Setelah Pileg, pemerintah akan bahas subsidi BBM



JAKARTA. Pemerintah menjanjikan ada kebijakan baru untuk menangani beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang terus membengkak setiap tahunnya.

Setelah pemilihan umum (pemilu) legislatif yang berlangsung pada April nanti, pemerintah akan melakukan pembahasan dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terpilih. Seperti diketahui, setiap tahunnya pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) membengkak karena beban subsidi BBM. Ambil contoh, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013. Dalam APBN-P 2013 anggaran subsidi BBM sebesar Rp 200 triliun.

Namun, karena nilai tukar rupiah terhadap mata uang Amerika Serikat (AS) rata-rata Rp 10.400 per dollar AS, maka ada lonjakan subsidi mencapai Rp 50 triliun. Apalagi produksi minyak mentah dalam negeri sedang merosot. Tak urung, anggaran subsidi bbm menjadi Rp 250 triliun. Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, mulai tahun ini Indonesia akan mempunyai kebijakan subsidi BBM yang lebih memberikan kepastian. Tidak seperti kebijakan tahun-tahun sebelumnya yang semuanya dibebankan pada negara. Bambang menjelaskan, pihaknya bisa memberikan subsidi tetap per liter. Subsidi tetap menjadi salah satu opsi yang akan dipikirkan oleh Kemkeu. Namun, dirinya belum mau menjelaskan lebih detil berapa kira-kira subsidi tetap yang akan diberikan pemerintah. "Pokoknya harus membuat anggaran kita lebih berkelanjutan," ujar Bambang, Senin (20/1). Karena itu, setelah bulan Mei 2014 ketika anggota DPR yang baru telah terpilih, Kemkeu akan mulai melakukan pembahasan. Ketika ditanyakan seberapa optimis pemerintah dengan DPR baru bias mengeluarkan kebijakan baru di tengah tahun politik, Bambang tidak dapat memberikan jawaban pasti.


Dia menegaskan, kalaupun ingin mengeluarkan kebijakan subsidi BBM, maka pemerintah akan menjaga inflasi pada tingkat yang tidak terlalu berat. "Permasalahan subsidi baik itu BBM ataupun listrik harus dicarikan jalan keluar agar kondisi perekonomian stabil," katanya.

Ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan berpendapat, kontraksi fiskal akan sulit dilakukan pemerintah di tahun pemilu. Kebijakan mengenai subsidi, entah itu kenaikan BBM ataupun subsidi, tetap berada di tangan otoritas tertinggi, yakni Presiden. Namun, dia menilai, karena keputusannya adalah politis, maka sulit dimungkinkan terjadi di tahun terakhir kepemimpinan SBY.

Fauzi sendiri menilai, akan lebih tepat kalau pemerintahan baru di tahun 2015 mendatang menaikkan kembali harga bbm.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menimpali, kebijakan subsidi tetap adalah kebijakan yang seharusnya diambil pemerintah karena risiko fiskal relatif bisa diatur. Tidak hanya soal pembengkakan anggaran yang selama ini terjadi, kebijakan subsidi sekarang ini membuat investor enggan berinvestasi di surat utang negara (SUN). Kalaupun mau berinvestasi maka mereka akan meminta imbal hasil alias yield yang lebih besar. Mereka melihat kondisi fiskal Indonesia tidak berkelanjutan. "Ini tidak baik," tandas David. Karena itu, pemerintah dan DPR terpilih sebaiknya bisa melihat peluang subsidi tetap ini untuk dipilih sebagai kebijakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan