingkat persaingan yang semakin ketat. Namun, ia mengaku, tidak mau terlalu dipusingkan dengan persoalan itu. Deka yakin masih bisa bersaing dengan produsen mebel lain karena produk yang dihasilkannya berkualitas bagus. "Produk yang dijual antar pedagang relatif sama, namun kualitasnya jelas berbeda," tandasnya.Makanya, ia selalu memajang produk-produk bermutu tinggi. Selain itu, ia juga menyisihkan ruang kecil di belakang kios untuk bengkel produksi. Dengan begitu, pengunjung bisa melihat langsung proses pembuatan mebelnya. Sementara ketika kios sepi, ia bisa mengisi waktu dengan membuat mebel. (Selesai)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News