JAKARTA. Penerbitan obligasi korporasi sepanjang kuartal IV-2013 tidak seagresif kuartal-kuartal sebelumnya. Hingga akhir tahun ini, total penerbitan obligasi korporasi diperkirakan hanya mencapai Rp 68,07 triliun atau lebih rendah dibanding tahun lalu sebesar Rp 72,95 triliun. Presiden Direktur PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Ronald T. Andi Kasim menjelaskan, total penerbitan obligasi korporasi hingga 11 Oktober 2013 mencapai Rp 49,62 triliun. Besaran tersebut sudah termasuk surat utang jangka menengah atau
medium term notes (MTN) sebesar Rp 2,93 triliun.
Vice President Marketing & Business Development Pefindo, Titus Purwakusuma merinci, penerbit obligasi tersebut masih didominasi oleh perusahaan multifinance sebesar 41,1% atau senilai Rp 20,38 triliun. Menyusul di elakangannya sektor perbankan sebanyak 26,6% atau senilai Rp 13,21 triliun.
Pefindo memprediksi, total penerbitan surat utang hanya mencapai Rp 68,07 triliun hingga akhir tahun. Angka tersebut terdiri atas penerbitan obligasi senilai Rp 56,48 triliun, penerbitan MTN sebesar Rp 9,83 triliun dan penerbitan kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK EBA) senilai Rp 1,75 triliun. Penerbit obligasi didominasi oleh multifinance sebesar 36,8% atau setara Rp 25,07 triliun. Porsi perbankan sebesar 33,7% atau Rp 22,96 triliun. Di sisa tahun ini, korporasi cenderung menunda penerbitan obligasi. Alasannya, menunggu kondisi pasar yang lebih baik hingga tahun depan. Analis NC Securities, I Made Adi Saputra mengatakan, obligasi yang akan jatuh tempo pada kuartal terakhir ini sebesar Rp 5,9 triliun. Obligasi tersebut berasal dari sektor finansial yaitu multifinance dan perbankan. Menurut Made, perusahaan akan menanggung risiko yang lebih besar jika menerbitkan obligasi pada tahun ini. Selain ketidakpastian global, biaya penerbitan emiten akan lebih besar karena tingkat suku bunga yang lebih tinggi. "Perusahaan harus memberikan kompensasi berupa kupon diatas rata-rata pasar," kata Made kepada KONTAN. Mengutip Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), imbal hasil surat utang negara (SUN) bertenor 5 tahun sebesar 5,25%. Sementara imbal hasil SUN seri FR0063 bertenor 10 tahun sebesar 5,625%. Made memperkirakan, korporasi setidaknya harus memberi
spread 280 basis poin di atas kupon SUN untuk tenor satu tahun. Untuk tenor 3 tahun, minimal
spread sebesar 325 basis poin di atas kupon SUN bertenor yang sama. Adapun untuk tenor 5 tahun,
spread yang menarik sebesar 375 basis poin. Sementara,
spread untuk obligasi korporasi dengan tenor 7 tahun sebesar 420 basis poin di atas imbal hasil SUN acuan. Prediksi ini dengan asumsi peringkat obligasi AA+. Made bilang, kupon obligasi korporasi akan kembali turun ke level normal saat memasuki kuartal III dan kuartal IV tahun depan. Sebab, penyesuaian inflasi tidak bisa langsung berdampak pada penurunan suku bunga dan kupon obligasi.
Analis IBPA, Fakhrul Aufa menduga, emiten akan memperpendek tenor obligasi korporasi pada penerbitan kuartal ini. Pertimbangannya adalah untuk menekan biaya penerbitan. "Emiten harus mengkompensasi risiko likuiditas. Sektor yang harus memberikan kompensasi lebih adalah sektor yang berorientasi ekspor dan perbankan," ungkap Fakhrul. Menurut Fakhrul, perusahaan yang berorientasi ekspor akan terkena imbas pelambatan ekonomi global. Sedangkan, sektor perbankan sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga karena kondisi ini akan menghambat penyaluran kredit. Bagi perusahaan yang tidak dapat menunda penerbitan obligasi, kata Fakhrul, harus memberi kupon menarik bagi investor. Obligasi berperingkat AAA akan menarik dengan kupon 8% untuk tenor setahun. Untuk tenor tiga tahun, investor akan melirik bila kuponnya 9%. Obligasi korporasi dengan tenor lima tahun bisa memberi kupon 9,4% dan 9,74% untuk tenor tujuh tahun. Angka ini merupakan prediksi kupon obligasi korporasi berperingkat AAA. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati