Di era tahun 1990-an, kampung parsel yang terletak di Jalan Haji Samali pernah menjadi ikon kerajinan parsel Jakarta. Pasalnya, kerajinan parsel berkembang di sepanjang jalan ini. Menjelang Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru, warga menyulap beranda rumah mereka menjadi workshop sekaligus toko.Pendirian Nabila Parcel menjadi cikal bakal lahirnya kampung parcel di Jalan Haji Samali, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Saat itu, Fahira Fahmi Idris, pemilik Nabila Parcel, memberi bimbingan cara merangkai parsel kepada warga sekitar untuk mengisi waktu luang di bulan Ramadan.Seiring dengan makin banyaknya peminat parsel, sekitar tahun 1996, industri rumahan pembuatan parsel pun menjalar di sepanjang Jl Haji Samali. Kerajinan parsel ini banyak dimiliki oleh anak didik Fahira. Maklum, ketika sudah mahir merangkai parsel, mereka pun memilih membuka usaha pembuatan parsel sendiri.Maka tidak mengherankan memang, jika hampir sebagian besar perajin parsel di Jalan Haji Samali adalah mantan karyawan Nabila. Salah satunya, Soelaeman Tantowi, pemilik Art Parcel yang lokasi galeri serta workshop-nya hanya berjarak 20 meter dari pintu masuk Jalan Haji Samali. Ia bercerita, setelah enam tahun bekerja di Nabila, terbersit keinginan untuk membuka usaha sendiri. Dengan modal minim dan berbekal kreativitas, Soelaeman memberanikan diri membuka gerai parselnya. Seperti Soelaeman, sebagian warga yang telah mengantongi keterampilan merangkai parsel lantas memilih membangun usaha sendiri di rumah masing-masing. "Istilahnya, curi ilmu sedikit, sisanya kami mengembangkan kreativitas sendiri," tutur Soelaeman sambil tertawa. Walau ada kesan seperti kata pepatah habis manis sepah dibuang, menurut Mustafa, Marketing and Promotion Nabila, perusahaannya banyak memperoleh dampak positif. Selain itu, "Ibu Fahira tetap berkomitmen memberdayakan lingkungan sekitar untuk meningkatkan produktivitas masyarakat," ujarnya. Jadi, lanjut Mustafa, ketika anak bimbingnya telah mampu mendirikan usaha, seperti ada kebanggaan tersendiri. Selain mampu mendongkrak ekonomi warga, kawasan Jalan Haji Samali pun menjadi trade mark kampung parsel. "Jadi, kami menganggap itu bukan persaingan," kata dia. Lantaran sudah terkenal pamornya sebagai kampung parsel, Soelaeman pun enggan memindahkan lokasi gerainya. Padahal, di sini, ia juga harus menghadapi persaingan yang ketat dengan terus bertambahnya pemain. Di sepanjang Jalan Haji Samali, harga sewa ruang usaha ini terbilang mahal. Setiap tahun, Soelaeman harus merogoh kantongnya Rp 30 juta untuk membayar sewa workshop dan galeri. "Tapi, membuka galeri di sini tetap menguntungkan, karena orang lebih memilih datang ke Jalan Haji Samali sebagai pusat penjualan parsel dengan harga yang bersaing," ungkapnya. Ketika musim parsel belum datang, di sepanjang Jalan Haji Samali yang terlihat hanyalah spanduk dan plakat bertuliskan: "Menerima Parsel Pesanan". Atau, sekadar nama toko yang mengindikasikan menjual parsel saja. Hampir tak ada aktivitas apa pun di tempat tersebut.Toko-toko pun banyak yang tutup. Kalaupun ada yang buka, para perajin parsel tidak menjajakan hasil kreativitasnya.Maklum saja, mereka memilih tutup, supaya tak mengeluarkan ongkos produksi yang tinggi. Pembeli yang jarang datang pada masa-masa biasa, membuat mereka memilih menutup toko sementara. Kondisi akan segera berbalik ketika musim parsel tiba. Yakni, hari-hari menjelang Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun baru. Aktifitas perajin parsel di sejumlah workshop sepanjang Jalan Haji Samali akan kembali bergairah. Meski begitu, Soelaeman tetap membuka gerainya setiap hari untuk menjajakan parselnya. Selain untuk menghabiskan stok parsel yang tersisa saat Lebaran kemarin, ia tak ingin membuat pelanggannya kecewa. Soalnya, di saat sepi seperti ini, Soelaeman mengaku tetap mendapatkan pesanan. Setiap pekan, selalu ada dua hingga tiga order parsel untuknya. Tak hanya untuk hadiah, biasanya parsel ini juga buat seserahan.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentra parsel: Jadi ikon kampung parsel sejak era 1990-an (1)
