Sepenggal Kisah di Wilayah Tapal Batas



KONTAN.CO.ID -ATAMBUA. "Selamat siaaang...". Suara kompak sejumlah siswa dasar menyapa akrab Tim Jelajah Ekonomi Berkelanjutan KONTAN saat memasuki dusun Halomuti, Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis pekan lalu (8/8).

Mereka pun menyambut gembira ketika Tim Jelajah KONTAN berhenti tepat di depan sekolahnya, yakni SD Inpres Motaain. Sekolah ini menjadi salah satu sekolah dasar yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Jarak sekolah ini hanya sekitar 2 kilometer dari Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain.

Hanya dipisahkan aliran Sungai Mota, lokasi SD Inpres Motaain tak sampai 200 meter dari tanah Timor Leste. Tak heran, jika ada salah satu siswa di sekolah ini yang rumahnya berada di wilayah Timor Leste.


"Dia kalau ke sekolah jalannya lewat jalur ilegal, menyebrangi sungai," kata salah satu siswa kelas 6 SD Inpres Motaain menjelaskan rute perjalanan temannya asal Timor Leste itu menuju ke sekolahnya.    

Di daerah perbatasan memang banyak masyarakat Indonesia yang memiliki hubungan kekerabatan dan saudara dengan warga Timor Leste.

Baca Juga: Melihat Potensi Ekonomi Kabupaten Timor Tengah Selatan

Bahkan, banyak warga Indonesia yang memiliki ladang pertanian di wilayah Timor Leste. Dan, para siswa di perbatasan kerap membantu orangtuanya berladang.

Di Kabupaten Belu juga terdapat Bendungan Rotiklot. Lokasi bendungan ini berada di Desa Fatuketi, Kecamatan Kaikuluk Mesak. Bendungan Rotiklot merupakan satu dari enam bendungan yang dibangun pemerintah di NTT. Bendungan Rotiklot berfungsi sebagai sumber air irigasi lahan pertanian dan air baku masyarakat setempat.

Oh iya, tak lengkap rasanya berkunjung ke perbatasan Indonesia-Timor Leste jika tak menyambangi PLBN Motaain. Masuk ke dalam, tim jelajah KONTAN sempat singgah di pasar PLBN Motaain.

Sayang, saat itu pasar yang berdiri di atas lahan sekitar 11 hektare, sedang tidak diramaikan pedagang sayur mayur dan aneka kebutuhan pokok. 

Menurut seorang petugas PLBN, pasar itu hanya melakukan aktivitas perdagangan pada hari Rabu setiap pekan. Aktivitas pasar di tapal batas ini biasanya dimulai jam 6 pagi waktu Indonesia tengah (WITA) hingga berakhir sekitar jam 2 siang WITA. 

Penukaran uang

Karena saat itu bukan hari pasar, di pasar PLBN Motaain hanya terlihat beberapa pedagang makanan dan minuman.

Salah satunya Hilda Loe. Wanita berusia 38 tahun ini membuka usaha klontong dan warung kopi di kios berukuran 3 x 2,5 meter persegi. Hilda sudah berjualan di pasar ini sejak tahun 2016.

Hilda juga melayani penukaran dolar Amerika Serikat (AS), yang menjadi mata uang resmi Timor Leste. Selain dolar AS, Timor Leste juga menggunakan mata uang Centavo.

Centavo merupakan mata uang koin asli Timor Leste yang diperkenalkan pada 10 November 2003. Koin Centavo tersedia dalam denominasi 1, 5, 10, 25, dan 50.

Asal tahu saja, mata uang Centavo diproduksi dan dipasok langsung dari Portugal. Sementara uang dolar AS di Timor Leste disuplai secara langsung dari Bank Sentral AS atau The Fed sejak tahun 2000.

Dus, negara yang pernah menjadi Provinsi ke-27 di Indonesia itu memiliki dua mata uang resmi sebagai alat pembayaran yang sah.

Baca Juga: Melihat Progres Proyek Bendungan di Nusa Tenggara Timur

Nah, dalam sehari, Hilda bisa melayani sekitar 50 orang pengunjung yang melakukan penukaran uang rupiah ke dolar AS atau sebaliknya. "Rata-rata mereka menukar uang dengan nilai kecil, hanya sekitar US$ 50-US$ 100," paparnya.

Dari penukaran uang dolar AS ke rupiah tersebut, Hilda mengaku rata-rata mendapatkan selisih keuntungan sekitar Rp 1.000. Hilda juga menyediakan penukaran uang Centavo. "Kadang warga Timor Leste yang belanja di kios saya bayarnya pake Centavo," ungkap Hilda.

Menurut Hilda, ia bisa meraup omzet usaha hingga Rp 4,5 juta per bulan. Jika dihitung dengan biaya sewa kios Rp 3 juta per bulan, keuntungan bersih Hilda sekitar Rp 1,5 juta per bulan.

Pedagang lain yang juga meraup cuan di pasar PLBN Motaain adalah Lusi. Di kiosnya, wanita berusia 50 tahun ini membuka warung makan padang.

Lusi juga kerap menyediakan pesanan paket menu masakan padang untuk petugas PLBN Motaain. Ini terutama jika ada kunjungan beberapa pejabat penting di NTT. "Lumayan juga pendapatannya dari sana," katanya.

Dalam sehari, Lusi bisa mengantongi omzet minimal Rp 2 juta hingga maksimal Rp 5 juta, tergantung dari banyaknya pengunjung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan