KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Yudisial (KY) menerima sebanyak 1.473 laporan masyarakat dan 1.546 surat tembusan sepanjang 2017. Juru bicara KY Farid Wajdi mengatakan, dari laporan yang masuk, masalah perdata mendominasi laporan yang masuk ke KY yaitu 679 laporan (46,09%). Sementara untuk perkara pidana berada di bawahnya dengan jumlah laporan 414 laporan (28,10%) dari total laporan yang masuk ke KY. "Data ini menggambarkan dominasi perkara perdata dan pidana karena perkara tersebut berada di ranah kewenangan peradilan umum dengan kompleksitas perkara yang tinggi dan sensitif," ungkapnya, Selasa (16/1).
Adapun perkara lainnya adalah tata usaha negara sebanyak 87 laporan (5,90%), agama sebanyak 86 laporan (5,83%), dan tindak pidana korupsi (tipikor) sebanyak 78 laporan (5,29%). Kemudian berdasarkan jenis badan peradilan atau tingkatan pengadilan yang dilaporkan, jumlah laporan terhadap pengadilan negeri dalam lingkup peradilan umum sangat mendominasi, yaitu sebanyak 1.073 laporan (72,84%). Lalu, Mahkamah Agung sebanyak 95 laporan (6,44%), Peradilan Agama sebanyak 88 laporan (5,97%), Peradilan Tata Usaha Negara sebanyak 82 laporan (5,56%), dan Tipikor sebanyak 52 laporan (3,53%). Hal itu dijelaskan pada infografis 2. Sementara itu, 10 provinsi yang terbanyak dilaporkan berkenaan dugaan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) ke KY secara berturut-turut adalah DKI Jakarta sebanyak 318 laporan (21,59%), Jawa Timur sebanyak 174 laporan (11,81%), Jawa Barat sebanyak 123 laporan (8,35), Sumatera Utara sebanyak 115 laporan (7,81%), Sulawesi Selatan sebanyak 73 laporan (4,96%), dan Jawa Tengah sebanyak 64 laporan (4,34%). Menurut Garis, tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi. Untuk tahun 2017 KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan adalah sebanyak sebanyak 411 laporan masyarakat. Dari pengalaman KY menangani laporan masyarakat, salah satu alasan rendahnya persentase laporan masyarakat yang dapat diproses karena masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap persyaratan yang harus dilengkapi dalam melaporkan hakim yang melanggar KEPPH. Selain itu, banyak laporan yang ditujukan ke KY berisi permohonan untuk dilakukan pemantauan persidangan. Ada juga laporan yang diteruskan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) terkait wewenang Bawas MA dan teknis yudisial. "Banyak juga laporan yang tidak dapat diregistrasi karena bukan kewenangan KY, seperti meminta perlindungan hukum, keberatan terhadap substansi putusan, meminta KY mengubah putusan, atau meminta membatalkan putusan," tambahnya. Bahkan ada laporan yang meminta pendapat hukum atau fatwa hukum dari KY. Kurangnya pemahaman masyarakat ini menjadi tantangan KY untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait wewenang KY dan tata cara laporan masyarakat. Dari 411 laporan yang telah diregistrasi, 277 berkas telah dianotasi dan dilakukan pemeriksaan kepada pelapor, saksi dan/atau ahli. Proses lanjutan laporan adalah pelaksanaan sidang panel dengan putusan laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran KEPPH dapat ditindaklanjuti (DL) atau tidak dapat ditindaklanjuti (TDL). Sidang panel dilakukan secara tertutup dan bersifat rahasia. Berdasarkan keputusan sidang panel, sebanyak 74 Laporan dapat ditindaklanjuti dan 148 Laporan tidak dapat ditindaklanjuti. Dari 74 laporan yang dapat ditindaklanjuti sepanjang 2017, KY telah melakukan pemeriksaan terhadap 477 orang, terdiri atas 36 orang kuasa pelapor, 88 orang pelapor, 303 orang saksi (ahli), dan 50 orang hakim terlapor (lihat infografis 5).
Berdasarkan Sidang Pleno pengawasan hakim KY, ada 36 berkas dari 201 laporan yang dinyatakan terbukti melanggar KEPPH. Kemudian KY merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 58 hakim terlapor dengan rincian: 39 hakim terlapor direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi ringan (67,24%), 14 hakim terlapor direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi sedang (24,14%), dan 5 hakim terlapor direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi berat (8,62%). Data mengenai laporan masyarakat menggambarkan animo para pencari keadilan untuk menyampaikan laporan berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik hakim masih besar. Memang harus diakui tidak semua laporan para pencari tersebut dapat diproses di KY. Kondisi tersebut disebabkan syarat formal atau persyaratan administrasi tidak memenuhi persyaratan atau laporan dimaksud bukan ranah kewenangan KY untuk menilainya. Tidak ada pilihan lain bagi KY selain untuk terus melakukan edukasi kepada publik berkaitan dengan tata cara, persyaratan dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia