Serupa Inggris 1992, Soros di balik fluktuasi yen?



NEW YORK. Perang mata uang rupanya tak hanya memberikan ketegangan antar negara-negara maju di dunia. Di balik konflik yen, rupanya ada pemodal yang meraup cuan besar.

Sejumlah investor sekaligus hedge-fund kelas kakap dari Amerika Serikat (AS) bergembira karena meraup miliaran dolar AS dengan berspekulasi dalam mata uang yen. Para investor memanfaatkan kebijakan moneter Jepang melemahkan yen demi mendongkrak ekonomi domestik.

Salah satu yang senang dengan fluktuasi nilai tukar yen terhadap dollar AS adalah George Soros. Sumber Wall Street Journal yang mengetahui informasi ini dengan pasti membocorkan, pria berusia 82 tahun itu untung hingga US$ 1 miliar sejak November 2012. Sejak periode tersebut hingga awal Februari 2013, yen sudah menguat sekitar 20% terhadap dollar AS, hal yang justru ditakutkan oleh pemerintah Jepang karena mengganggu kinerja ekspor.


Miliaran dollar yang masuk rekening Soros mengingatkan pada kejadian serupa yang menimpa Inggris pada tahun 1992. Ia dijuluki sebagai "Pria Yang Menghancurkan Pound" (The Man Who Broke the Pound) karena berhasil untung US$ 1 miliar sehari ketika Bank of England menghentikan kebijakan nilai tukar tetap.

Penyandang predikat filantropis dan pendiri Open Society Institute itu juga pernah dituduh ada di balik krisis ekonomi Asia tahun 1998, termasuk ketika rupiah hancur.

Soros menancapkan bisnis di Jepang

Memang, tak banyak investor yang mendapat untung sebanyak Soros. Menurut para narasumber, Soros Fund Management dengan total dana kelolaan US$ 24 miliar berhasil mencetak laba di atas kertas sebesar hampir US$1 miliar atau tertinggi di antar pemani valuta asing (valas) lainnya.

Perusahaan itu masih menanamkan uang untuk Soros dan keluarganya. Mereka mengelola sekitar US$15 miliar dan mengalokasikan sisanya kepada investor lain. Soros Fund Management sejak pertengahan tahun lalu dipimpin oleh Scott Bessent, yang pada akhir 2012 memutuskan untuk semakin aktif bermain di yen.

Perusahaan Soros itu juga berhasil mengelola saham di bursa Jepang, yang akhir-akhir ini menguat. Saham Jepang mewakili sekitar 10% portofolio internal perusahaan Soros, demikian narasumber yang dekat dengan perusahaan.

Pihak lain yang juga menangguk fulus dengan menunggangi depresiasi nilai yen adalah Greenlight Capital milik David Einhorn, Third Point LLC milik Daniel Loeb, dan Hayman Capital Management LP milik Kyle Bass.

Bank of America juga untung

Perlu diketahui para investor mulai terjun dalam trading yen pada akhir tahun 2012 menjelang pemilihan Shinzo Abe sebagai perdana menteri. Ketika Abe dan pejabat lainnya menyatakan niatnya menurunkan nilai yen secara terbuka, para trader semakin agresif dan membantu pelemahan terhadap yen.

Dalam waktu singkat, agen penjualan dan perdagangan di sektor perbankan menginformasikan investor hedge-fund dan lainnya bahwa waktu spekulasi yen besar-besaran telah tiba.

Terpilihnya Abe sebagai perdana menteri serta penjualan oleh investor hedge-fund berdampak besar. Rabu kemarin (13/2), posisi atas dolar AS tercatat 93 yen, turun ketimbang level pertengahan November, yakni 79 yen per dolar AS.

“Ini merupakan pertaruhan atas Abe-nomics,” ujar seseorang yang dekat dengan perusahaan milik. Banyak pihak lain juga memiliki kesimpulan sama. Salah satu analis perdagangan yang paling vokal adalah Robert Ettinger, kepala options trading mata uang di Bank of America.

Ettinger mengungkap bagaimana ia mencintai perdagangan yen saat nilainya terus melemah, demikian ungkap seorang investor yang mendengar pernyataan Ettinger. Menurut para narasumber yang mengetahui masalah ini, divisi trading Bank of America juga menuai untung dari aktivitas itu. Ettinger menolak memberikan keterangan atas pemanfaatan fluktuasi yen tersebut.

Sebenarnya, Jepang terjebak dalam situasi yang pelik, yakni antara menyelamatkan ekonominya dan menerima tekanan asing. Jerman dan Perancis dalah dua negara yang dengan keras mengecam kebijakan Jepang. Sementara itu, sejumlah pemerintahan negara lain mengancam akan menurunkan nilai mata uangnya guna bisa terus bersaing dengan Jepang. Seperti halnya Jepang, banyak negara lain bergantung pada ekspor, yang akan lebih menguntungkan jika mata uang domestik bernilai lebih rendah.

Editor: