Tepung beras dan kacang menjadi teman sehari-hari bagi sebagian penduduk Dukuh Pelemadu. Mereka membuat rempeyek di rumahnya masing-masing. Dari satu produsen, sekarang sudah ada lebih dari 40 pembuat rempeyek di kampung yang terletak di Kabupaten Bantul ini yang memiliki merek sendiri-sendiri.Tidak susah mencari sentra rempeyek ini. Dari Umbulharjo sampai ke Dukuh Pelemadu, Desa Sri Harjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, ada papan petunjuk jalan. Sampai di muka kampung ini, Anda akan disambut gapura besar bertuliskan Sentra Rempeyek Dukuh Pelemadu. Bila Anda melihat rumah dengan banyak kayu bakar di sampingnya, bisa dipastikan pemiliknya membuat rempeyek. Pelemadu menjadi sentra rempeyek sejak 1994. Pelopornya adalah Tubilah. Dulu, perempuan 52 tahun ini berdagang jajanan pasar di Pasar Jejeran Imogiri.Suatu kali, dia melihat pedagang rempeyek yang ada di pasar. Tubilah pun tertarik membuat rempeyek untuk dijual di acara sedekahan dusunnya. Dia mencoba membuat rempeyek di rumah, tapi gagal. Rempeyek bikinannya cepat layu dan mudah melempem. "Lalu, saya mencoba bertanya ke pedagang rempeyek di Pasar Jejeran," kata Tubilah.Si pedagang berbaik hati mengajarkannya cara membuat rempeyek yang baik dan benar. "Ternyata, saya salah resep karena hanya mencampurkan tepung dan kacang," ujarnya.Awalnya, Tubilah hanya mampu mengolah 2 kilogram (kg) tepung beras dan 2,5 kg kacang tanah saja sebagai bahan utama rempeyek. Lama-kelamaan, produksinya pun meningkat hingga 100 kilo tepung beras.Tubilah dibantu beberapa tetangganya untuk urusan menggoreng dan mengemas rempeyek ke dalam plastik. Dari sini, jadilah rempeyek bermerek Tubilah.Akhirnya, para pekerja Tubilah menjalankan usaha rempeyek sendiri. Salah satunya, Marmi yang menjual rempeyek dengan merek Marmi. Ia membuka usaha rempeyek tahun 1997. "Saya belajar membuat rempeyek saat membantu Bu Tubilah, lalu saya membuat sendiri karena yakin bisa menjalankan usaha ini," katanya.Sumardji, kepala Dukuh Pelemadu, mengatakan, kini ada sekitar 43 pembuat rempeyek yang tersebar di RT 1 sampai RT 6. Saat ini, ada tiga kelompok pembuat rempeyek di Pelemadu. Kelompok Sedyo Rukun beranggota 14 orang, Kelompok Manunggal 18 orang, sedang Kelompok Mitra Usaha 11 orang.Sumardji sendiri mulai berjualan rempeyek dengan merek Bu Eny pada 2003. Sama seperti Marmi, awalnya dia bekerja pada Tubilah sebagai tenaga pemasaran. Sumardji, adik Tubilah, setiap hari bertugas menjual rempeyek ke pasar.Sebelum membuat rempeyek, Sumardji adalah buruh pabrik di Citeureup, Bogor. Tapi, ia terkena PHK dan pulang ke desanya. Sumardji sempat menjadi pedagang roti keliling. "Penghasilan saya sekarang jauh lebih besar daripada saat menjadi buruh," ujarnya. Ia bilang, banyak pembuat rempeyek Pelemadu mulanya bekerja pada orang lain sebagai tenaga pemasaran atau di dapur sebelum membuka usaha. (Bersambung)
Sentra rempeyek Bantul: Rempeyek melempem pembawa inspirasi (1)
Tepung beras dan kacang menjadi teman sehari-hari bagi sebagian penduduk Dukuh Pelemadu. Mereka membuat rempeyek di rumahnya masing-masing. Dari satu produsen, sekarang sudah ada lebih dari 40 pembuat rempeyek di kampung yang terletak di Kabupaten Bantul ini yang memiliki merek sendiri-sendiri.Tidak susah mencari sentra rempeyek ini. Dari Umbulharjo sampai ke Dukuh Pelemadu, Desa Sri Harjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, ada papan petunjuk jalan. Sampai di muka kampung ini, Anda akan disambut gapura besar bertuliskan Sentra Rempeyek Dukuh Pelemadu. Bila Anda melihat rumah dengan banyak kayu bakar di sampingnya, bisa dipastikan pemiliknya membuat rempeyek. Pelemadu menjadi sentra rempeyek sejak 1994. Pelopornya adalah Tubilah. Dulu, perempuan 52 tahun ini berdagang jajanan pasar di Pasar Jejeran Imogiri.Suatu kali, dia melihat pedagang rempeyek yang ada di pasar. Tubilah pun tertarik membuat rempeyek untuk dijual di acara sedekahan dusunnya. Dia mencoba membuat rempeyek di rumah, tapi gagal. Rempeyek bikinannya cepat layu dan mudah melempem. "Lalu, saya mencoba bertanya ke pedagang rempeyek di Pasar Jejeran," kata Tubilah.Si pedagang berbaik hati mengajarkannya cara membuat rempeyek yang baik dan benar. "Ternyata, saya salah resep karena hanya mencampurkan tepung dan kacang," ujarnya.Awalnya, Tubilah hanya mampu mengolah 2 kilogram (kg) tepung beras dan 2,5 kg kacang tanah saja sebagai bahan utama rempeyek. Lama-kelamaan, produksinya pun meningkat hingga 100 kilo tepung beras.Tubilah dibantu beberapa tetangganya untuk urusan menggoreng dan mengemas rempeyek ke dalam plastik. Dari sini, jadilah rempeyek bermerek Tubilah.Akhirnya, para pekerja Tubilah menjalankan usaha rempeyek sendiri. Salah satunya, Marmi yang menjual rempeyek dengan merek Marmi. Ia membuka usaha rempeyek tahun 1997. "Saya belajar membuat rempeyek saat membantu Bu Tubilah, lalu saya membuat sendiri karena yakin bisa menjalankan usaha ini," katanya.Sumardji, kepala Dukuh Pelemadu, mengatakan, kini ada sekitar 43 pembuat rempeyek yang tersebar di RT 1 sampai RT 6. Saat ini, ada tiga kelompok pembuat rempeyek di Pelemadu. Kelompok Sedyo Rukun beranggota 14 orang, Kelompok Manunggal 18 orang, sedang Kelompok Mitra Usaha 11 orang.Sumardji sendiri mulai berjualan rempeyek dengan merek Bu Eny pada 2003. Sama seperti Marmi, awalnya dia bekerja pada Tubilah sebagai tenaga pemasaran. Sumardji, adik Tubilah, setiap hari bertugas menjual rempeyek ke pasar.Sebelum membuat rempeyek, Sumardji adalah buruh pabrik di Citeureup, Bogor. Tapi, ia terkena PHK dan pulang ke desanya. Sumardji sempat menjadi pedagang roti keliling. "Penghasilan saya sekarang jauh lebih besar daripada saat menjadi buruh," ujarnya. Ia bilang, banyak pembuat rempeyek Pelemadu mulanya bekerja pada orang lain sebagai tenaga pemasaran atau di dapur sebelum membuka usaha. (Bersambung)