Sepi peminat, insentif pajak akan dievaluasi



KONTAN.CO.ID - Sudah banyak gula-gula ditebar, nyatanya insentif investasi masih sepi peminat. Oleh karena itu, pemerintah akan mengevaluasi terhadap sejumlah insentif fiskal yang sudah ditebar selama ini. Pemerintah juga akan mempermudah persyaratan insentif pajak penghasilan (PPh) badan.

Evaluasi akan dilakukan terhadap sejumlah insentif fiskal, seperti tax holiday, tax allowance, kemudahan di kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan industri khusus (KI), insentif pajak penghasilan (PPh) ditanggung pemerintah, hingga pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN). Evaluasi ini dilakukan karena peminat insentif tersebut dinilai terbatas.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, tahun ini merupakan waktu yang tepat untuk menggelar evaluasi. "Pada tahun 2005 saat saya jadi Menkeu pertama kali dan sampai hari ini, saya tanya yang menggunakannya hanya lima perusahaan," kata Menkeu, Rabu (6/9).


Menurut Menkeu, evaluasi dilakukan untuk melihat apa penyebab tidak lakunya sejumlah insentif fiskal tersebut. Kemkeu, menurut Sri, siap menghilangkan hambatan-hambatan yang berasal dari internal kementerian. "Apakah halangannya ada di kami atau di perusahaan? Atau ada halangan lain sehingga kami bisa identifikasi apa yang jadi hambatan," katanya.

Menkeu menyatakan akan menemui langsung para pengusaha di Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Sebab ada beberapa kemungkinan tidak lakunya insentif fiskal tersebut, seperti sudah usang atau ada hal-hal lainnya di luar pajak.

Sebagai catatan, fasilitas tax holiday memberikan pengurangan PPh 10%-100% selama lima hingga 15 tahun, dan bisa diperpanjang hingga 20 tahun. Tax holiday hanya diberikan untuk penanaman modal baru, dengan nilai minimal investasi Rp 1 triliun.

Sedangkan tax allowance ditujukan bagi perluasan investasi. Perusahaan penerima diberikan pengurangan PPh sebesar 30% selama enam tahun untuk 64 bidang usaha dan 80 bidang usaha di daerah tertentu. Juga ada penyusutan dan amortisasi dipercepat dan pengurangan tarif PPh atas deviden ke wajib luar negeri sebesar 10%. Ada juga tambahan jangka waktu kompensasi kerugian 10%.

Peniadaan disinsentif

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menambahkan, meski ada peluang mempermudah persyaratan insentif pajak, pemerintah tidak akan jor-joran menggenjot insentif secara serampangan. Evaluasi insentif pajak akan dilakukan secara hati-hati, dengan mempertimbangkan minat pengusaha, perekonomian, dan penerimaan negara. "Tapi kami expect dunia usaha bisa seberapa cepat bergulir," kata dia.

Menurut Suahasil, pihaknya akan melihat kembali sektor apa saja yang memerlukan insentif guna mendorong kepercayaan dan minat investasi. "Padat karya sudah ada, tetapi kami lihat lagi (untuk sektor lainnya)," jelasnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perdagangan Benny Soetrisno berharap pemerintah secepatnya mempermudah persyaratan insentif pajak. Sebab untuk mendapatkan tax allowance dan tax holiday membutuhkan waktu lama dan persyaratan rumit.

Di sisi lain, penilaian calon penerima tax allowance atau tax holiday masih membingungkan. "Investor asing ada yang semula diberitahu kalau invest di Luar Jawa akan mendapatkan tax holiday, paralel mereka lakukan investasinya, mengurus insentif tax holiday. Namun hanya tax allowance yang didapatkan," papar Benny.

Hal itulah yang membuat investor kecewa. "Beda dengan di Vietnam yang prosesnya lebih pasti dan lebih mudah," ujar Benny.

Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Prijo Handojo menyatakan pengusaha tidak terlalu butuh insentif pajak. Sebab tarif pajak di Indonesia relatif murah. "Yang dibutuhkan adalah peniadaan disinsentif. Orang kalau sudah bayar pajak sesuai undang-undang jangan dipersulit. Kalau pengusaha berhak mendapat tax refund, jangan dikoreksi yang tidak-tidak sehingga harus tambah pajak," kata Prijo.

Menurutnya, di atas kertas aturan perpajakan maupun insentif sudah bagus. "Tapi yang tidak tertulis, praktik di lapangan yang bikin repot. Kalau ada pemeriksaan pajak dicari-cari koreksi. Mengajukan keberatan langsung ditolak tanpa alasan jelas. Akibatnya biaya naik karena harus sewa lawyer," papar Prijo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie