Setelah toko batik, Hamzah masuk bisnis restoran (3)



Jatuh bangun menjalankan usaha sudah dirasakan Hamzah Sulaiman. Pengalaman pahit yang pernah dialaminya ketika Mirota Batik di Malioboro terbakar. Peristiwa itu terjadi pada 2 Mei 2004. Tidak ada satu pun yang tersisa pasca kebakaran tersebut. Semuanya ludes dilalap si jago merah. Tetapi, hal itu tidak membuatnya putus asa. Pantang menyerah dan terus berusaha memang menjadi moto hidupnya.Untungnya, ia masih memiliki sisa tabungan untuk membangun kembali Mirota. Hanya dalam waktu setahun, Hamzah berhasil membangun kembali gedung Mirota Batik di Malioboro. Bahkan, gedung baru tersebut tampak lebih megah dari bangunan lama. Terdiri dari empat lantai, Mirota Batik kini menyerupai mal.Yang memakan waktu agak lama ketika ia harus mengisi dan mengembalikan detail toko. Konsepnya, ia ingin membangun tempat wisata belanja batik dan kerajinan yang nyaman. Tapi, semua kesulitan itu berhasil dilaluinya.Mirota kali ini lebih mentereng dan lengkap. Jumlah pengunjung pun kian membeludak, terutama di akhir pekan. Setelah Mirota berkembang pesat, Hamzah memutuskan untuk mundur dan menyerahkan pengelolaan toko kepada orang kepercayaan. "Saya memilih pensiun," ujarnya.Namun, naluri bisnis tetap saja memanggilnya. Di masa pensiun, ia justru mendirikan restoran bernama House of Raminten. Restoran berbentuk kafe ini berdiri pada 26 Desember 2008 di kompleks rumahnya, di Jl FM Noto No 7 Kotabaru, Yogyakarta.Hamzah membangun House of Raminten dengan harapan, ia tidak hidup kesepian setelah pensiun. Dengan adanya restoran ini, Hamzah masih memiliki kegiatan untuk menyibukkan diri. Dia ingin agar di masa pensiun ini dapat melakukan hal-hal yang ringan dan disukainya. Lokasi House of Raminten berada di pendopo, tempat Hamzah latihan menari. Dan, awalnya menu yang ditawarkan hanya mi instan dan sejenisnyaNah, dari sekadar ingin memiliki kesibukan, kini House of Raminten justru berkembang pesat. Dengan jumlah karyawan mencapai 82 orang, House of Raminten ramai dikunjungi pembeli. Buka selama 24 jam, restoran ini menawarkan menu andalan nasi kucing dengan harga Rp 1.000 per porsi. Selain itu, resto juga menyediakan juga nasi putih, oseng tempe, serundeng dan teri. Rata-rata harga makanan di House of Raminten sekitar Rp 10.000 dan termahal Rp 20.000 per porsi. Lantaran sudah besar, pengelolaan restoran kini diserahkan kepada anak angkat yang menjadi kepercayaan Hamzah. Suasana restoran pun dibuat seperti Yogyakarta mini, ada kereta kencana dan dokar. Dengan suasana ini, jumlah pengunjung terdongkrak. Dalam semalam pemasukannya mencapai Rp 1,5 juta.Karyawan restoran ini bukan berasal dari kalangan profesional. Sebab, yang menjadi pelayan kebanyakan adalah karyawan lama Hamzah di Mirota Batik. Tugas mereka melayani dan menyajikan makanan pesanan para pembeli. Namun, karyawan tersebut saling berbagi pengalaman, termasuk dalam hal memasak. "Ada juga karyawan yang ahli memijat, namun juga pintar memasak," jelasnya. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi