Serikat pekerja soroti syarat mendapatkan keringanan iuran BPJS Ketenagakerjaan



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, kehadiran Peraturan Pemerintah (PP) No. 49 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan selama bencana non alam penyebaran Covid-19 merupakan hal baik yang sudah beberapa bulan ini ditunggu.

“Inti dari PP ini adalah adanya penyesuaian iuran berupa pertama, kelonggaran batas waktu pembayaran iuran program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKm), jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun (JP). Kedua, keringanan iuran JKK dan JKm; dan Ketiga, penundaan pembayaran sebagian iuran JP. Hal ini diatur di pasal 3,” kata Timboel dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/9).

Timboel mengapresiasi kehadiran PP No. 49 Tahun 2020, sebagai upaya pemerintah untuk membantu pekerja dan pengusaha dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Sebab, PP ini sudah lama ditunggu kalangan pengusaha. Adanya PP ini diharapkan dapat membantu cash flow perusahaan dalam menggerakkan roda produksi mereka.


Baca Juga: Jokowi teken PP pelonggaran iuran BPJS Ketenagakerjaan, ini poin-poin isinya

Namun, Timboel mengatakan, persoalan substansial PP ini ada di Pasal 13. Yakni bagi pemberi kerja dan PBPU yang mendaftar sebelum Agustus 2020, pemberian keringanan iuran JKK dan JKm di PP ini mensyaratkan pemberi kerja dan PBPU tersebut harus melunasi tunggakan iuran hingga bulan Juli 2020.

“Tentunya sejak Covid-19 hadir hingga saat ini sudah banyak perusahaan yang terdampak dan mengalami kesulitan cash flow sehingga menunggak iuran,” ucap dia.

Timboel menilai persyaratan yang ada di Pasal 13 PP 49/2020 tersebut tidak tepat. Ia mengatakan, perusahaan yang sudah mengalami kesulitan cash flow karena pandemi ini justru yang seharusnya dibantu sehingga perusahaan tetap eksis dan pekerja tetap bisa mendapatkan manfaat jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKm).

“Bila perusahaan yang mengalami kesulitan cash flow tidak mampu membayar tunggakan iuran sampai Juli 2020 maka perusahaan tersebut tidak dapat keringanan iuran JKK dan JKm sebesar 99%. Sudah sulit malah tidak mendapatkan keringanan iuran. Ini kan tidak adil,” jelas dia.

Timboel menyebut, dengan adanya persyaratan tersebut berarti sebenarnya keringanan iuran JKK dan JKm hanya untuk membantu perusahaan yang memang mampu. Bukan untuk membantu perusahaan yang tidak mampu karena pandemi ini.

“Saya kira ini tidak sesuai dengan tujuan yang ada di Pasal 2 PP No. 49 ini yaitu untuk memberikan perlindungan bagi peserta dan kelangsungan usaha,” ujar dia.

Oleh karena itu, Timboel mengusulkan seharusnya syarat pembayaran tunggakan iuran hingga Juli 2020 bisa dicicil sehingga perusahaan yang menunggak tersebut tetap mendapat keringanan pembayaran iuran JKK dan JKm. Hal ini pun diperlakukan juga untuk PBPU yang menunggak iuran.

“Semoga Pemerintah berkenan meninjau kembali pasal 13 sehingga tujuan PP No 49 ini yang diamanatkan Pasal 2 yaitu memberikan perlindungan bagi peserta dan kelangsungan usaha selama bencana nonalam penyebaran Covid-19 benar-benar bisa membantu seluruh perusahaan dan pekerja di masa pandemi ini,” kata Timboel.

Selanjutnya: DKI Jakarta menempati peringkat teratas penerima bantuan subsidi gaji bagi pekerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat