KONTAN.CO.ID - Pada Sabtu (16/11/2024), delapan orang tewas dan 17 lainnya terluka dalam serangan pisau di sebuah sekolah kejuruan di China timur. Menurut pihak kepolisian, tersangka yang merupakan seorang mantan siswa, telah ditangkap. Mengutip
CBS News, serangan itu terjadi pada malam hari di Institut Seni dan Teknologi Kejuruan Wuxi di kota Yixing di provinsi Jiangsu.
Demikian pernyataan pihak kepolisian di Yixing dalam sebuah pernyataan, mengonfirmasi jumlah korban. Ini adalah insiden kekerasan fatal kedua di China dalam hitungan hari. Awal minggu ini, seorang pria berusia 62 tahun menewaskan 35 orang dan melukai lebih dari 40 orang lainnya ketika ia menabrakkan SUV kecilnya ke kerumunan di kota selatan Zhuhai. Menurut polisi, tersangka ditemukan di dalam mobil dengan pisau, dengan luka di lehernya yang diduga merupakan upaya untuk mencederai atau melukai diri sendiri. Polisi mengatakan tersangka dalam serangan pisau itu adalah seorang mantan siswa berusia 21 tahun di sekolah itu yang seharusnya lulus tahun ini, tetapi gagal dalam ujiannya.
Baca Juga: Xi Jinping Berjanji Menjalin Kerjasama dengan Donald Trump "Ia kembali ke sekolah untuk melampiaskan kemarahannya dan melakukan pembunuhan ini," kata polisi. Polisi menambahkan bahwa tersangka telah mengakui perbuatannya. Di Yixing, polisi mengatakan layanan darurat dikerahkan sepenuhnya untuk merawat yang terluka, dan memberikan perawatan lanjutan bagi mereka yang terkena serangan. Kejahatan dengan pisau yang disertai kekerasan bukanlah hal yang jarang terjadi di Tiongkok, tempat senjata api dikontrol ketat, tetapi serangan dengan jumlah korban tewas yang tinggi relatif jarang terjadi. Dalam beberapa bulan terakhir, telah terjadi serentetan serangan lainnya. Pada bulan Oktober di Shanghai, seorang pria menewaskan tiga orang dan melukai 15 lainnya dalam serangan pisau di sebuah supermarket.
Tonton: China Menang Banyak di Rusia, Salah Satunya di Sektor ini Dan bulan sebelumnya, seorang anak sekolah Jepang ditikam hingga tewas di kota selatan Shenzhen, yang berbatasan dengan Hong Kong.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie