Setelah menguat tinggi, harga minyak berpotensi berbalik arah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah dunia melambung setelah Amerika Serikat (AS) menghentikan keran impor minyak Iran yang segera diberlakukan pada 2 Mei mendatang. Namun, dalam sepekan ke depan analis memproyeksikan kenaikan harga minyak tidak akan berlanjut karena adanya aksi profit taking dan proyeksi cadangan minyak AS yang naik.

Mengutip Bloomberg, Rabu (24/4), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Juni 2019 berada di US$ 65,98 per barel atau turun 0,48% dari US$ 66,30% per barel di hari sebelumnya.

Analis Monex Investindo Futures Faisyal memproyeksikan sentimen AS melawan Iran akan segera memudar dalam mempengaruhi kenaikan harga minyak. Sebaliknya, data fundamental cadangan minyak yang diproyeksikan naik bisa kembali membuat harga minyak turun.


Seperti hari ini, Faisyal mengatakan harga minyak terkoreksi karena muncul pernyataan dari International Energy Agency (IEA) bahwa pasokan minyak masih tersedia karena kapasitas produksi dan cadangan global berada di level yang cukup tinggi.

"Jadi, langkah yang AS lakukan ke Iran saat ini tidak serta merta mengetatkan supply minyak global," kata Faisyal. 

Apalagi, pagi ini American Petroleum Institute (API) mencatat cadangan minyak AS naik 6,9 juta barel.

Faisyal juga memproyeksikan data cadangan AS lainnya yang akan keluar nanti malam juga akan meningkat. "Bila memang cadangan minyak AS terkonfirmasi sama atau naik lebih tinggi dari ekspektasi maka harga minyak bisa terkoreksi lagi melanjutkan pelemahan di hari ini," kata Faisyal.

Tren kenaikan harga minyak berpotensi berbalik arah juga karena ada indikasi Rusia bersama anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) mengatakan akan mengakhiri perjanjian pembatasan produksi minyak.

"Rusia dan OPEC kini bertarung merebutkan pangsa pasar dan harga minyak akan terkoreksi turun jika ditambah sentimen melambatnya ekonomi global yang menyebabkan permintaan turun," kata Faisyal.

Di akhir pekan, pelaku pasar masih akan menanti data pengeboran minyak AS. Jika data pengeboran terkonfrimasi naik, maka harga minyak berpotensi turun.

Dalam sepekan depan, Faisyal memproyeksikan harga minyak berada di US$ 60,60 per dollar AS hingga US$ 71,85 per dollar AS. Faisyal merekomendasikan sell on rally.

Senada, Analis Asia Trade Point Future Deddy Yusuf Siregar mengatakan dalam jangka pendek harga minyak akan terkoreksi karena adanya aksi profit taking. Maklum, sejak awal tahun harga minyak berhasil menguat 46%.

Dalam sepekan Deddy memproyeksikan rentang harga minyak di US$ 64,43 per barel hingga US$ 67,30 per barel.

"Rekomendasi saat ini jangan ambil posisi dulu karena masih ada potensi profit taking, pasar juga masih menanti data persediaan minyak di AS," kata Deddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi