September 2013, impor minyak naik 20,88%



BOGOR. Meskipun konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada September 2013 mengalami penurunan, namun impor minyak tetap saja melambung tinggi. Pada September 2013 impor minyak mentah tercatat mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 20,88% dibanding Agustus 2013 menjadi US$ 1,196 miliar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor migas di September 2013 secara total memang mengalami penurunan. Di Agustus 2013 impor migas sebesar US$ 3,672 miliar, kemudian di September 2013 turun 0,06% menjadi US$ 3,669 miliar. Namun, jika dilihat lebih detail, komponen impor migas terdiri dari minyak mentah, hasil minyak, dan gas. Di sini, impor minyak mentahnya mengalami kenaikan yang paling tinggi.

Karena itu tak heran apabila neraca perdagangan kembali mengalami defisit US$ 657 juta. Sebelumnya di Agustus 2013 neraca perdagangan mengalami surplus sebesar US$ 132,4 juta. Defisit ini tidak lepas dari meningkatnya nilai impor Indonesia menjadi US$ 15,47 miliar.

Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Prasetijono Widjojo mengatakan permasalahan impor migas terutama impor minyak mentah memang menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia saat ini. Selama tidak ada langkah-langkah yang kongkrit untuk mengurangi ketergantungan impor, maka defisit neraca dagang akan terus membayangi. Terlebih kebutuhan masyarakat akan impor migas masih terus tinggi. Alhasil meskipun harga BBM bersubsidi dinaikkan, laju masyarakat untuk mengkonsumsi migas tidak terpengaruh. Oleh karena itu, menurut Prasetijono, pada dua bulan terakhir di 2013 ini defisit neraca perdagang masih akan terus terjadi. "Mudah-mudahan sudah menurun tapi masih defisit," ujar Prasetijono di Bogor, Jumat (1/11). Prasetijono memperkirakan di 2014 nanti defisit neraca dagang akan mulai mengempis, kemudian di 2015 barulah akan kembali surplus. Ekonom BNI Ryan Kiryanto menilai impor minyak tidak akan turun karena konsumsi BBM yang masih tetap tinggi. Ke depannya, malah impor minyak dan gas akan membumbung tinggi karena kebutuhan perayaan Natal dan Tahun Baru. "Sehingga defisit masih akan terus terjadi dengan peluang lebih besar," tandas Ryan. Begitupun menurut Ekonom Universitas Indonesia (UI) Enny Sri Hartati. Kata dia, kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah pada Juni 2013 lalu tidak akan mempengaruhi konsumsi masyarakat. Yang bisa dipengaruhi dari kenaikan BBM kemarin hanyalah pengurangan biaya BBM bersubsidi. Apalagi ini menjelang akhir tahun, otomatis konsumsi masyarakat melonjak dari biasanya. Karena itu, Enny melihat kuota BBM bersubsidi yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 sebesar 48 juta kiloliter bisa terlampaui. Alhasil, nilai tukar rupiah akan terus mengalami tekanan. "Rupiah akan di atas 10.000 per dolar AS," pungkas Enny.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan