Sentra tempe berharap harga kedelai tak naik lagi (3)



Sebelum memfokuskan usahanya di bisnis pembuatan tempe, sejumlah produsen tempe di Serpong pernah berjualan keripik tempe. Sayang, krisis moneter melanda negeri ini pada 1997 dan usaha mereka pun ambruk karena melambungnya harga kedelai. Kini, mereka berharap harga kedelai tidak lagi menghantui usahanya.Para produsen di sentra tempe Serpong, Tangerang, tidak hanya memproduksi tempe. Banyak di antara mereka juga menjadi perajin keripik tempe. Salah satunya adalah Rasmidi.Lelaki berusia 55 tahun ini pernah memproduksi keripik tempe sejak awal 1990 hingga 1997. "Saat itu, setiap hari saya bisa memproduksi keripik 60 kilogram (kg)," kata bapak tujuh anak ini. Dia menambahkan, dengan diproses menjadi keripik tempe, harga jual tempe menjadi lebih bernilai. Selain itu, masa kedaluwarsanya menjadi lebih lama. Menurut Rasmidi, keripik tempe hasil produksinya dipasarkan di sejumlah toko kelontong di daerah Serpong, Ciputat, dan Ciledug, Tangerang. Sayangnya, pada tahun 1997, saat krisis ekonomi melanda negeri ini, usaha keripik tempe Rasmidi ikut ambruk terkena dampak bencana tersebut.Pada tahun itu pula, Rasmidi berhenti memproduksi keripik tempe. Pasalnya, ketika itu harga kedelai melambung tinggi. Sehingga ongkos produksinya menjadi lebih mahal. "Harga minyak sayur juga mempengaruhi biaya produksi," imbuhnya. Selain terkena imbas krisis ekonomi, Rasmidi berhenti memproduksi keripik tempe lantaran Primer Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Primkopti) sudah tidak berjalan lagi. Ketika koperasi yang memayungi produsen tempe itu masih berjalan, para pembuat tempe sangat terbantu. Apalagi koperasi memberikan subsidi dalam membeli kedelai. Jadi, produsen bisa membeli kedelai dengan harga murah. Selain itu, produsen tempe yang sedang tidak mempunyai uang, juga masih bisa mendapatkan pasokan kedelai dengan menjaminkan tempe hasil produksinya. Kondisi itu berbanding terbalik dengan situasi saat ini. Sekarang, jika tidak punya modal, para produsen tempe sulit mendapatkan pasokan kedelai. "Sejak Presiden Soeharto lengser, Primkopti tidak jalan lagi. Karena memang dia yang jadi pelopornya," kata Rasmidi, yang pernah menjabat sebagai Ketua Primkopti untuk wilayah Serpong.Menurutnya, saat ini para produsen tempe di wilayah Serpong berjalan sendiri-sendiri dalam mendapatkan pasokan kedelai. "Sekarang kami membeli kedelai di toko-toko biasa dengan harga pasaran," katanya. Saat ini Rasmidi membeli kedelai dengan harga Rp 5.300 per kg. Kedelai yang dia beli itu merupakan produk impor dari Amerika Serikat. Karena kondisi saat ini memberatkan para pengusaha tempe, dia pun berharap Primkopti bisa dihidupkan kembali. Memang, sekitar tiga tahun lalu, Rasmidi bersama rekan-rekannya mendengar kabar bahwa Primkopti di wilayah Tangerang akan dihidupkan lagi. Namun, sampai saat ini kabar itu belum terwujud. Toh, Rasmidi tak berhenti berharap, agar suatu ketika bisa mendapatkan kedelai dengan harga yang murah. "Saya pernah mendengar rencana pemerintah mengimpor kedelai dari Australia. Semoga saja rencana itu bisa dilaksanakan," katanya. Dus, harapannya harga kedelai di pasar dalam negeri akan lebih bersaing. "Sekarang impor kedelai cuma dari Amerika, jadi mungkin saja ada permainan harga," timpal Radi, kolega Rasmidi di sentra tempe Serpong. (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi