Sekitar 20 pedagang di sentra pakaian TNI Cimahi lebih memilih memberdayakan rumah industri konfeksi untuk membuat berbagai jenis atribut TNI. Selain bisa lebih mendapatkan untung berlipat, mereka juga bisa menjaga kualitas produk. Ujung-ujungnya pelanggan mereka tak pindah ke pangkuan pedagang lain.Kendati permintaan banyak, para pedagang di sentra pakaian tentara di Cimahi, Bandung, Jawa Barat, tak pernah kehabisan stok barang. Jangan berpikir pakaian dan atribut tentara tersebut diproduksi dan dipasok dari pabrik.Produk yang mereka jual di sana umumnya diproduksi oleh rumah industri. Walau konfeksi tersebut skala rumahan, tetapi mereka sudah mampu memproduksi ribuan baju, celana, jaket, kaus, topi dan tas ala tentara.M. Fery Kurniawan, pemilik Gajahmada Militery Equipment bilang, produknya dibuat oleh konfeksi skala rumahan, agar kualitas barang yang ia jual tetap terjaga. "Sehingga konsumen tidak lari ke pedagang lain," terangnya yang bisa mengantongi omzet Rp 100 juta per bulan itu.Fery sendiri mempercayakan pembuatan berbagai atribut militer itu ke saudaranya. Adapun bahan dasar kain yang digunakan, misalnya, kain katun, kanpas loreng, tuil, teril, dan bristol ia peroleh dari beberapa pemasok di sekitar Bandung yakni di Soreang, Cigondewah, Cicadas dan Margaasih, Harga jenis kain pun berbeda-beda, disesuaikan dengan kualitas. Contoh, kain tuil harganya Rp 35.000 per meter, kain kapas loreng bisa Rp 75.000 - Rp 80.000 per meter. Sementara jenis lainnya berkisar Rp 50.000 - Rp 55.000 per meter.Setelah produk jadi, Fery bisa menjual topi loreng seharga Rp 10.000 - Rp 25.000 per buah. Pakaian dan kaus, Rp 14.000 - Rp 30.000 per buah, dan sepatu Rp 65.000 - Rp 700.000 per pasang.Keuntungan menjahit sendiri ketimbang membeli di pabrik tentu saja bisa mendapatkan kualitas pakaian terbaik. Dus, tentu saja bisa sesuai permintaan. "Biasanya saya minta dobel jahitannya supaya kuat dan rapi," jelas Fery.Segendang sepenarian, Deden Rusman pemilik Perdagangan Umum & Konveksi bilang, pasokan kain untuk membuat atribut tentara ia dapatkan dari Pasar Baru Bandung. "Saya juga jahit di konfeksi milik kakak supaya kualitas tak berbeda," katanya. Deden menuturkan, semua pakaian atawa atribut yang dijajakannya tidak dipesan dari pabrik. Ia bilang, bila memesan dari pabrik kualitas produknya belum tentu bagus sebab diproduksinya secara massal. "Padahal untuk menjaga loyalitas pelanggan, kualitas produk mesti nomor satu," ujar Deden.Selain berjualan, Deden diam-diam juga sudah menjadi pemasok beberapa produk ke sesama pedagang di sentra tersebut. Salah satu produk yang rutin ia pasok adalah gelas berlogo TNI. Menurutnya, untuk gelas ukuran besar, ia membanderol harga sebesar Rp 95.000 per buah, sementara para pedagang bisa menjualnya lagi sampai Rp 125.000 per buah. Deden mengakui bahwa gelas itu bukan dirinya yang membuat melainkan kakaknya. "Saya tidak mau bilang belinya di mana? Takut mereka langsung beli ke sana," ujarnya terkekeh. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentra pakaian TNI Cimahi: Menjaga kualitas (2)
Sekitar 20 pedagang di sentra pakaian TNI Cimahi lebih memilih memberdayakan rumah industri konfeksi untuk membuat berbagai jenis atribut TNI. Selain bisa lebih mendapatkan untung berlipat, mereka juga bisa menjaga kualitas produk. Ujung-ujungnya pelanggan mereka tak pindah ke pangkuan pedagang lain.Kendati permintaan banyak, para pedagang di sentra pakaian tentara di Cimahi, Bandung, Jawa Barat, tak pernah kehabisan stok barang. Jangan berpikir pakaian dan atribut tentara tersebut diproduksi dan dipasok dari pabrik.Produk yang mereka jual di sana umumnya diproduksi oleh rumah industri. Walau konfeksi tersebut skala rumahan, tetapi mereka sudah mampu memproduksi ribuan baju, celana, jaket, kaus, topi dan tas ala tentara.M. Fery Kurniawan, pemilik Gajahmada Militery Equipment bilang, produknya dibuat oleh konfeksi skala rumahan, agar kualitas barang yang ia jual tetap terjaga. "Sehingga konsumen tidak lari ke pedagang lain," terangnya yang bisa mengantongi omzet Rp 100 juta per bulan itu.Fery sendiri mempercayakan pembuatan berbagai atribut militer itu ke saudaranya. Adapun bahan dasar kain yang digunakan, misalnya, kain katun, kanpas loreng, tuil, teril, dan bristol ia peroleh dari beberapa pemasok di sekitar Bandung yakni di Soreang, Cigondewah, Cicadas dan Margaasih, Harga jenis kain pun berbeda-beda, disesuaikan dengan kualitas. Contoh, kain tuil harganya Rp 35.000 per meter, kain kapas loreng bisa Rp 75.000 - Rp 80.000 per meter. Sementara jenis lainnya berkisar Rp 50.000 - Rp 55.000 per meter.Setelah produk jadi, Fery bisa menjual topi loreng seharga Rp 10.000 - Rp 25.000 per buah. Pakaian dan kaus, Rp 14.000 - Rp 30.000 per buah, dan sepatu Rp 65.000 - Rp 700.000 per pasang.Keuntungan menjahit sendiri ketimbang membeli di pabrik tentu saja bisa mendapatkan kualitas pakaian terbaik. Dus, tentu saja bisa sesuai permintaan. "Biasanya saya minta dobel jahitannya supaya kuat dan rapi," jelas Fery.Segendang sepenarian, Deden Rusman pemilik Perdagangan Umum & Konveksi bilang, pasokan kain untuk membuat atribut tentara ia dapatkan dari Pasar Baru Bandung. "Saya juga jahit di konfeksi milik kakak supaya kualitas tak berbeda," katanya. Deden menuturkan, semua pakaian atawa atribut yang dijajakannya tidak dipesan dari pabrik. Ia bilang, bila memesan dari pabrik kualitas produknya belum tentu bagus sebab diproduksinya secara massal. "Padahal untuk menjaga loyalitas pelanggan, kualitas produk mesti nomor satu," ujar Deden.Selain berjualan, Deden diam-diam juga sudah menjadi pemasok beberapa produk ke sesama pedagang di sentra tersebut. Salah satu produk yang rutin ia pasok adalah gelas berlogo TNI. Menurutnya, untuk gelas ukuran besar, ia membanderol harga sebesar Rp 95.000 per buah, sementara para pedagang bisa menjualnya lagi sampai Rp 125.000 per buah. Deden mengakui bahwa gelas itu bukan dirinya yang membuat melainkan kakaknya. "Saya tidak mau bilang belinya di mana? Takut mereka langsung beli ke sana," ujarnya terkekeh. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News