Penjahit pakaian di Pasar Sunan Giri, Rawamangun tak luput dari masalah. Lihat saja, harga aneka bahan jahitan terus naik. Selain itu, kenaikan harga kios juga tak terbendung. Namun para penjahit itu memilih tidak menaikkan harga agar pelanggan tak hengkang.Ramainya pesanan jahit pakaian di sentra jahit Pasar Sunan Giri, Rawamangun, Jakarta Timur, membuat para penjahit tetap bisa tersenyum lebar. Padahal, harga bahan jahitan terus membubung tinggi dari tahun ke tahun. Kenaikan harga terjadi pada benang, jarum, kancing, dan resleting. Riyanto, salah satu penjahit yang membuka kios di lantai dua pasar Sunan Giri bilang, kenaikan harga itu bisa mencapai 5%-10% per tahun. "Persentasenya memang kecil, tapi dalam setahun naiknya bisa dua kali," kata Riyanto. Riyanto menambahkan, kenaikan harga bahan jahitan itu terjadi karena kebanyakan dari bahan-bahan itu masih diimpor. Selain itu, harga komponen bakal naik kalau nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Membubungnya harga bahan jahitan itu juga dikeluhkan Slamet Riyadi, pemilik Azizah Busana. Ia mengaku kenaikan harga-harga bahan jahitan itu jelas ikut memangkas laba usahanya. Tidak hanya itu, Slamet juga mengeluhkan tarif sewa kios yang melonjak. Tahun lalu Slamet menyewa kios seluas 2 meter (m) x 3 m senilai Rp 4 juta per tahun. Namun tahun ini nilai sewa kios itu naik 12,5%. "Tahun in, saya menyewa Rp 4,5 juta per tahun, tahun depan kabarnya mau naik lagi," keluhnya.Untuk kios yang lebih besar dengan ukuran 4 m x 8 m harga sewanya tahun ini mencapai Rp 10 juta per tahun. Ongkos sewa itu naik 11,1% dari harga sewa tahun lalu yang sebesar Rp 9 juta. "Kenaikan tarif sewa kios ini rutin tiap tahun," kata Slamet yang menyewa kios dari PD Pasar Jaya, sebagai pengelola Pasar Sunan Giri.Kenaikan harga sewa kios itu juga dirasakan Supardi, pemilik Chitra Busana yang membuka usaha di lantai satu Pasar Sunan Giri. "Kami tidak punya pilihan, kalau tidak bayar maka kami harus pindah," kata Supardi.Kebanyakan kios di Pasar Sunan Giri masih berstatus milik PD Pasar Jaya. Menurut penjahit, hanya sebagian kecil dari kios itu sudah dibeli oleh penjahit. Walaupun pengeluaran penjahit semakin banyak, tapi mereka enggan menaikkan tarif jahitan. Slamet mengaku, meski ada kenaikan harga bahan jahitan dan juga kenaikan sewa kios, penjahit tidak lantas menaikkan ongkos jasa mereka. "Tiap penjahit punya pelanggan tetap, sehingga mereka susah menaikkan ongkos jasa," tutur Slamet.Slamet sendiri tidak menaikkan tarif jasa karena khawatir pelanggannya pindah ke penjahit lain. "Mencari pelanggan baru sangat sulit, untuk itulah kami selalu menjaga pelanggan agar tetap kembali," imbuh Slamet.Begitu juga dengan Supardi, ia juga khawatir kehilangan pelanggan jika ongkos jasa menjahitnya naik. Walaupun persaingan antarpenjahit sangat ketat, Supardi mengaku hubungan sosial antarpenjahit sangatlah harmonis. "Agar bersatu kami bikin koperasi," kata Supardi.Sesama anggota koperasi dianjurkan untuk saling merekomendasikan pesanan menjahit jika tak mampu menangani sendiri. "Kami memandang penjahit lain sebagai teman bukan kompetitor," ungkapnya. (Selesai)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentra penjahit Sunan Giri: Ongkos tak naik agar pelanggan loyal (3)
Penjahit pakaian di Pasar Sunan Giri, Rawamangun tak luput dari masalah. Lihat saja, harga aneka bahan jahitan terus naik. Selain itu, kenaikan harga kios juga tak terbendung. Namun para penjahit itu memilih tidak menaikkan harga agar pelanggan tak hengkang.Ramainya pesanan jahit pakaian di sentra jahit Pasar Sunan Giri, Rawamangun, Jakarta Timur, membuat para penjahit tetap bisa tersenyum lebar. Padahal, harga bahan jahitan terus membubung tinggi dari tahun ke tahun. Kenaikan harga terjadi pada benang, jarum, kancing, dan resleting. Riyanto, salah satu penjahit yang membuka kios di lantai dua pasar Sunan Giri bilang, kenaikan harga itu bisa mencapai 5%-10% per tahun. "Persentasenya memang kecil, tapi dalam setahun naiknya bisa dua kali," kata Riyanto. Riyanto menambahkan, kenaikan harga bahan jahitan itu terjadi karena kebanyakan dari bahan-bahan itu masih diimpor. Selain itu, harga komponen bakal naik kalau nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Membubungnya harga bahan jahitan itu juga dikeluhkan Slamet Riyadi, pemilik Azizah Busana. Ia mengaku kenaikan harga-harga bahan jahitan itu jelas ikut memangkas laba usahanya. Tidak hanya itu, Slamet juga mengeluhkan tarif sewa kios yang melonjak. Tahun lalu Slamet menyewa kios seluas 2 meter (m) x 3 m senilai Rp 4 juta per tahun. Namun tahun ini nilai sewa kios itu naik 12,5%. "Tahun in, saya menyewa Rp 4,5 juta per tahun, tahun depan kabarnya mau naik lagi," keluhnya.Untuk kios yang lebih besar dengan ukuran 4 m x 8 m harga sewanya tahun ini mencapai Rp 10 juta per tahun. Ongkos sewa itu naik 11,1% dari harga sewa tahun lalu yang sebesar Rp 9 juta. "Kenaikan tarif sewa kios ini rutin tiap tahun," kata Slamet yang menyewa kios dari PD Pasar Jaya, sebagai pengelola Pasar Sunan Giri.Kenaikan harga sewa kios itu juga dirasakan Supardi, pemilik Chitra Busana yang membuka usaha di lantai satu Pasar Sunan Giri. "Kami tidak punya pilihan, kalau tidak bayar maka kami harus pindah," kata Supardi.Kebanyakan kios di Pasar Sunan Giri masih berstatus milik PD Pasar Jaya. Menurut penjahit, hanya sebagian kecil dari kios itu sudah dibeli oleh penjahit. Walaupun pengeluaran penjahit semakin banyak, tapi mereka enggan menaikkan tarif jahitan. Slamet mengaku, meski ada kenaikan harga bahan jahitan dan juga kenaikan sewa kios, penjahit tidak lantas menaikkan ongkos jasa mereka. "Tiap penjahit punya pelanggan tetap, sehingga mereka susah menaikkan ongkos jasa," tutur Slamet.Slamet sendiri tidak menaikkan tarif jasa karena khawatir pelanggannya pindah ke penjahit lain. "Mencari pelanggan baru sangat sulit, untuk itulah kami selalu menjaga pelanggan agar tetap kembali," imbuh Slamet.Begitu juga dengan Supardi, ia juga khawatir kehilangan pelanggan jika ongkos jasa menjahitnya naik. Walaupun persaingan antarpenjahit sangat ketat, Supardi mengaku hubungan sosial antarpenjahit sangatlah harmonis. "Agar bersatu kami bikin koperasi," kata Supardi.Sesama anggota koperasi dianjurkan untuk saling merekomendasikan pesanan menjahit jika tak mampu menangani sendiri. "Kami memandang penjahit lain sebagai teman bukan kompetitor," ungkapnya. (Selesai)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News