Sentra perabot yang ketar-ketir terancam penggusuran (2)



Pedagang di sentra ini kebanyakan berasal dari Pasar Jembatan Lima. Lantaran sering berkonflik masalah sewa kios, mereka pun memutuskan memindahkan tempat jualan di Jalan K.H. Moh. Mansyur. Apalagi, harga sewa kios di sini lebih murah. Alhasil, pedagang bisa menekan harga untuk meraup omzet yang lebih besar.Keberadaan sentra perabot rumah tangga di Jembatan Lima ini berawal dari perseteruan antara pedagang dengan pengelola Pasar Jembatan Lima, yakni PD Pasar Jaya. Menurut Muhammad Jayani, pemilik toko tanpa nama di sentra ini, kebanyakan pedagang di sentra tersebut dulu menggelar dagangannya di Pasar Jembatan Lima. Di sana, mereka sering berkonflik dengan pengelola soal kenaikan harga sewa. Lantas, satu per satu pedagang pun berpindah ke lokasi ini dengan menyewa kios.Hingga akhirnya pada tahun 1990-an, seluruh pedagang sudah memindahkan lapaknya ke sentra ini. Maklum, "Harga sewa kios di sini lebih murah 20% dibandingkan dengan di pasar dulu," ujar Jayani.Alhasil, pedagang pun bisa meraup keuntungan lebih besar lantaran biaya sewa yang berkurang. Mereka pun sepakat menurunkan harga jual untuk menarik lebih banyak pengunjung, sehingga perputaran uang lebih cepat.Dalam sebulan, Jayani pun bisa mengantongi omzet hingga Rp 50 juta. "Omzet pedagang di sini besar-besar karena pembelian grosir," katanya. Omzet pun bisa berlipat-lipat menjelang Lebaran atau saat liburan panjang. "Saat hari raya, banyak orang ingin perkakas baru yang lebih cantik," ungkap Jayani. Adapun liburan panjang menjadi pilihan pengunjung asal luar kota untuk memborong barang-barang rumah tangga. "Pembelian dari pengunjung luar kota bisa mencapai 20 lusin setiap kunjungan," ujar Jayani.Michelle, pemilik Kurnia Melamine, menambahkan, sebagian pembeli merupakan pedagang perkakas. "Terutama, yang menjual kembali barangnya di pasar-pasar tradisional," kata dia.Sekalipun hipermarket mengepung kawasan Jembatan Lima, itu tak menggoyahkan keberadaan sentra perabot Jembatan Lima. "Mereka bukan saingan kami. Dari segi harga saja sudah berbeda, kami jauh lebih murah," tegas Jayani.Namun, kendala utama para pedagang adalah cuaca. Sebab, saat hujan turun, mereka tak bisa menggelar dagangan di trotoar. Belum lagi, jika hujan deras, banjir melanda. "Kami terpaksa menutup toko kami. Omzet pasti turun," ujar Jayani. Selain hujan dan banjir, pedagang juga harus berhadapan dengan masalah lainnya. Jayani bilang, berkali-kali kawasan ini nyaris kena gurus. Banyaknya pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Jembatan Lima membuat pemerintah daerah setempat gerah.Yang terakhir, April 2010, ada penertiban ratusan PKL di kawasan ini. Kios pun sebenarnya juga menjadi target penertiban, namun setelah melalui proses negosiasi yang alot, niat tersebut diurungkan. Para pedagang menyadari, kesalahan memang terletak di tangan mereka. Pedagang tak boleh mengambil porsi trotoar yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki.Terlepas dari kontroversi, sentra ini muncul sebagai dewa penyelamat bagi orang-orang kecil. Di saat harga barang kian melambung, sentra Jembatan Lima tetap bertahan dengan harga yang ramah di kantong. Jayani berharap, pemerintah memperhatikan sentra ini supaya bisa bertahan.(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi