Anda suka serabi? Kalau sudah bosan dengan serabi bandung atau serabi rengasdengklok, cobalah serabi ambarawa. Ada satu jalan di kota kecamatan itu yang diisi seratusan pedagang serabi. Coba saja mampir dan merasakan nikmatnya serabi van Kota Palagan ini. Selain dikenal sebagai Kota Palagan atau Kota Perjuangan, Ambarawa juga memiliki potensi kuliner yang khas, yakni serabi. Sentra penjualan serabi ini terletak di Desa Ngampin, Kecamatan Ambarawa. Letak persisnya di sepanjang Jalan MGR Sugiyopranoto yang menghubungkan Ambarawa dengan Magelang.Untuk menuju sentra serabi ini juga gampang. Jika Anda sedang melancong di Museum Palagan Ambarawa, dari museum ini arahkan saja kendaraan menuju ke arah Magelang. Nah, begitu Anda melalui Jalan Sugiyopranoto, di sebelah kanan dan kiri jalan, bakal Anda temukan deretan lapak-lapak sederhana dengan tenong berbentuk kerucut di atasnya milik para penjual serabi.Sudah sejak lama kawasan ini dipenuhi para penjual serabi. Karena itu, jangan heran, kalau musim mudik Lebaran, jalan selebar kurang lebih enam meter itu menjadi penuh sesak oleh kendaraan pemudik yang ingin mengudap serabi di situ. Ada pula yang membungkusnya untuk oleh-oleh.Serabi van Ambarawa ini memang khas. Berbeda dengan serabi bandung atau serabi kerawang yang bertekstur padat, serabi ambarawa ini lebih lunak. Cara mengudap serabi berdiameter 10 centimeter ini cukup ditambah kuah manis yang berasal dari gula jawa atau gula aren.Sekarang ini, jumlah penjual serabi yang mangkal di situ sudah mencapai seratusan pedagang yang kebanyakan perempuan. Dulu, penjual serabi di situ tak sebanyak sekarang ini.Kalau ditelisik ke belakang, munculnya sentra serabi ini bermula dari tradisi serabinan di Desa Ngampin. Tradisi serabinan ini sudah berjalan turun- temurun sejak ratusan tahun lalu. Tradisi ini sebenarnya untuk menyambut datangnya bulan Syakban. Warga percaya, untuk mendapatkan berkah serta permohonan kepada Tuhan agar mendapatkan jodoh, perlu ritual upacara pada malam 15 Sya'ban dalam setiap tahunnya. "Awalnya penjual serabi ini muncul dari sebuah tradisi masyarakat setempat," kata Romiyati, Ketua Paguyuban Serabi Mekar Sari. Untuk menjalankan ritual tersebut, para peserta harus lebih dulu membeli serabi yang dijual warga di sepanjang jalan raya Ambarawa-Jambu. Selanjutnya, mereka wajib mandi di Sendang Pitu atau sendang tujuh yang berupa tujuh mata air di desa Ngamping. Tujuh sumber air tersebut masing-masing punya nama, yakni Condong, Tulung, Klothok, Sambung, Ngisrep, Soca, dan Aji. Menurut kepercayaan, barang siapa yang mandi di seluruh sendang, khususnya yang masih bujangan, maka dia akan segera dapat jodoh.Namun, sejak 1989 terjadi pergeseran. Di luar upacara ritual itu banyak warga desa yang saban hari berjualan serabi. Kalau pada awalnya hanya tiga orang saja, kini telah berkembang hingga mencapai 100 orang yang menggantungkan hidup dari usaha penjualan serabi ini. Kebanyakan pedagang serabi di situ adalah generasi kedua. Mereka mewarisi usaha ini dari orang tua. "Saya mulai berjualan sejak kecil, ketika masih membantu orang tua," jelas Siti Suryatinah, pedagang serabi. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Serabi ambarawa: Bermula dari tradisi mandi di tujuh sendang (1)
Anda suka serabi? Kalau sudah bosan dengan serabi bandung atau serabi rengasdengklok, cobalah serabi ambarawa. Ada satu jalan di kota kecamatan itu yang diisi seratusan pedagang serabi. Coba saja mampir dan merasakan nikmatnya serabi van Kota Palagan ini. Selain dikenal sebagai Kota Palagan atau Kota Perjuangan, Ambarawa juga memiliki potensi kuliner yang khas, yakni serabi. Sentra penjualan serabi ini terletak di Desa Ngampin, Kecamatan Ambarawa. Letak persisnya di sepanjang Jalan MGR Sugiyopranoto yang menghubungkan Ambarawa dengan Magelang.Untuk menuju sentra serabi ini juga gampang. Jika Anda sedang melancong di Museum Palagan Ambarawa, dari museum ini arahkan saja kendaraan menuju ke arah Magelang. Nah, begitu Anda melalui Jalan Sugiyopranoto, di sebelah kanan dan kiri jalan, bakal Anda temukan deretan lapak-lapak sederhana dengan tenong berbentuk kerucut di atasnya milik para penjual serabi.Sudah sejak lama kawasan ini dipenuhi para penjual serabi. Karena itu, jangan heran, kalau musim mudik Lebaran, jalan selebar kurang lebih enam meter itu menjadi penuh sesak oleh kendaraan pemudik yang ingin mengudap serabi di situ. Ada pula yang membungkusnya untuk oleh-oleh.Serabi van Ambarawa ini memang khas. Berbeda dengan serabi bandung atau serabi kerawang yang bertekstur padat, serabi ambarawa ini lebih lunak. Cara mengudap serabi berdiameter 10 centimeter ini cukup ditambah kuah manis yang berasal dari gula jawa atau gula aren.Sekarang ini, jumlah penjual serabi yang mangkal di situ sudah mencapai seratusan pedagang yang kebanyakan perempuan. Dulu, penjual serabi di situ tak sebanyak sekarang ini.Kalau ditelisik ke belakang, munculnya sentra serabi ini bermula dari tradisi serabinan di Desa Ngampin. Tradisi serabinan ini sudah berjalan turun- temurun sejak ratusan tahun lalu. Tradisi ini sebenarnya untuk menyambut datangnya bulan Syakban. Warga percaya, untuk mendapatkan berkah serta permohonan kepada Tuhan agar mendapatkan jodoh, perlu ritual upacara pada malam 15 Sya'ban dalam setiap tahunnya. "Awalnya penjual serabi ini muncul dari sebuah tradisi masyarakat setempat," kata Romiyati, Ketua Paguyuban Serabi Mekar Sari. Untuk menjalankan ritual tersebut, para peserta harus lebih dulu membeli serabi yang dijual warga di sepanjang jalan raya Ambarawa-Jambu. Selanjutnya, mereka wajib mandi di Sendang Pitu atau sendang tujuh yang berupa tujuh mata air di desa Ngamping. Tujuh sumber air tersebut masing-masing punya nama, yakni Condong, Tulung, Klothok, Sambung, Ngisrep, Soca, dan Aji. Menurut kepercayaan, barang siapa yang mandi di seluruh sendang, khususnya yang masih bujangan, maka dia akan segera dapat jodoh.Namun, sejak 1989 terjadi pergeseran. Di luar upacara ritual itu banyak warga desa yang saban hari berjualan serabi. Kalau pada awalnya hanya tiga orang saja, kini telah berkembang hingga mencapai 100 orang yang menggantungkan hidup dari usaha penjualan serabi ini. Kebanyakan pedagang serabi di situ adalah generasi kedua. Mereka mewarisi usaha ini dari orang tua. "Saya mulai berjualan sejak kecil, ketika masih membantu orang tua," jelas Siti Suryatinah, pedagang serabi. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News