KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas kian terpuruk. Meski ketidakpastian akibat perang dagang masih terasa, fokus pelaku pasar kini tertuju pada perekonomian Amerika Serikat (AS) dan ekspektasi kenaikan suku bunga The Federal Reserves hingga akhir tahun nanti. Kamis (21/6) pukul 17.45 WIB, harga emas kontrak pengiriman Agustus 2018 di Commodity Exchange turun 0,74% ke US$ 1.265,10 per ons troi. Ini merupakan posisi harga emas terendah sejak Desember 2017. Dalam sepekan, komoditas logam mulia ini telah mencatat penurunan harga sebesar 3,28%. Analis Global Kapital Investama Berjangka Alwy Assegaf mengatakan, harga emas terus tertekan akibat ekspektasi pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan The Fed yang begitu tinggi. Hal ini mendorong indeks dollar AS perkasa sejak awal pekan ini.
Kemarin, indeks dollar AS tercatat berada di posisi 95,42, atau menguat 0,31% dari posisi hari sebelumnya. Sepekan terakhir, indeks dollar telah menanjak 0,57%. "Selama dollar AS terus menguat, harga emas sulit untuk pulih," ujar Alwy, Kamis (21/6). Menurut Alwy, saat ini AS memiliki suku bunga paling tinggi dibandingkan negara-negara maju di dunia. Hal ini membuat pasar Negeri Paman Sam tersebut lebih atraktif. Alhasil, emas, sebagai aset non bunga, berpotensi ditinggalkan investor. Sementara, sentimen dari memanasnya perang dagang gagal menopang harga. Kondisi ketidakpastian perekonomian global kali ini, justru lebih membuat pelaku pasar beralih ke dollar AS ketimbang aset
safe haven lain. Alasannya, pasar kian optimistis pasca Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan performa ekonomi AS terus membaik, seiring turunnya tingkat pengangguran dan inflasi yang sesuai harapan. Pernyataan tersebut semakin mendukung langkah pengetatan moneter AS yang memang ditunggu pasar. "Kebijakan moneter AS semakin jauh dari kebijakan akomodatif dan ini mengurangi pamor emas sebagai investasi alternatif maupun aset
safe haven," tambah Alwy. Analis Finex Berjangka Nanang Wahyudi menambahkan, saat ini pelaku pasar sebaiknya
wait and see dan memantau seberapa dalam harga emas akan turun. "Soalnya, harga emas terus turun menembus satu per satu level
support-nya," imbuh dia. Nanang menilai, dalam jangka pendek, harga emas masih terus turun dan sulit berpotensi kembali ke posisi US$ 1.300. Setali tiga uang, Alwy pun memprediksi harga emas masih dalam kondisi loyo hingga akhir tahun. Potensi rebound Meski begitu, Nanang melihat harga emas berpeluang pulih jelang akhir tahun. Ini terutama bisa terjadi jika konflik perang dagang terus bergulir dan menimbulkan dampak pada perekonomian AS. Bila perang dagang berimbas ke ekonomi AS, ada kemungkinan kebijakan moneter AS ikut berubah. "Selain itu, tren harga emas di semester dua biasanya naik, meski tidak banyak," papar Nanang. Untuk perdagangan hari ini, ia memprediksi harga emas akan bergerak dalam rentang US$ 1.260–US$ 1.280 per ons troi. Sementara, menurut hitungan Alwy, harga emas dalam sepekan ke depan akan bergerak antara US$ 1.250–US$ 1.287 per ons troi.
Secara teknikal, harga si kuning saat ini masih bertahan di kondisi
bearish. Hal ini seiring dengan memudarnya konflik geopolitik maupun tensi perang dagang. Alwy menjelaskan, saat ini tren pelemahan harga emas dapat terlihat dari harga yang masih bergerak di bawah garis
moving average (MA) 10 maupun 50. Begitupun dengan indikator MACD yang masih di area negatif dan belum menunjukkan sinyal
divergen. Sementara, indikator RSI juga masih negatif di level 26. "Indikator tersebut menegaskan tren harga emas yang masih
bearish dalam jangka pendek hingga menengah," tutur Alwy. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati