Sentra peci Cianjur: Pengangguran pun hilang (2)



Bisnis peci memang membawa berkah bagi warga Kampung Gentur dan Cicariang, Desa Jambudipa Warungkondang, Cianjur, Jawa Barat. Usaha ini mendatangkan lapangan kerja bagi warga sekitarnya. Tak heran bila para pemuda di kampung itu memilih bekerja membuat peci ketimbang mencari kerja di kota.Bahkan, kata Haji Cecep, pemilik usaha peci berlabel Menara Jaya, warga kampungnya tidak lagi melirik sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama karena hasilnya kecil. "Sekarang mereka jadi pekerja di konfeksi-konfeksi usaha pembuatan peci," ungkap perintis sentra peci di Kampung Gentur itu. Saat ini terdapat 30 rumah industri yang memproduksi aneka kopiah. Mereka rata-rata mempekerjakan puluhan orang, yang kebanyakan para pemuda. Cecep berkisah, ketika awal merintis usaha peci ini, ia hanya dibantu keluarganya saja. Namun, karena permintaan semakin banyak, Cecep pun merekrut tetangga sekitar rumahnya. "Saya juga mempekerjakan orang-orang muda dari daerah sekitar, seperti dari Kampung Cicariang," imbuhnya.Bahkan, beberapa pegawai yang telah mahir membuat peci, belakangan, membuka usaha sendiri. Sebutlah Ujang Ale, warga Kampung Cicariang. Dia mengaku, pelajaran membuat peci didapat saat bekerja di usaha konfeksi peci orang lain. "Setelah mahir, saya mendirikan usaha tahun 1999 dengan modal Rp 20 juta," ungkap pembuat peci berlabel Aldan Kubah itu.Ujang pun kini telah mempekerjakan 26 orang untuk memproduksi 15–20 kodi per hari. Ujang selalu memberi kesempatan magang kerja bagi warga di kampungnya yang berminat membuat peci. Kalau ada yang berbakat, ia tarik menjadi karyawan."Saya beri gaji Rp 900.000–Rp 1,8 juta per bulan," imbuh Ujang yang kini sudah mengantongi omzet Rp 190 juta per bulan.Dia bilang, tidak semua pekerjanya itu pandai menjahit. Ada pula yang memiliki keahlian membuat desain peci. Dari merekalah, banyak lahir model-model peci baru.Ujang mengungkapkan, munculnya rumah-rumah industri peci juga melahirkan usaha kursus konfeksi peci. Bagi pengusaha peci, kursus tersebut sangat membantu karena mereka tak perlu mengajarkan dari nol ke pekerja. "Bahkan, sekarang muncul juga perajin peci di rumah-rumah. Kebanyakan kaum perempuan, mereka merajut peci pakai tangan," imbuhnya.Salah satu perajut peci rumahan itu bernama Nia. Ibu rumah tangga berusia 29 tahun ini memberanikan diri mendirikan usaha pembuatan peci rajutan tahun 2002 dengan nama Az-Zahra. Saat itu, modal awal Nia hanya Rp 500.000. Dengan modal sebesar itu, hanya cukup untuk membeli bahan baku. Ia merajut peci dengan tangan. "Sampai sekarang usaha saya masih peci rajut pakai tangan, bahannya pakai benang wol," katanya.Melihat usaha Nia kian maju, sang suami pun ikut membantu. "Dia akhirnya berhenti kerja dan membesarkan bisnis ini bersama saya," kata Nia. Asal tahu saja, kata Ujang, perputaran bisnis peci di dua kampung ini bisa mencapai Rp 2 miliar per bulan. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News