KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang poundsterling berhasil menjadi valuta asing dengan kinerja paling baik sepanjang kuartal I-2021. Jika disandingkan dengan rupiah, GBP tercatat dalam tiga bulan pertama tahun ini telah menguat 4,27%. Kinerja poundsterling jauh lebih unggul dibandingkan dengan dolar Amerika Serikat (AS) yang tercatat mengalami penguatan 3,38%. Berikut daftar kinerja beberapa mata uang utama ketika disandingkan dengan rupiah pada kuartal I-2021:
Mata Uang | Akhir 2020 | 31 Maret 2021 | Return Ytd (%) |
GBPIDR | 19202.00 | 20021.12 | 4.27% |
USDIDR | 14050.00 | 14525.00 | 3.38% |
AUDIDR | 10831.00 | 11066.57 | 2.17% |
SGDIDR | 10629.00 | 10807.67 | 1.68% |
EURIDR | 17284.00 | 17062.98 | -1.28% |
JPYIDR | 136.23 | 131.66 | -3.35% |
Sumber:
Bloomberg Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menuturkan, kinerja cemerlang poundsterling tidak terlepas dari fundamental Inggris yang cukup baik selama kuartal I-2021. Inggris adalah negara pertama yang berhasil dalam melakukan vaksinasi secara masif dan salah satu yang tercepat dalam membuka ekonominya.
Baca Juga: Dolar AS dijagokan jadi mata uang berkinerja paling apik pada kuartal II-2021 “Faktor lainnya adalah
hard brexit yang mampu dihindari, sehingga outlook perekonomian Inggris untung jangka panjang menjadi lebih baik. Padahal masalah Brexit sempat jadi sentimen negatif, namun dengan tercapainya beberapa kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa, maka sentimen negatif tersebut bisa dilalui,” kata Alwi ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (1/4).
Lebih lanjut, Alwi juga bilang, dalam laporan yang dirilis oleh bank sentral Inggris (BoE) pada Februari lalu, menunjukkan industri perbankan perlu waktu setidaknya 6 bulan untuk mengetahui bagaimana merespon suku bunga negatif. Hal tersebut membuat pasar yakin suku bunga negatif tidak akan diterapkan, sebab peluang perekonomian Inggris bangkit semakin besar saat vaksinasi dilakukan secara agresif. Sementara untuk kinerja dolar AS, Alwi menyebut kinerja positif tersebut tidak terlepas dari kenaikan imbal obligasi pemerintah AS yang naik ke level tertinggi dalam setahun. Naiknya imbal hasil obligasi tersebut dipicu oleh ekspektasi kenaikan inflasi. Hal ini berujung pada munculnya ekspektasi kenaikan suku bunga, meski the Fed sudah berulang kali menyatakan bahwa suku bunga masih akan rendah setidaknya sampai tahun 2023. Faktor yang mendorong ekspektasi tersebut adalah bahwa pemulihan ekonomi AS akan lebih cepat karena guyuran stimulus besar-besar dari pemerintahan Joe Biden, yang juga disertai dengan program vaksinasi yang agresif.
Baca Juga: Kurs pajak hari ini 31 Maret-6 April 2021, rupiah menguat atas mayoritas mata uang Editor: Handoyo .