KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca pengumuman data ekonomi terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan deflasi pada September 2018, rupiah terkoreksi tipis Senin (1/10). Pada penutupan di pasar spot, rupiah melemah tipis 0,05% ke level Rp 14.911 per dollar Amerika Serikat (AS). Berbeda dengan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah justru menguat 0,16% menjadi Rp 14.905 per dollar AS. BPS merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) bahwa pada September 2018 terjadi deflasi sebesar 0,18% month-on-month (MoM). Angka ini meningkat bila dibandingkan Agustus lalu yang deflasinya hanya menyentuh 0,05%. Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong mengatakan, pergerakan rupiah terbilang stabil namun tetap tertekan setelah munculnya data deflasi oleh BPS. "Nanti ada data tenaga kerja AS di akhir pekan, rupiah masih bergantung pada itu," ujarnya. Pergerakan rupiah juga masih menunggu data International Monetary Fund (IMF) Manufacturing AS pada Selasa (2/10). Sebelumnya, pada pekan lalu AS merilis pertumbuhan ekonomi yang meningkat 4,2%, data Personal Consumption Expediture yang masih di atas 2%, dan belum lama The Fed juga menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin. Vice President Economist Bank Permata Joshua Pardede mengatakan, walaupun berada dalam tekanan rupiah tetap akan tetap bertahan karena efek kenaikkan suku bunga oleh BI pekan lalu. "Bahkan di pasar obligasi foreign investor sudah masuk kembali di pasar obligasi, jadi ada faktor yang bisa menguatkan rupiah," jelasnya.
September deflasi, gerak rupiah cenderung stabil
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca pengumuman data ekonomi terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan deflasi pada September 2018, rupiah terkoreksi tipis Senin (1/10). Pada penutupan di pasar spot, rupiah melemah tipis 0,05% ke level Rp 14.911 per dollar Amerika Serikat (AS). Berbeda dengan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah justru menguat 0,16% menjadi Rp 14.905 per dollar AS. BPS merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) bahwa pada September 2018 terjadi deflasi sebesar 0,18% month-on-month (MoM). Angka ini meningkat bila dibandingkan Agustus lalu yang deflasinya hanya menyentuh 0,05%. Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong mengatakan, pergerakan rupiah terbilang stabil namun tetap tertekan setelah munculnya data deflasi oleh BPS. "Nanti ada data tenaga kerja AS di akhir pekan, rupiah masih bergantung pada itu," ujarnya. Pergerakan rupiah juga masih menunggu data International Monetary Fund (IMF) Manufacturing AS pada Selasa (2/10). Sebelumnya, pada pekan lalu AS merilis pertumbuhan ekonomi yang meningkat 4,2%, data Personal Consumption Expediture yang masih di atas 2%, dan belum lama The Fed juga menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin. Vice President Economist Bank Permata Joshua Pardede mengatakan, walaupun berada dalam tekanan rupiah tetap akan tetap bertahan karena efek kenaikkan suku bunga oleh BI pekan lalu. "Bahkan di pasar obligasi foreign investor sudah masuk kembali di pasar obligasi, jadi ada faktor yang bisa menguatkan rupiah," jelasnya.