KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang luar negeri (ULN) Indonesia per akhir Mei 2019 tercatat sebesar US$ 386,1 miliar. Angka ini tumbuh 7,4% year on year (yoy), melambat dibanding pertumbuhan ULN akhir April yang sebesar 8,8% yoy. Pertumbuhan ULN tersebut terutama dipengaruhi oleh transaksi pembayaran neto ULN dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Ini membuat utang rupiah tercatat lebih rendah dalam denominasi dolar AS. Sementara perlambatan pertumbuhan ULN, "Bersumber dari ULN swasta, di tengah pertumbuhan ULN pemerintah yang tetap rendah," tulis Bank Indonesia (BI) dalam keterangannya, Senin (15/7).
Baca Juga: Jasa pembuatan uang elektronik custom marak, bankir ingatkan itu ilegal BI mencatat, ULN swasta (termasuk BUMN) akhir Mei lalu sebesar US$ 196,9 miliar, tumbuh 11,3% yoy. Pertumbuhan ULN tersebut, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 14,7% yoy. Perlambatan ini lanjut BI, terutama disebabkan oleh menurunnya posisi utang di sektor jasa keuangan dan asuransi. Pada Mei 2019, ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian. Adapun total pangsa ULN sektor itu mencapai 75,2% terhadap total ULN swasta. Sementara posisi ULN pemerintah pada Mei 2019 tercatat sebesar US$ 186,3 miliar atau tumbuh 3,9% yoy. Pertumbuhan ULN pemerintah meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,4% yoy yang didorong oleh penerbitan global bonds. Baca Juga: Sinyal penurunan bunga The Fed masih menjadi energi bagi rupiah Kendati tumbuh meningkat, nilai nominal ULN pemerintah pada Mei 2019 menurun dibandingkan dengan posisi April 2019 yang mencapai US$ 186,7 miliar. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh pembayaran neto pinjaman senilai US$ 0,5 miliar dan penurunan kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) oleh nonresiden senilai US$ 1,5 miliar yang dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian di pasar keuangan global yang meningkat seiring dengan eskalasi ketegangan perdagangan.