Sentra perlengkapan TNI/Polri Semarang: Bisa bertahan dengan konsumen loyal (4)



Mengalami masa jaya hingga Orde Baru, bisnis atribut militer di Kauman, Semarang, meredup saat masa reformasi datang. Bahkan, hingga kini, pasar mereka belum juga pulih. Para pedagang masih bertahan karena memiliki konsumen loyal yaitu personel TNI dan Polri.Sebagian besar pedagang atribut militer di wilayah Kauman, Semarang, sudah membuka usaha sejak puluhan tahun silam. Berbeda dengan dulu, belakangan omzet para pedagang perlengkapan militer ini semakin susut. Soebagio, salah satu pedagang di sentra ini mengatakan, penjualan perlengkapan militer turun semenjak ada gerakan reformasi. Banyak orang enggan memakai atribut militer karena kala itu simbol apa pun yang berbau militer menjadi musuh kalangan aktivis reformasi hingga sebagian besar masyarakat. Tak pelak, ketakutan memakai atribut militer membuat penjualan Subagio turun drastis kala itu. "Suplai perlengkapan dari pabrik juga sempat terhenti," ujar Bagio, sapaan akrab Subagio. Setelah itu, pasar perlengkapan militer belum kunjung pulih hingga kini. Warga yang dulu suka berkaus loreng yang menjadi simbol TNI atau berkaus layaknya yang dimiliki polisi juga belum kembali menunjukkan geliatnya kembali. Kendati begitu, Bagio dan pedagang lain tak patah semangat. Bersama pedagang perlengkapan militer lainnya, ia tetap konsisten berdagang. Apalagi, kebanyakan dari mereka juga sudah punya pelanggan tetap. Bagio bercerita, bisnis atribut militer berjaya di tahun 1964. Saat itu, ada konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia. Presiden Soekarno membuat kebijakan untuk mempersenjatai Organisasi Pertahanan Rakyat (OPR). "Dan, anggota OPR itu banyak membeli atribut militer kami," ujarnya. Saat Orde Baru mulai berkuasa, penjualan atribut militer tetap cerah, bahkan kembali mengalami jaya di tahun 1980-an. Saat ulang tahun kemerdekaan, banyak orang membeli perlengkapan militer. "Adanya kegiatan Linmas (perlindungan masyarakat) membuat penjualan kami melonjak," ujar Bagio. Saking larisnya, Bagio sempat menjual mobil kesayangannya guna mendapatkan tambahan modal untuk usaha.Agung Wibowo, pemilik toko Kranggan 96 juga sempat mencicipi masa jaya itu. Bahkan, Agung sempat memiliki gudang untuk menyimpan stok berbagai perlengkapan militer. Hal ini juga bertujuan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan saat datangnya perayaan hari kemerdekaan serta lonjakan harga saat kulakan ke pabrik.Namun, masa itu perlahan pudar. Puncaknya, saat reformasi datang. Penjualan perlengkapan di toko Agung terus turun. "Hingga sekarang, penjualan sudah turun 70%," jelas Agung.Agung membuat perbandingan. Dulu, ia bisa berbelanja perlengkapan militer ke pabrik saban bulan. Belakangan, ia baru berbelanja jika pesanan datang.Agung bilang, penurunan penjualan pedagang juga membuat sejumlah pabrik yang memproduksi atribut militer juga menurunkan produknya. Sayang, ia masih enggan menyebut nama pabrik yang menyuplai kebutuhannya.Meski penjualan turun, Agung optimistis kalau usahanya akan tetap bertahan. Sebab, ia masih punya pelanggan setia yang selalu memesan kebutuhan perlengkapan militer ke tokonya. (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi