PT Asuransi Jiwasyara (Persero) menunjukkan keseriusan dalam menyelesaikan pembayaran atas polis bancassurance JS Proteksi Plan yang telah jatuh tempo. Perusahaaan membayar bunga sebesar Rp 96,58 miliar atas 1.286 polis yang jatuh tempo hingga Senin (15 Oktober 2018)). Pembayaran pokok akan dilakukan bertahap bagi nasabah yang tidak menginginkan perpanjangan (roll over) polisnya. Jiwasraya berkomitmen menyelesaikan kewajiban kepada pemegang polis secara menyeluruh, meski dilakukan secara bertahap dan berjanji akan menyelesaikan masalah ini dalam tenggang waktu yang tidak terlalu lama. Sementara itu, perusahaan pelat merah tersebut menawarkan dua opsi bagi nasabah yang polisnya telah jatuh tempo.
Pertama, memperpanjang
(roll over) polisnya selama satu tahun, dengan penawaran bunga sebesar 7% per tahun neto dibayar di muka atau setara 7,49% per tahun net efektif. Ini merupakan upaya perusahaan, dalam melakukan
win win solution kepada pemegang polis. Opsi
kedua, bagi pemegang polis yang tidak ingin melakukan
roll over, perusahaan akan memberikan bunga pengembangan efektif sebesar 5,75% per tahun netto sesuai dengan surat Jiwasraya kepada mitra bank tertanggal 10 Oktober 2018.
Tidak dijelaskan sumber dana pembayaran bunga maupun nilai tunai polis jatuh tempo. Perusahaan dilaporkan tengah mencari solusi jangka panjang untuk langkah kedepan. Berdasarkan perhitungan jika bunga yang dibayar sebesar Rp 96, 58 miliar dan mencerminkan bunga 7% setahun, maka nilai polis jatuh tempo menjadi sekitar sekitar Rp 1,38 triliun. Dengan kata lain, nilai gagal bayar produk JS Proteksi Plan bisa lebih besar dari Rp 802 miliar. Sejauh ini, indikasinya adalah kesalahan dalam pengelolaan investasi. Mayoritas dana kelolaan diinvestasikan dalam bentuk sekuritas (efek) di pasar modal. Persoalannya, pasar modal tengah lesu sehingga harga efek turun sehingga tidak bisa segera dilepas untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Disisi lain masih banyak yang belum jelas dalam kasus tunda bayar Jiwasraya semisal siapa manager investasi , sekuritas dan kustodian. Bagaimanapun, aksi cepat tanggap yang diambil manajemen Jiwasraya dinilai tepat dan disambut pasar dengan positif sehingga pasar tidak bergejolak. Dilaporkan bank mitra berbicara dengan para nasabah dengan baik. Namun pasar masih dihantui kabar sejumlah asuransi lain menghadapi masalah yang sama dengan Jiwasraya. Hal ini wajar mengingat masalah yang dihadapi Jiwasraya tidak jauh berbeda dengan asuransi besar lain AJB Bumiputera 1912 yang tidak kunjung menunjukkan tanda penyelesaian akhir. Jiwasraya dikenal pernah mengatasi asset
liability gap kronis yang dialami dengan tehnik
financial Re dan revaluasi aset hingga menuai pujian dari pemegang saham (Kementerian BUMN) bahwa restrukturisasi Jiwasraya berlangsung tanpa suntikan modal. Kedepan dalam jangka pendek dan menengah ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan Jiwasraya dalam tahap yang bisa disebut rekonstruksi dan rehabilitasi setelah melalui tahap tanggap darurat diatas.
Pertama, menghentikan produk
saving plan untuk sementara. Menata kembali struktur biaya, margin bersih, fitur yang ditawarkan dan koordinasi yang lebih baik antara pemasaran, aktuaris dan investasi. Dibentuk semacam
Asset Liability Committee (ALCO ) seperti halnya bank.
Kedua, memisahkan pencatatan pendapatan premi yang murni proteksi dengan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI ) Ketentuan di dalam IFRS (
International Financial Reporting Standards) mengharuskan laporan keuangan perusahaan asuransi memisahkan transaksi premi proteksi dan premi investasi. Lembaga profesi akuntansi IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS pada 1 Januari 2012. Penerapan ini bertujuan agar daya informasi laporan keuangan dapat terus meningkat sehingga laporan keuangan dapat semakin mudah dipahami dan dapat dengan mudah digunakan baik bagi penyusun, auditor, maupun pembaca atau pengguna lain. Indonesia sendiri merupakan bagian dari IFAC
(International Federation of Accountant) yang harus tunduk pada SMO
(statement membership obligation), Salah satunya adalah dengan menggunakan IFRS sebagai
accounting standard. Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum. Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar. Kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif.
Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value. Penggunaan
off balance sheet semakin terbatas. Indonesia sebagai bagian dari Negara G 20 tidak luput dari kesepakatan untuk melaksanakan konvergensi IFRS, hasil pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC, 15 November 2008. Diantaranya prinsip prinsip memperkuat transparansi, akuntabilitas , integritas dan regulasi. Konvergensi dapat berarti harmonisasi atau standardisasi, namun harmonisasi dalam konteks akuntansi dipandang sebagai suatu proses meningkatkan kesesuaian praktik akuntansi dengan menetapkan batas tingkat keberagaman. Jika dikaitkan dengan IFRS maka konvergensi dapat diartikan sebagai proses menyesuaikan standar akuntansi keuangan (SAK) terhadap IFRS. Di Indonesia, standar akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan yang memiliki akuntabilitas publik adalah PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan). PSAK merupakan kumpulan dari berbagai standar akuntansi di dunia dan telah disesuaikan untuk digunakan di Indonesia. Adanya tuntutan globalisasi atau tuntutan untuk menyamakan persepsi akuntansi di setiap negara mengakibatkan munculnya standar akuntansi internasional yang lebih dikenal dengan IFRS. Bertujuan untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis dalam bisnis lintas negara. Konvergensi IFRS dapat memberikan dampak positif dan negatif dalam dunia bisnis dan jasa audit di Indonesia. Antara lain akses pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global. Penggunaan
off balance sheet semakin terbatas, proses rekonsiliasi bisnis dalam bisnis lintas negara akan semakin mudah dan meningkatkan kepercayaan internasional untuk berinvestasi di Indonesia.
Penerapan IFRS di sektor asuransi sendiri mengharuskan laporan keuangan perusahaan asuransi memisahkan transaksi premi proteksi dan premi investasi yang akan berdampak sangat besar bagi kinerja keuangan perusahaan asuransi. Dengan demikian dapat diketahui struktur biaya dan laba bersih yang diperoleh dari masing masing pos premi murni asuransi dengan pos pendapatan yang berbasis investasi
Ketiga, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh perjanjian bancassurance . Memastikan tidak ada komitmen
licence fee atau
up front fee yang bersifat tetap serta menyusun
exit plan bila kerjasama bancassurance harus diakhiri . Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Markus Sumartomjon