Di era tahun 1990-an, kampung parsel yang terletak di Jalan Haji Samali pernah menjadi ikon kerajinan parsel Jakarta. Pasalnya, kerajinan parsel berkembang di sepanjang jalan ini. Menjelang Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru, warga menyulap beranda rumah mereka menjadi workshop sekaligus toko.Pendirian Nabila Parcel menjadi cikal bakal lahirnya kampung parcel di Jalan Haji Samali, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Saat itu, Fahira Fahmi Idris, pemilik Nabila Parcel, memberi bimbingan cara merangkai parsel kepada warga sekitar untuk mengisi waktu luang di bulan Ramadan.Seiring dengan makin banyaknya peminat parsel, sekitar tahun 1996, industri rumahan pembuatan parsel pun menjalar di sepanjang Jl Haji Samali. Kerajinan parsel ini banyak dimiliki oleh anak didik Fahira. Maklum, ketika sudah mahir merangkai parsel, mereka pun memilih membuka usaha pembuatan parsel sendiri.Maka tidak mengherankan memang, jika hampir sebagian besar perajin parsel di Jalan Haji Samali adalah mantan karyawan Nabila. Salah satunya, Soelaeman Tantowi, pemilik Art Parcel yang lokasi galeri serta workshop-nya hanya berjarak 20 meter dari pintu masuk Jalan Haji Samali. Ia bercerita, setelah enam tahun bekerja di Nabila, terbersit keinginan untuk membuka usaha sendiri. Dengan modal minim dan berbekal kreativitas, Soelaeman memberanikan diri membuka gerai parselnya. Seperti Soelaeman, sebagian warga yang telah mengantongi keterampilan merangkai parsel lantas memilih membangun usaha sendiri di rumah masing-masing. "Istilahnya, curi ilmu sedikit, sisanya kami mengembangkan kreativitas sendiri," tutur Soelaeman sambil tertawa. Walau ada kesan seperti kata pepatah habis manis sepah dibuang, menurut Mustafa, Marketing and Promotion Nabila, perusahaannya banyak memperoleh dampak positif. Selain itu, "Ibu Fahira tetap berkomitmen memberdayakan lingkungan sekitar untuk meningkatkan produktivitas masyarakat," ujarnya. Jadi, lanjut Mustafa, ketika anak bimbingnya telah mampu mendirikan usaha, seperti ada kebanggaan tersendiri. Selain mampu mendongkrak ekonomi warga, kawasan Jalan Haji Samali pun menjadi trade mark kampung parsel. "Jadi, kami menganggap itu bukan persaingan," kata dia. Lantaran sudah terkenal pamornya sebagai kampung parsel, Soelaeman pun enggan memindahkan lokasi gerainya. Padahal, di sini, ia juga harus menghadapi persaingan yang ketat dengan terus bertambahnya pemain. Di sepanjang Jalan Haji Samali, harga sewa ruang usaha ini terbilang mahal. Setiap tahun, Soelaeman harus merogoh kantongnya Rp 30 juta untuk membayar sewa workshop dan galeri. "Tapi, membuka galeri di sini tetap menguntungkan, karena orang lebih memilih datang ke Jalan Haji Samali sebagai pusat penjualan parsel dengan harga yang bersaing," ungkapnya. Ketika musim parsel belum datang, di sepanjang Jalan Haji Samali yang terlihat hanyalah spanduk dan plakat bertuliskan: "Menerima Parsel Pesanan". Atau, sekadar nama toko yang mengindikasikan menjual parsel saja. Hampir tak ada aktivitas apa pun di tempat tersebut.Toko-toko pun banyak yang tutup. Kalaupun ada yang buka, para perajin parsel tidak menjajakan hasil kreativitasnya.Maklum saja, mereka memilih tutup, supaya tak mengeluarkan ongkos produksi yang tinggi. Pembeli yang jarang datang pada masa-masa biasa, membuat mereka memilih menutup toko sementara. Kondisi akan segera berbalik ketika musim parsel tiba. Yakni, hari-hari menjelang Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun baru. Aktifitas perajin parsel di sejumlah workshop sepanjang Jalan Haji Samali akan kembali bergairah. Meski begitu, Soelaeman tetap membuka gerainya setiap hari untuk menjajakan parselnya. Selain untuk menghabiskan stok parsel yang tersisa saat Lebaran kemarin, ia tak ingin membuat pelanggannya kecewa. Soalnya, di saat sepi seperti ini, Soelaeman mengaku tetap mendapatkan pesanan. Setiap pekan, selalu ada dua hingga tiga order parsel untuknya. Tak hanya untuk hadiah, biasanya parsel ini juga buat seserahan.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News