Sepuluh Tahun Mencari Orang Hilang



JAKARTA. Sudah sepuluh tahun lebih penyelidikan kasus penculikan beberapa aktivis dan mahasiswa tahun 1997/1998 terkatung-katung. Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait seakan menutup mata akan keberadaan kasus ini. Mereka juga tidak dengan segera menemukan keberadaan 13 korban penculikan yang belum kembali."Suami saya meninggal karena memikirkan nasib anak kami yang hilang di Sunter. Anak kami ini pelita hidup kami," ujar Nurhasanah, ibunda salah satu korban hilang Yadin Muhyidin dengan sendu.Setelah sepuluh tahun kasus ini terpendam, satu-satunya respon dan perkembangan terbaru datang dari para wakil rakyat di Senayan. Yaitu bangkitnya Pansus Orang Hilang setelah sempat mati suri selama kurang lebih satu tahun.Kecewa dengan bungkamnya pemerintah, Keluarga Korban Orang Hilang yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) mengaku bakalan mendatangi Istana Presiden Senin (10/11) ini. Mereka berharap dapat menagih janji Presiden untuk menuntaskan kasus ini."Presiden Yudhoyono adalah kunci dari kebuntuan kasus ini," tegas Mugiyanto, Koordinator IKOHI. Menurutnya, Presiden memiliki otoritas terhadap Mabes TNI untuk membuka dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP).Karena, Presiden pernah menjadi anggota DKP yang memeriksa beberapa perwira yang terlibat kasus ini. Lagipula, Panglima TNI Djoko Santoso sendiri pernah menegaskan bahwa dia bersedia memberikan dokumen DKP. "Yudhoyono tahu. Secara personal dia tahu si apa perannya apa, si korban hilang itu di mana," lanjut Mugiyanto.Sebelumnya, IKOHI bersama dengan anggota keluarga 13 korban penculikan dan Kontras mendatangi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Andi Mattalatta di Departemen Hukum dan HAM (Depkumham), Jakarta, pekan lalu.Mereka meminta agar Andi turut aktif berpartisipasi agar kasus orang hilang ini cepat terselesaikan. "Kita meminta Depkumham khususnya pak Menteri untuk mengambil langkah yang cukup aktif untuk mendorong pada Presiden untuk mencari keberadaan korban yang hilang," ujar Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida.Namun, Indria beserta keluarga korban harus menelan kekecewaan. Sebab, dalam pertemuan itu, Andi hanya menganjurkan agar upaya mereka mendasarkan pada upaya-upaya legal, seperti kembali ke kejaksaan."Kami tidak melihat terobosan yang akan dilakukan Menkumham, karena upaya mendorong Kejaksaan sudah lama kami lakukan," kata Indria.Menurut Indria, pada bulan Maret lalu, pihaknya sudah mempertemukan kelurga korban dengan Presiden. dalam pertemuan tersebut Presiden berjanji akan mendorong terselesaikannya kasus ini."Presiden menyarankan agar dibentuk tim koordinasi lintas departemen. Namun, sejauh ini yang saya lihat dan telah saya tanyakan di Depkumham, belum ada satu bentuk koordinasi yang cukup jelas," imbuh Indria.Lebih lanjut, keluarga korban yang diwakili baik oleh Indria maupun Mugiyanto mengaku gembira dengan bangkitnya Pansus Orang Hilang di DPR. "Kami memang sempat bertanya kenapa baru sekarang ada lagi setelah vakum tahun 2007," ujar Indria.Meskipun begitu, mereka tetap berharap agar Pansus mampu memenuhi kerja Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) untuk menemukan dimana orang-orang hilang tersebut. Sehingga pada akhirnya mampu mendorong Presiden untuk menyelesaikan kasus ini melalui Pengadilan HAM Ad Hoc. "Pansus ada karena Presiden bungkam," tukas Mugiyanto.Mereka juga berharap agar pansus mampu mendorong Kejaksaan Agung untuk membuka penyidikan kasus ini. "Masalahnya, Kejaksaan Agung kan tidak mau. Bahkan untuk pemberian kompensasi kepada keluarga korban kasus Tanjung Priok saja Kejaksaan Agung menutup diri," imbuh Indria.Kasus penculikan dan penghilangan paksa beberapa aktivis ini sendiri terjadi pada masa-masa menjelang jatuhnya pemerintahan Presiden Soeharto tahun 1997/1998. Setelah melalui perjuangan panjang, Komnas HAM akhirnya menyelesaikan penyelidikan untuk kasus ini, di akhir tahun 2006 lalu.Komnas HAM menyimpulkan terjadinya pelanggaran HAM berat serta merekomendasikan mekanisme pengadilan HAM Ad Hoc untuk peristiwa penculikan aktivis 1997/1998 serta pengadilan HAM permanen untuk peristiwa penghilangan paksa 13 orang aktivis 1997/1998.Dihubungi secara terpisah, Ketua Pansus Orang Hilang Effendi MS Simbolon mengaku akan terus memperjuangkan kasus ini walau fungsi pansus hanya sebatas memberikan sikap politis atau rekomendasi kepada Presiden semata."Proses ini enggak boleh lama di DPR. Karena DPR nggak punya kewenangan dalam rangka kewenangan yudisial. Karena yang dibutuhkan sikap DPR apakah mau melanjutkan atau tidak kasus ini ke pengadilan Ad Hoc," kata Effendi.Effendi sendiri secara pribadi sangat menyetujui dibentuknya sebuah pengadilan Ad Hoc. "Menurut saya, Pemerintah dalam hal ini Presiden juga harus turut bertanggungjawab menyelesaikannya," tegasnya. Saat ini aksi konkret Pansus yang terbentuk bulan Februari 2007 telah terjabar dalam empat langkah.  Pertama, Pansus akan melakukan klarifikasi kepada institusi negara yang menangani masalah HAM. Kedua, Pansus akan melakukan klarifikasi dengan pihak korban penculikan serta anggota keluarga korban penghilangan paksa beserta tim advokasinya.Ketiga, Pansus akan memanggil para pelaku penghilangan paksa sesuai nama-nama yang tertera dalam rekomendasi Komnas HAM kepada DPR bilamana diperlukan cross check. "Bukan kewenangan kami untuk ungkapkan siapa pelakunya. Kami tidak mengait-kaitan siapa, atau menambah-nambahi daftar pelaku, kami hanya memanggil pelaku sesuai rekomendasi Komnas HAM," tandas Effendi.Terakhir, Pansus pada masa reses DPR RI akan tetap bekerja, bahkan melakukan kunjungan ke keluarga korban dan Komnas HAM.Saat ini langkah Pansus baru sampai di tahap kedua. Sayangnya, upaya tahap kedua ini sedikit terhambat tatkala pihak keluarga korban dan tim advokasinya batal memenuhi undangan klarifikasi Pansus tanggal 22 Oktober 2008 kemarin.Salah satu korban, Haryanto Taslam yang sempat datang ke DPR mengaku takut jika Pansus hanya jadi kendaraan politik menuju Pemilu 2009 mendatang. Oleh sebab itu ia menuntut dibubarkannya Pansus tersebut.Effendi sendiri mengaku tidak ambil pusing dengan miringnya penilaian banyak pihak terhadap Pansus Orang hilang yang dipimpinnya. "Jika ada anggota Pansus yang tidak ingin Pansus ini dilanjutkan, silakan saja bersuara melalui suara fraksinya di Rapat Paripurna. Karena hasil akhir Pansus tergantung sikap politis masing-masing fraksi," elaknya.Effendi sendiri merasa yakin bakalan merampungkan tugas berat yang pernah vakum dalam masa kepemimpinan Panda Nababan ini. Pasalnya, ia mengaku kuat secara hukum. "Hak orang berkomentar. tetapi kan kita punya dasar UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: