Serangan virus corona mereda, aksi unjuk rasa Hong Kong kembali bermunculan



KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Aksi unjuk rasa kembali bermunculan di sejumlah wilayah Hong Kong pada hari Minggu (10/5/2020). Kemarin, puluhan orang berkumpul di pusat-pusat perbelanjaan untuk menyuarakan kemarahan mereka dengan pemerintah dan polisi, yang menurut para pengunjukrasa menyalahgunakan hukum jarak jauh sosial untuk membatasi kebebasan sipil.

Melansir The Star, kehadiran polisi yang cukup banyak menggagalkan aksi Kemerdekaan Hong Kong yang diimbau oleh komunitas pengunjuk rasa online. Namun, puluhan orang yang mengenakan masker tetap menghadiri aksi protes di pusat perbelanjaan setidaknya di enam distrik.

Polisi memperingatkan para pengunjuk rasa bahwa mereka melanggar aturan sosial yang melarang lebih dari delapan orang untuk berkumpul di tempat umum.


Baca Juga: Gara-gara corona, properti Hong Kong tak lagi dirilik investor China

Di distrik Tsim Sha Tsui kelas atas, di dekat titik awal pawai yang diusulkan, setidaknya dua pengunjukrasa ditangkap.

Beberapa pelaku unjuk rasa memegang spanduk hitam yang menuntut kemerdekaan Hong Kong dan kelompok-kelompok tersebut menyanyikan lagu protes paling populer "Glory to Hong Kong."

Seorang lelaki paruh baya memegang papan bertuliskan hal yang mempermalukan polisi atas insiden minggu lalu di mana dua petugas ditemukan telah mencuri 25 kilogram obat-obatan terlarang baru-baru ini.

Baca Juga: Wah, peneliti Hong Kong temukan lapisan antivirus corona

Polisi anti huru hara berhenti dan mencari puluhan pemuda di dekat feri Tsim Sha Tsui dan di pusat-pusat perbelanjaan tempat para demonstran berkumpul. 

Komunitas pengunjukrasa online telah menuduh pemerintah sengaja memberlakukan hukum jarak sosial untuk mencegah aksi protes sejak kota itu tidak mencatatkan kasus Covid-19 yang ditransmisikan secara lokal dalam tiga minggu terakhir.

Mengingatkan saja, aksi unjuk rasa pertama pecah Juni lalu terkait usulan RUU yang sebagian besar dipandang sebagai ancaman bagi otonomi Hong Kong dari China.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie