Sepanjang Maret IHSG turun 6,59%, analis sarankan speculative buy untuk April



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang bulan Maret 2018 tergolong anomali. Para analis berpendapat demikian lantaran selama sepuluh tahun terakhir IHSG tidak pernah mencatatkan penurunan yang dalam di bulan Maret. Seakan-akan kata-kata "sell in May" kini berubah menjadi "sell in March", walaupun analis mengatakan tidak ada korelasinya dengan slogan sell in May atau March.

Berdasarkan catatan Kontan.co.id, sepanjang Maret 2018, IHSG mengalami penurunan 6,59% dengan level penutupan hari Kamis (29/3) lalu di 6.188,98. Bahkan, IHSG sempat terjembab di pekan-pekan terakhir, tepatnya di hari Rabu (28/3), di mana IHSG ditutup di level 6.140,83 yang merupakan level terendah sejak awal tahun.

Analis Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar menilai, penurunan IHSG yang dalam ini lebih banyak disebabkan oleh sentimen global. Beberapa sentimen negatif dari eksternal yang memicu aksi jual investor adalah kenaikan tingkat suku bunga Amerika Serikat (AS) dan ancaman perang dagang yang dipicu serangkaian kebijakan AS soal tarif impor.


"Pelaku pasar masih menunggu waktu yang tepat untuk masuk ke pasar, karena baik dari eksternal maupun domestik tidak ada katalis yang mampu membangkitkan kepercayaan diri para investor," kata William.

Memang, IHSG sempat menguat menjelang akhir perdagangan Maret, namun penguatan IHSG pekan lalu dipandang William terjadi karena ada window dressing.

Awal April, William melihat IHSG akan cenderung terapresiasi karena sejumlah sentimen. Di antaranya, pengumuman inflasi Maret dan sentimen dari pembagian dividen oleh para emiten.

William menambahkan, IHSG kemungkinan akan lebih menguat pada April dengan katalis berupa pernyataan dari pemerintah yang menyatakan bahwa perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia dengan pembangunan pabrik atau kilang akan mendapatkan insentif pajak dalam jangka waktu tertentu, sesuai dengan jumlah investasinya.

"Kebijakan dari pemerintah ini saya rasa akan mampu mengangkat IHSG ke depan, karena kemudahan bagi investasi asing akan memberikan keberanian bagi investor untuk kembali masuk bursa," kata William.

William juga menambahkan, sejumlah event yang lebih menggairahkan pasar mungkin baru akan terjadi pada Mei nanti, karena akan ada sejumlah peristiwa yang mampu mendongkrak daya beli masyarakat. Misalnya, datangnya bulan Ramadhan dan semakin dekatnya penyelenggaraan Asian Games. Dua peristiwa ini dipandang William bisa mengangkat daya beli masyarakat dan pada akhirnya akan mampu menggerakkan bursa untuk lebih terapresiasi.

IHSG April

William memandang, meski ada kelanjutan penguatan, namun penguatan IHSG belum akan kuat pada April. Ia memasang support IHSG di level 6.169 dan ressitance di level 6.219. Hingga saat ini, William belum mengubah level ressitance IHSG di 6.700 sampai akhir tahun.

Sementara, analis Semesta Indovest Sekuritas, Aditya Perdana Putra berpendapat, di bulan April tidak akan ada sentimen dari global seperti rapat The Fed. Pada April, IHSG menurutnya akan lebih dipengaruhi rilis data AS yang bisa dijadikan asumsi, seperti jobless claim. Data-data ekonomi AS ini akan digunakan sebagai dasar pembicaraan rapat The Fed bulan Mei.

Namun, Aditya melihat, pada April, investor asing masih akan menahan diri dulu untuk masuk ke bursa Indonesia. Memang, ada pembelian asing di akhir bulan Maret namun lebih dikarenakan ada window dressing.

Bagi investor yang berhorizon jangka panjang, Aditya menyatakan bahwa tipe investor ini bisa langsung masuk dan melihat saham-saham blue chips yang harganya sudah murah, seperti Telkom, Astra atau Kalbe Farma.

"Investor bisa speculative buy sambil menunggu data-data ekonomi Indonesia, seperti daya beli, penjualan mobil dan indeks kepuasaan konsumen," ujar Aditya.

Pada bulan ini, Aditya berpendapat batas bawah IHSG ada kemungkinan turun di bawah 6.000 karena sepanjang Maret IHSG sudah turun dalam. Support IHSG, menurut Aditya, sudah berada di level 5.950 dengan ressitance 6.250-6.300.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie