Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, saat ini ada tujuh sentra ulat sutera yang melibatkan sekitar 700 peternak. Salah satunya di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet. Saban bulan, pusat peternakan ulat sutera yang terdiri dari 120 peternak itu bisa menghasilkan sekitar 100 meter kain sutera.sutera menjadi jenis kain mahal lantaran halus dan nyaman dipakai. Tak heran, permintaan kain ini terus meningkat, sekalipun harganya lebih mahal dibandingkan jenis lainnya. Sayang, pengembangan kain sutera di Indonesia belum optimal. Karena itu, pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada 2006 lalu mendirikan Silk Solution Center di tiga wilayah: Timur, Tengah, dan Barat. Program itu bertujuan mendukung pengembangan produksi kain sutera kita.Salah satu lokasi pusat pengembangan sutera di wilayah barat adalah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Ketua Silk Solution Centre Cianjur Harry M. Sastrakusumah menyatakan, saat ini di Cianjur ada sekitar 700 kepala keluarga (KK) yang memproduksi ulat sutera. Ke-700 KK itu tersebar di tujuh sentra ulat sutera di tujuh kecamatan. Semua pusat peternakan ulat sutera tersebut berada di kawasan yang berudara sejuk. Maklum, udara yang sejuk merupakan habitat terbaik bagi ulat sutera, termasuk untuk perkebunan tanaman murbei, pakan utama bagi ulat sutera. Makanya, sebagian orang menyebut ulat sutera sebagai ulat murbei. Sekarang, di Cianjur, total ada sekitar 200 hektare areal kebun murbei.Satu dari tujuh sentra ulat sutera di Cianjur terletak di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet. Di wilayah ini, terdapat 120 kepala keluarga yang menjadi peternak ulat sutera.Sentra ulat sutera Sarongge tidak hanya memproduksi ulat sutera menjadi kokon. Kampung ini juga langsung memproses kokon menjadi benang, kemudian menenunnya menjadi kain. "Jadi, sentra di kampung ini mengerjakannya tidak setengah-setengah tetapi dari hulu hingga hilir. Dengan begitu, ada nilai tambah yang didapat para peternak ulat sutera," kata Harry.Heri Soedjatmiko, Ketua Koperasi Jalasutera Indonesia (Kojasindo) sekaligus Manajer Kelompok Usaha Bersama Aurarista di sentra ulat sutera Sarongge, mengatakan, peternakan ulat sutera di sentra ini baru mulai digalakkan pada 2007. Meski terbilang masih baru, kini setiap bulan, produksi kain sutera di Kampung Sarongge sudah mencapai 100 meter. "Targetnya, kami bisa memproduksi hingga 500 meter per bulan pada tahun depan," ujar Heri.Sentra sutera Sarongge mempunyai tiga kegiatan utama. Pertama, morikultur. Yakni, kegiatan berupa penanaman pohon murbei sebagai sumber pakan ulat sutera. Proses penanaman murbei hingga bisa dipetik untuk pakan hewan bernama Latin Bombyx mori tersebut membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun.Kedua, serikultur alias budidaya ulat sutera. Karena sentra ini belum bisa memproduksi sendiri telur ulat sutera, maka para peternak membelinya dari sentra ulat sutera yang ada di Soppeng, Sulawesi Selatan. "Saat ini, kami belum mempunyai teknologi untuk penetasannya. Tapi ke depan, kami berharap bisa menelurkan sendiri," kata Heri.Setelah mendapatkan pasokan ulat yang masih bayi, para peternak ulat sutera di sentra Kampung Sarongge kemudian memeliharanya dalam kandang, dan memberinya makan sampai berubah menjadi kokon.Proses ulat sutera sampai menjadi kokon ini memakan waktu sekitar 30 hari. Ketiga atau terakhir, vilatur. Yaitu, memproses kokon menjadi benang sutera, kemudian ditenun menjadi kain.Sentra Kampung Sarongge berencana menambah luas kebun murbei menjadi 600 hektare di 2011 mendatang. Dengan begitu, ketersediaan pakan sutera di sentra ini menjadi lebih terjamin. Ujung-ujungnya, budidaya ulat sutera berjalan lancar sehingga produksi benang dan kain sutera meningkat. "Sehingga, cita-cita menjadikan Cianjur sebagai kota sutera di Indonesia bisa tercapai," ujar Heri.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentra ulat sutera: Wujudkan mimpi Cianjur sebagai kota sutera (1)
Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, saat ini ada tujuh sentra ulat sutera yang melibatkan sekitar 700 peternak. Salah satunya di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet. Saban bulan, pusat peternakan ulat sutera yang terdiri dari 120 peternak itu bisa menghasilkan sekitar 100 meter kain sutera.sutera menjadi jenis kain mahal lantaran halus dan nyaman dipakai. Tak heran, permintaan kain ini terus meningkat, sekalipun harganya lebih mahal dibandingkan jenis lainnya. Sayang, pengembangan kain sutera di Indonesia belum optimal. Karena itu, pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada 2006 lalu mendirikan Silk Solution Center di tiga wilayah: Timur, Tengah, dan Barat. Program itu bertujuan mendukung pengembangan produksi kain sutera kita.Salah satu lokasi pusat pengembangan sutera di wilayah barat adalah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Ketua Silk Solution Centre Cianjur Harry M. Sastrakusumah menyatakan, saat ini di Cianjur ada sekitar 700 kepala keluarga (KK) yang memproduksi ulat sutera. Ke-700 KK itu tersebar di tujuh sentra ulat sutera di tujuh kecamatan. Semua pusat peternakan ulat sutera tersebut berada di kawasan yang berudara sejuk. Maklum, udara yang sejuk merupakan habitat terbaik bagi ulat sutera, termasuk untuk perkebunan tanaman murbei, pakan utama bagi ulat sutera. Makanya, sebagian orang menyebut ulat sutera sebagai ulat murbei. Sekarang, di Cianjur, total ada sekitar 200 hektare areal kebun murbei.Satu dari tujuh sentra ulat sutera di Cianjur terletak di Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet. Di wilayah ini, terdapat 120 kepala keluarga yang menjadi peternak ulat sutera.Sentra ulat sutera Sarongge tidak hanya memproduksi ulat sutera menjadi kokon. Kampung ini juga langsung memproses kokon menjadi benang, kemudian menenunnya menjadi kain. "Jadi, sentra di kampung ini mengerjakannya tidak setengah-setengah tetapi dari hulu hingga hilir. Dengan begitu, ada nilai tambah yang didapat para peternak ulat sutera," kata Harry.Heri Soedjatmiko, Ketua Koperasi Jalasutera Indonesia (Kojasindo) sekaligus Manajer Kelompok Usaha Bersama Aurarista di sentra ulat sutera Sarongge, mengatakan, peternakan ulat sutera di sentra ini baru mulai digalakkan pada 2007. Meski terbilang masih baru, kini setiap bulan, produksi kain sutera di Kampung Sarongge sudah mencapai 100 meter. "Targetnya, kami bisa memproduksi hingga 500 meter per bulan pada tahun depan," ujar Heri.Sentra sutera Sarongge mempunyai tiga kegiatan utama. Pertama, morikultur. Yakni, kegiatan berupa penanaman pohon murbei sebagai sumber pakan ulat sutera. Proses penanaman murbei hingga bisa dipetik untuk pakan hewan bernama Latin Bombyx mori tersebut membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun.Kedua, serikultur alias budidaya ulat sutera. Karena sentra ini belum bisa memproduksi sendiri telur ulat sutera, maka para peternak membelinya dari sentra ulat sutera yang ada di Soppeng, Sulawesi Selatan. "Saat ini, kami belum mempunyai teknologi untuk penetasannya. Tapi ke depan, kami berharap bisa menelurkan sendiri," kata Heri.Setelah mendapatkan pasokan ulat yang masih bayi, para peternak ulat sutera di sentra Kampung Sarongge kemudian memeliharanya dalam kandang, dan memberinya makan sampai berubah menjadi kokon.Proses ulat sutera sampai menjadi kokon ini memakan waktu sekitar 30 hari. Ketiga atau terakhir, vilatur. Yaitu, memproses kokon menjadi benang sutera, kemudian ditenun menjadi kain.Sentra Kampung Sarongge berencana menambah luas kebun murbei menjadi 600 hektare di 2011 mendatang. Dengan begitu, ketersediaan pakan sutera di sentra ini menjadi lebih terjamin. Ujung-ujungnya, budidaya ulat sutera berjalan lancar sehingga produksi benang dan kain sutera meningkat. "Sehingga, cita-cita menjadikan Cianjur sebagai kota sutera di Indonesia bisa tercapai," ujar Heri.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News