Setelah Freeport, Inalum akan serap 20% divestasi saham Vale Indonesia?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui holding industri pertambangannya, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sepertinya akan menyerap 20% saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang akan didivestasi selambat-lambatnya pada Oktober 2019 nanti.

Deputi Kementerian BUMN Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media, Fajar Harry Sampurno mengungkapkan, pihaknya berminat untuk mengambil saham tersebut. Hanya saja, pihaknya masih belum memberikan penugasan, kepada siapa 20% saham INCO akan diserap.

"Tentunya kalau kita pasti berminat, tapi belum ada penugasan," ujar Fajar disela acara diskusi hilirisasi pertambangan yang diadakan Inalum, di Jakarta, Jumat (1/2).


Lebih lanjut, menurut Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak, pihaknya memang telah menerima surat kesiapan divestasi dari INCO . Yunus bilang, saat ini posisi proses ini masih merupakan aksi korporasi dari INCO yang harus dilaporkan kepada pemerintah.

Yunus bilang, Vale pun telah memberikan laporan kepada Kementerian Keuangan, sembari tengah intens menawarkan kepada Kementerian BUMN. "Aksi korporasinya pun akan diberikan kepada pemerintah, kepada BUMN. Ya di antaranya (ditawarkan) Inalum dan Aneka Tambang," ungkapnya.

Namun, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam) Arie Prabowo Ariotedjo mengaku tidak tertarik untuk menyerap 20% saham INCO . Hal ini lantaran pada tahun ini, Antam lebih memilih fokus untuk mengembangkan hilirisasi dengan sejumlah proyek pembangunan dan pengembangan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).

"No Comment dulu kalau (terkait) Vale, Antam nggak. Kita ada prioritas mengembangkan downstream, karena kita punya resources yang cukup banyak, kalau downstream-nya nggak ada mau diapakan?" terang Arie.

Sebaliknya, meskipun enggan mengungkapkannya secara gamblang, namun Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin memberikan sinyal ketertarikannya terhadap 20% saham INCO.

Secara diplomatis, Budi mengatakan bahwa nikel, yang menjadi komoditas INCO, memiliki nilai strategis, khususnya sebagai bahan baku baterai guna mendukung pengembangan mobil listrik.

Asal tahu saja, per tahun 2017, cadangan bijih nikel yang dimiliki Inco tercatat sebanyak 95,1 juta ton, yang terdiri dari 82,7 juta ton cadangan terbukti dan 12,4 juta ton cadangan terkira.

Dengan jumlah sebanyak itu, INCO menjadi salah satu pemegang tambang nikel terbesar di Indonesia, apalagi bijih nikel merupakan bahan baku utama untuk membuat baterai isi ulang (lithium ion-batteray) mobil listrik.

Sehingga, apabila ada penugasan dari pemerintah, Budi pun tak menampik untuk siap menyerap 20% saham INCO kepada holding industri pertambangan BUMN ini. Alhasil, saat ini Inalum masih menunggu arahan dari Menteri ESDM Ignatius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

"Jadi kalau ditanya atau ditugasi, penting nggak? ya saya bilang penting. Tergantung yang memberi tugas, itu mesti tanya ke Bu Menteri (BUMN) dan Pak Menteri (ESDM)," kata Budi.

Adapun, saat dikonfirmasi Kontan.co.id, Direktur Utama Vale Indonesia Niko Kanter maupun Manager Communication, Bayu Aji, enggan untuk memberikan keterangan.

Sebagai informasi, sesuai dengan amandemen KK Vale Indonesia dan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, perusahaan yang terafiliasi dengan korporasi tambang raksasa asal Brasil, Vale SA ini, diwajibkan untuk mendivestasikan 20% sahamnya paling lambat lima tahun setelah amandemen KK, pada 17 Oktober 2014.

Proses kali ini menjadi yang kedua untuk menggenapi divestasi Inco menjadi 40%. Sebelumnya pada tahun 1990, Inco sudah melepaskan 20% sahamnya kepada publik di Bursa Efek Indonesia, yang diakui sebagai bagian dari divestasi.

Sementara bagi Inalum, jika jadi menyerap 20% saham Inco, ini menjadi kali kedua Inalum menyerap saham hasil divestasi. Setelah pada 21 Desember 2018, holding perusahaan tambang BUMN ini berhasil menggenggam 51,23% saham PT Freeport Indonesia dengan membayar US$ 3,85 miliar, hasil dari penerbitan global bond.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi