Setelah Mesir, sekarang giliran Bahrain, Iran dan Yaman yang bergolak



RIYADH. Kemarin (14/2) para demonstran bentrok dengan pasukan keamanan di Bahrain, Yaman dan Iran. Mereka berani menentang rezim yang berkuasa di negara masing-masing setelah terinspirasi dari penggulingan kekuasaan Hosni Mubarak di Mesir.Polisi anti huru hara di Bahrain menembakkan gas air mata untuk membubarkan protes di seluruh negara. Satu orang telah dilaporkan tewas ditembak oleh polisi dalam insiden ini. Para demonstran di Bahrain menuntut kebebasan politik dan perluasan kesempatan dan lapangan pekerjaan.Sementara ribuan demonstran di Yaman telah melakukan protes untuk hari kelimanya dengan berkumpul di Universitas Yaman Sanaa. Mereka menuntun lengsernya Presiden Abdullah Saleh. Aksi demo ini menyebabkan bentrok dengan polisi.Kondisi di Teheran, Iran tak jauh beda. Ribuan aparat keamanan dikerahkan untuk menghentikan demonstran yang berdemo secara terpisah dan berkelompok. Al-Jazeera melaporkan, pada akhirnya kelompok-kelompok demonstran ini berkumpul di pusat Lapangan Azadi.Para penguasa di Iran sejatinya ikut bergembira terkait jatuhnya rezim Mubarak, sebab hal ini bisa memperbesar porsi kedudukan Iran di Timur Tengah. Namun, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran di tengah para penguasa Iran sebab kedudukan mereka di pemerintahan akan terancam jika rakyat terinspirasi untuk melakukan aksi menggulingkan pemerintahan."Setiap negara memiliki keunikan kondisi politik dan ekonomi sendiri-sendiri. Namun, Iran, Yaman atau Bahrain memang rentan terhadap kerusuhan sosial setelah apa yang terjadi di Mesir," kata Alireza Nader pengamat kebijakan internasional Rand Corporation.Gejolak anti rezim otoriter sedang memasuki tahap baru saat ini, dari bangsa Arab bergeser ke wilayah Teluk Persia. Padahal wilayah ini sangat penting bagi AS dan negara industri lainnya karena lebih dari 50% cadangan minyak berasal dari wilayah ini.

Ketidakpastian ekonomi di Bahrain tercermin dari naiknya asuransi utang pemerintah yang meningkat 11 basis poin dan menjadi yang tertinggi sejak 4 Februari 2011. Namun, minyak telah turun 77 sen menjadi US$ 84,81 per barel di New York Merchentile Exchange karena pasokan minyak di AS berlimpah dan ketegangan di Mesir mereda.

"Bahrain menjadi negara yang paling rentan, karena keluhan dari masyoritas penduduk Syiah telah lama muncul. Standarisasi lingkungan dan kehidupan penduduk Syiah dibawah penduduk Sunni," kata Theodore Karasik Direktur Penelitian Institut Dubai. Para demonstran di Bahrain bentrok dengan polisi di lorong-lorong Diraz di pantai barat laut. Pengunjuk rasa dari Muslim Syiah melempar batu dan membangun barikade dari balok kayu dan semen. Sementara, polisi menembakkan gas air mata dan melemparkan granat. Penduduk muslim Syiah di Bahrain mewakili sekitar 70% dari total populasi. Mereka selama ini merasa didiskriminasikan lantaran keluarga kerajaan Bahrain dekat dengan pemerintah Arab Saudi dari Sunni yang menjadi kekuatan ekonomi terbesar di Arab.


Himpun kekuatan lewat FacebookJejaring sosial menjadi alat komunikasi yang ampuh untuk pengorganisasian massa ketika pemberontakan di Mesir terjadi. Hal ini pula yang dilakukan oleh para demonstran di Bahrain.

Mereka membentuk grup bernama "the Revolution of 14th February in Bahrain". Grup ini digunakan untuk menyebarkan aksi protes. Saat ini lebih dari 13.400 orang telah menjadi pengikut grup ini.

Editor: Rizki Caturini