Senyum lebar dari permainan tuyul dan kuntilanak



KONTAN.CO.ID - Siapa yang tidak kenal Dread Out, gim digital genre horor. Permainan yang menghadirkan karakter horor khas lokal seperti pocong, babi ngepet, kuntilanak, hingga tuyul ini sudah populer sejak resmi dirilis tahun 2014 lalu. Hingga dua tahun beredar di pasar, gim yang banyak disukai gamer global ini diklaim sudah mendapat pemasukan lebih dari US$ 1 juta.

Kisah permainan gim horor tersebut pun bakal berlanjut ke layar lebar.   Bila tidak ada halangan film ini bakal resmi dirilis pada Januari tahun 2019 nanti.

Rahmad Imron, Co Founder dan Produser PT Digital Semantika Indonesia, pencipta  Dread Out mengaku senang gim buatannya bisa tampil di layar lebar. Ia pun optimistis dengan langkah tersebut, gim garapannya bakal lebih banyak dikenal para penggemar gim lokal.  


Maklum saja,  menurut perhitungannya, sekitar 97%  penggemar gim lokal masih berkutat dengan gim digital buatan luar negeri ketimbang produk lokal.

Meski sudah empat tahun dirilis, perusahaan yang berpusat di Bandung tesebut  masih terus melakukan pemeliharaan terhadap Dread Out supaya tetap bisa dimainkan oleh konsumen.

Sejatinya, pembuatan film tersebut merupakan langkah pemanasan sebelum Imron melangkah lebih lanjut. Rupanya, pihaknya tengah menyiapkan diri untuk membuat gim lanjutannya yakni Dread Out 2.  Sayangnya, dia masih enggan menyebutkan kapan gim tersebut bakal resmi dirilis ke pasar global.

Yang jelas saat ini, Digital Semantika dalam posisi terbuka bermitra dengan pihak ketiga. Dan saat ini sudah ada beberapa investor lokal dan global yang merapat. "Posisi kami open for publisher, karena untuk membangun internet protocol (IP) dan lainnya butuh dana  besar," katanya ke KONTAN.

Saat ia membuat Dread Out, sempat membuka  crowdfunding tahun 2013 dan sanggup mengumpulkan dana sekitar US$ 29.000.

Dengan modal terbatas, Imron memutuskan untuk merilis gim itu per episode yang ada tiga episode. Selain Dread Out, Digital Semantika juga mempunyai gim lainnya yakni Dread Out Keepers of The Dark dan Dread Eye (gim viar).

Ia sendiri sengaja memilih gim horor yang khas Indonesia karena setiap orang ia klaim pasti punya pengalaman mistis. Selain itu, tampang dan tampilan dari hantu lokal sendiri juga dinilai lebih seram ketimbang hantu global.

Sambil menunggu mendapat injeksi modal dari para pemodal, Digital Semantika masih fokus mengembangan internet protocol (IP). Selain itu perusahaan ini  juga mulai banyak diminta mengerjakan proyek dan pengembangan gim digital dari pihak lain. Sayang, Imron tidak merinci identitas kliennya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.