Ada beberapa hal penting yang terjadi dalam sepekan ini. Di antaranya pemeriksaan Bambang Widjojanto dan Abraham Samad sebagai tersangka. Buntut penjatuhan vonis hukuman mati terhadap dua warganegara Australia dan Brasil. Kiprah KPK setelah mendapat pelaksana tugas sementara. Dualisme golkar mendekati islah. Selasa (24/2) lalu Abraham Samad diperiksa di Polda Sulselbar atas sangkaan pemalsuan dokumen. Namun, pemeriksaan terpaksa dihentikan karena Samad mengaku sakit. Dalam pemeriksaan yang berlangsung setengah jam itu Samad mendapat 15 pertanyaan. Sementara itu, pada hari yang sama (Selasa, 24/2) Bambang Widjojanto tidak bersedia diperiksa penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Kejahatan Khusus Bareskrim Polri sebagai tersangka. Bambang malah melayangkan tiga surat keberatan. Salah satu surat itu berisi keberatan terhadap panggilan yang tidak memenuhi persyaratan. Satu lagi berisi keberatan terhadap penyidik yang mengenakan penambahan pasal baru terhadap Bambang. Selain itu, juga permohonan untuk gelar perkara dan hak mendapatkan surat BAP sebagai tersangka
Hal tersebut, menurut kuasa hukum Bambang Widjojanto, Dadang Trisasongko, menunjukkan dasar penyidikan terhadap kliennya oleh Badan Reserse Kriminal Polri masih belum kuat. Itu terlihat dari terus bertambahnya pasal yang disangkakan kepada Bambang, bahkan sampai panggilan pemeriksaan ketiga. Hari itu Bambang akhirnya meninggalkan Bareskrim tanpa diperiksa. Menanggapi hal ini, Kabareskrim Komjen Budi Waseso mempersilakan Bambang Widjojanto untuk menyampaikan protes. Seperti diketahui Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka setelah menjadikan Budi Gunawan sebagai tersangka. Bambang masih akan terus menjalani proses hukum, Adapun BG sudah menang di praperadilan akibat keputusan kontroversial hakim Sarpin. Kini efek dari keputusan hakim Sarpin mulai terasa. Adalah Suryadharma Ali yang mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada Senin (23/2). Suryadharma merasa penetapannya sebagai tersangka dibumbui oleh persoalan politik. Suryadharma agaknya meniru keberhasilan Komjen Budi. Namun, guru besar hukum dan tata negara Unpad Bagir Manan mengatakan, belum tentu hasilnya semulus seperti yang dialami Komjen Budi. “Tentu, bahasa hakim itu tidak ada dua kasus yang sama, kemungkinan di permukaannya sama, tetapi substansinya tidak sama," kata Bagir di Bandung, Selasa, (24/2). Masih terpengaruh efek Sarpin, Sutan Bathoegana juga berencana mengajukan praperadilan pekan depan. Untuk itu, Sutan telah menunjuk Razman Nasution, sebagai kuasa hukumnya untuk mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Iya benar. Pak Sutan telah menunjuk saya sebagai kuasa hukumnya," ujar Razman saat dihubungi Tribunnews, Jakarta, Kamis (26/2). Bukan hanya itu, Sutan juga minta ganti rugi terhadap KPK sebesar Rp 300 miliar karena tidak dapat mengikuti pemilu legislatif. Adapun hakim Sarpin sendiri menyatakan bahwa putusannya atas praperadilan Budi Gunawan akan dipertanggungjawabkan. Akan halnya Komisi Yudisial (KY) telah mengadakan panel atas keputusannya, Sarpin menegaskan bahwa dirinya enggan menerima apa pun yang menjadi hasil putusan KY. "Kasih tahu bahwa keputusan itu saya buat (dan) saya pertanggungjawabkan kepada Tuhan, demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Saya tidak bertanggung jawab putusan terhadap KY," kata Sarpin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (25/2). Kemelut praperadilan seperti di atas sejati berawal dari perseteruan antara KPK dan Polri. Untuk itu agaknya Presiden Jokowi perlu mengundang tiga lembaga penegakkan hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia ke Istana Negara pada Rabu (25/2) lalu. Dalam pertemuan itu. menurut Pelaksana Tugas Ketua KPK Tauefiequrachman Ruki, Presiden Jokowi menyampaikan berapa hal. Pertama, presiden meminta agar konflik antara KPK dan Polri jangan terulang lagi. Kedua, presiden meminta agar ego sektoral di antara instansi penegak hukum dihilangkan. Dalam pertemuan tersebut, Jokowi menilai adanya ego sektoral sehingga harus dibangun kepercayaan pada tiga penegak hukum. Ketiga, presiden menegaskan tidak akan ikut campur mempengaruhi penegakan hukum yang dilakukan KPK, karena lembaga antirasuah ini independen. Sekarang kita intip rencana eksekusi mati narapidana narkoba asal Australia dan Brasil. Rencana eksekusi telah menimbulkan persoalan baru. Lihat saja reaksi Pemerintah Brasil. Atas rencana eksekusi mati warganya, Ricardo Gularte, Pemerintah Brasil langsung beraksi dengan menolak surat kepercayaan Duta Besar Indonesia Toto Riyanto. Presiden Brasil Dilma Rousseff mengatakan izin kerja untuk Duta Besar Indonesia ditunda sampai waktu yang belum ditentukan. Namun, Menlu Retno Marsudi juga langsung menarik Dubes Toto sampai waktu yang tidak ditentukan. Tindakan ini, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, merupakan bentuk penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia. Karena itu, pemerintah akan mengevaluasi hubungan dagang antara Indonesia-Brazil. Selama ini, Indonesia lebih banyak mengimpor produk dari negeri samba itu, ketimbang melakukan ekspor. Nah, "Kita bisa saja mengurangi impor alutsista dari sana," ujar JK, Selasa (24/2) di Jakarta.
Bahkan, Presiden Jokowi mengatakan bahwa tindakan Presiden Dilma Rousseff merupakan bentuk intervensi hukum Indonesia dan itu tidak akan mempengaruhi apa pun. "Saya sampaikan secara tegas, jangan ada intervensi masalah eksekusi mati," kata Jokowi, Selasa (24/2) di Istana Merdeka, Jakarta. Bagaimana dengan Australia? Perdana Menteri Tony abbott dengan cueknya mengungkit bantuan Australia ketika tsunami Aceh. Agaknya Australia ingin Indonesia membebaskan duo "Bali Nine" Myuran Sukumaran dan Andrew Chan dari hukuman mati sebagai balas budi atas bantuan Australia saat tsunami. Namun, yang dituai Abbott malah cemoohan dan gerakan pengumpulan “koin untuk Australia” oleh berbagai kalangan di Indonesia. Wapres Jusuf Kalla malah menegaskan jika Australia menagih balas budi dari bantuan tersebut, Kalla menyatakan bahwa pemerintah siap untuk mengembalikannya. Untuk pengamanan dan menjaga berbagai kemungkinan gangguan atas rencana eksekusi mati itu, TNI telah mengirim tiga pesawat Sukhoi ke Denpasar, Panglima TNI Moeldoko mengatakan, ketiga pesawat tersebut hanya disiapkan sebagai langkah antisipasi. "Dalam konteks ini, TNI berpendirian, jangan coba menggangu jalannya eksekusi dengan cara apa pun. Dengan konteks militer kita sudah siap, jangan coba-coba ada skenario yang ganggu jalannya eksekusi mati," ujar Moeldoko di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (23/2). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi