Sentra peuyeum Bandung: Cipularang bikin anjlok (2)



Para pedagang tapai singkong alias peuyeum khas Bandung di Kampung Citatah masih merasakan dampak penurunan penjualan setelah tol Cikampek-Padalarang beroperasi. Agar bisnis tetap hidup, mereka juga menjual produk lain selain peuyeum.Para pedagang peuyeum di Kampung Citatah, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, masih merasakan efek penurunan penjualan peuyeum, setelah jalan tol Cikampek-Padalarang (Cipularang) mulai beroperasi 2006 silam.Muhammad Basor, pemilik Kios Jakiah, mengaku, sejak jalur tol Cipularang berfungsi, jumlah pelanggannya berkurang. Maklum saja, sebelum jalan tol Cipularang jadi, lokasi jualan mereka berada di jalur utama Bandung-Jakarta.Pelanggan mereka kebanyakan para pengendara yang melintas di jalur tersebut. "Ketika jalan tol itu jadi, mereka tak lewat sini lagi," kata Basor.Dulu, jalan kelokan Cipatat kerap macet sehingga banyak pengendara kendaraan pribadi yang mampir membeli peuyeum di kios-kios sepanjang jalan itu. Tak heran, kalau dulu Basor mampu menjual peuyeum sebanyak dua sampai tiga kuintal per hari dengan omzet Rp 15 juta per bulan. "Sekarang menjual satu kuintal per hari saja sudah lumayan," ujarnya.Untuk menyiasati supaya kiosnya tak sepi, sejak 2011 lalu, Basor juga menjual produk kerajinan di kiosnya, seperti celengan singa, guci, dan keuntungan cabai dengan harga berkisar Rp 10.000–Rp 120.000 per buah. "Cara ini saya lakukan untuk menarik perhatian pembeli yang lewat sini," ungkap dia.Pedagang lain, Jajang Jaelani, pemilik kios Sunda Rasa, mengamini omzet penjualan tapai singkong makin melembek setelah tol Cipularang beroperasi.Jajang berkisah, dulu dalam sehari ia bisa menjual 7 kuintal–8 kuintal per hari. "Waktu itu, omzet saya bisa mencapai Rp 20 juta per bulan," kenang Jajang.Lain dulu lain sekarang. Kini omzet penjualan Jajang turun drastis, rata-rata hanya sebesar Rp 8 juta per bulan. Bahkan, karena pernah merugi, Jajang sempat menutup kiosnya selama dua tahun (2006–2008). "Teman-teman saya sesama pedagang malah ada yang gulung tikar dan mengubah kios menjadi rumah biasa," ungkapnya.Malahan, kini banyak penduduk di Kampung Citatah yang dulu berjualan peuyeum mulai merantau ke luar daerah untuk mencari pekerjaan lain. Agar bisnisnya tetap hidup, Jajang pun melengkapi kiosnya dengan barang dagangan lain. Ia menjual ubi bakar dan produk pecah belah seperti celengan stroberi, pot bunga, dan kendi dengan harga berkisar Rp 5.000 sampai Rp 25.000 per buah."Tapi peuyeum tetap menjadi jualan utama saya," kata Jajang. Dengan cara seperti ini, kiosnya tetap didatangi pembeli. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi