Waduh, sepagi ini perut sudah keroncongan. Boleh juga kalau yang nyanyi Sundari Sukoco. Ah, apa sih? Ini bukan soal lagu keroncong melainkan soal perut yang sudah minta diisi. Soal lagu nanti saja kita omongin lagi, soalnya sudah enggak tahan nih. Soalnya… soal melulu, kapan jawabannya. He, he, he…bisa aja. Soalnya... eh, soal lagi. Oke sekarang janji enggak bakal ngomong soal, tapi masalah perut lapar. Jangan takut, sudah tersedia kok mi ayam hangat. Tapi, kalau makan jangan lupa siapa yang bikin minya. Mi ini dibikin sama pabrik Mi Gloria. Pasti yang punya namanya Gloria. Salah. Pemilik usaha ini bernama Wiyono Gunawan. Mi Gloria berdiri di Malang, Jawa Timur, sejak 1971 oleh ayahnya Wiyono Gunawan. Namun, Wiyono tidak hanya meneruskan usaha ayahnya, dia juga mengembangkan dengan membuka gerai penjualan mi, serta Depot Cui Mi di Malang bersama keluarganya.
Mi Gloria memasok mi basah untuk puluhan pedagang mi gerobak, depot, restoran, hotel, dan katering di Malang, Surabaya, dan Kediri. Kapasitas produksi Mi Gloria per hari lebih dari 300 kg. Harga jual mi basah produksi Wiyono berkisar Rp 10.000–Rp 17.500 per kg. Dus, omzet yang ia peroleh dari bisnis ini mencapai Rp 100 juta per bulan. Bikin ngiler saja nih Wiyono. Jadi pengin bikin pabrik mi juga. Dengar nama Gloria, jadi pengen lihat dan merasakan yang manis. Hus, enggak ada hubungan dengan cewek ya. Tapi, ini ada hubungannya sama roti, yaitu selai. Ambil roti terus olesi dengan selai. Wah, enak sekali, padahal ini selai yang dibikin di rumah. Salah satu yang membikin selai rumahan adalah Kalalina, di Jakarta Utara. Selainya dimereki Lynelle. Ketika merintis bisnis pada 2011, Lina bilang hanya memproduksi sekitar 10 botol selai per bulan. Ia membanderol selai tersebut Rp 45.000 per botol ukuran 275 gram. Kini, kapasitas produksinya naik drastis hingga 300 botol selai saban bulan. Modalnya usaha selai rumahan juga kecil, cuma Rp 2 juta. Itu kata Amina, produsen selai rumahan lainnya. Sudah habiskan roti dan selainya. Soalnya, eh soal lagi. Sori. Masalahnya, kita akan mencicipi makanan lain yang enggak kalah
yummy. Eng, ing eng…ini dia Waffle Toast. Rasanya enak. Kalau enggak percaya, coba saja. Usaha ini dibesut Kladius Lisias sejak 2010 di Serpong, Tangerang. Tapi, baru tahun lalu Kace, ini nama panggilannya Kladius Lisias, menawarkan kemitraan. Ada tiga paket investasi yang ditawarkan. Pertama, paket gerobak seharga Rp 16 juta. Kedua, paket booth dengan investasi Rp 60 juta. Ketiga, paket resto dengan investasi Rp 100 juta. Dengan harga jual waffle Rp 13.000 hingga Rp 35.000 per porsi, Kace menghitung, mitra bisa meraup omzet sekitar Rp 45 juta per bulan. Setelah dikurangi biaya operasional, keuntungan bersih mitra bisa sampai 40% dari omzet. "Balik modal sekitar 15 bulan dengan catatan lokasi usaha sesuai dengan segmen anak muda," ujar dia. Ayo, kita tinggalkan Kace diam-diam. Kalau dia tahu, nanti kita disuruh bayar, he, he, he,…. Sori Kace, becanda. Sekarang kita mau menggeruduk Cheese Chicken si ayam goreng tepung keju. Adalah Muchlis Yusuf yang memiliki inovasi bikin ayam keju tadi. Biar bagaimanapun Muchlis pengen ayamnya menang di tengah persaingan ketat di dunia perayamgorengan. Lewat CV Bosi Indonesia, Muchlis menjalankan usahanya pada 2012 silam. Tapi, baru 2014 Muchlis mulai menawarkan kemitraan. Jika berminat mengecap Cheese Chicken, silakan Anda merogoh kocek sekitar Rp 70 juta. Nilai tersebut sudah termasuk biaya kerjasama selama tiga tahun, fasilitas lengkap memasak, dekorasi gerai, seragam karyawan, pelatihan karyawan, dan materi promosi. Pusat mengutip biaya royalti sebesar 12,5% dari omzet tiap bulan. Harga menu mulai dari Rp 10.500 hingga Rp 14.000 per porsi. Muchlis menargetkan minimum target penjualan sebanyak 250 potong ayam per hari. Dengan begitu, Muchlis memprediksi rata-rata setiap gerai bisa menghasilkan omzet Rp 90 juta−Rp 150 juta per bulan. Setelah dikurangi biaya operasional, mitra masih bisa meraup laba bersih 30%−35% per bulan. Mitra bisa balik modal kurang dari setahun. Pakaian hingga obat herbal Nah, biar usaha kita kelihatan serius dan bonafide perlu seragam karyawan. Kita pengen karyawan kita tampil trendi dengan mode terkini. Setuju. Tapi, modelnya bagaimana? Enggak usah bingung, kita kan kenal sama Aria Rajasa. Itu lo yang bikin toko online mode. Nama tokonya Tees.co.id. Para konsumen bisa memesan produk fesyen yang tersedia di toko ini dengan desain yang mereka inginkan alias
customized. Situs ini dibuat berawal dari pengalaman Aria yang kesulitan membeli kaus-kaus clothing line yang sedang tren di kalangan anak muda sejak beberapa tahun silam. Clothing line adalah bisnis pakaian dan produk fesyen karya desainer independen yang biasanya dipasarkan lewat distro-distro atau melalui jejaring sosial (online). Aria juga mempersilakan desainer untuk membuka lapaknya tees.co.id. Sistem kerjasama antara Aria dengan para desainer yang membuka lapak sendiri di situs ini adalah hanya dengan mendaftar saja dan tidak dipungut biaya atau gratis tanpa modal. Manajemen Tees.co.id berusaha semaksimal mungkin untuk mempermudah orang dalam berjualan. Nah, bagi keuntungannya hanya dengan mengenakan ongkos produksi cetak kaus sebesar Rp 120.000 per unit. Misalnnya harga jual kaus ke konsumen sebesar Rp 149.000 per unit, Aria hanya mengambil untung dari harga produksi kaus sebesar Rp 120.000. Pemilik desain akan mendapat sisa hasil penjualan sebesar Rp 29.000 per kaus. Oke juga si Aria. Tapi, biar lebih oke, pakaian hasil
customized tadi dipadu sama tas. Pasti keren abis. Buktikan sendiri. Soalnya, tas yang mau dipadukan sama pakaian tadi sudah teruji mutunya. Tas kulit itu bermerek Abekani. Tahu enggak siapa yang bikin? Yang bikin pasangan suami istri Robertus Adi Nugroho dan Tunjung Pratiwi. Sejoli ini bahu-membahu membesarkan Abekani. Mereka juga berbagi tugas. Adi bertugas berbelanja bahan serta membangun komunikasi dengan pemasok dan perajin kulit. Tunjung fokus mengurus
customer dan penjualan. Alhasil, Abekani pun semakin besar. Kini, sekitar 60% produk Abekani merupakan tas perempuan. Kebanyakan produk ini dipesan secara inden dengan kisaran harga Rp 590.000–Rp 790.000 per buah. Adapun tas klasik uniseks dengan bahan kulit nabati (keras) dibanderol seharga Rp 265.000 – Rp 490.000 per buah. Padahal, usaha ini dimulai dengan modal Rp 2 juta saja. Kalau Tatang Gunawan lebih keren lagi. Dia mengawali usaha kerajinannya dengan limbah bulu domba. Pria lulusan IPB ini membuat kerajinan boneka domba dan binatang lain yang terbuat dari bulu domba asli yang dipadukan dengan akar wangi. Selain berfungsi sebagai pajangan, boneka domba ini juga berfungsi sebagai pengharum ruangan dengan akar wangi tersebut. Produknya itu dimereki Ecodoe yang berasal dari kata eco yang berarti lingkungan dan doe yang berarti domba. Dari usaha ini Tatang bisa meraup omzet sekitar Rp 5 juta−Rp 10 juta per bulan. Harga jual produknya sekitar Rp 70.000−Rp 135.000 per unit. Bagaimana kalau kita borong semua, pakaian, tas, dan bonekanya, untuk dijadikan buah tangan untuk raja. Enggak perlu. Kita memang mau ke istana, tapi istana ini enggak ada rajanya, yang ada cuma Krida Prasetia dari Surakarta, Solo. Pasalnya, yang mau kita kunjungi adalah Istana Herbal. Istana Herbal itu toko herbal yang didirikan Krida Prasetia sejak 2007 silam. Setelah memiliki produk dengan merek sendiri dan sistem manajemen, Krida akhirnya membuka peluang kemitraan pada 2014. Ada dua paket investasi yang Istana Herbal tawarkan: paket Rp 200 juta dan paekt Rp 300 juta. Menurut prediksi Krida, mitra bisa meraup omzet Rp 100 juta—Rp 400 juta per bulan dengan laba bersih sekitar 12%−20% per bulan. Dari sini, mitra bisa balik modal dalam waktu 8−36 bulan. Menarik juga ya. Nah, kalau tadi yang manis itu selai, sekarang yang manis itu Aprie. Ya, Aprie Angeline si produsen sampo dengan omzet ratusan juta rupiah saban bulan. Kok bisa? Ya, bisa dong, meskipun awal terjunnya ke bisnis enggak sengaja.
Aprie mengawali bisnisnya dengan menjadi reseller di bisnis online. Itu dilakukan karena dia merasa tidak cocok kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas gadjah Mada. “Bisnis menjadi pelampiasan karena saya merasa tidak kuat di jurusan itu tapi tidak berani bilang ke orangtua,” kenang gadis kelahiran Sorong, 5 April 1991 ini. Melihat kemajuan toko online-nya yang diberi nama Billion Shop, akhirnya Aprie coba-coba membikin sampo herbal. Samponya dimereki Angeline Hair Treatment (AHT). Eh, ternyata samponya laris banget. Dengan modal awal senilai Rp 10 juta, Aprie memproduksi 200 botol sampo. Penjualannya pun terus meningkat. Kini, dia bisa menjual lebih dari seribu paket produk AHT saban bulan. Omzet usahanya pun mencapai Rp 230 juta. Bukan cuma sampo, Aprie juga membikin produk herbal lain. Awal tahun lalu, Aprie meluncurkan gula dari nira kelapa dengan kadar glukosa yang rendah. Semua produknya laris manis. Melihat keberhasilan Aprie, enak juga terjun ke bisnis. Yang enggak enak, terjun ke kali. Waduh. Kayaknya sudah waktunya kita untuk berpisah. Semoga kebersamaan kita memberi semangat baru untuk beraktivitas di akhir pekan ini. Selamat berakhir pekan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi