Setelah UMKM dan properti, Pajak lirik toko online



JAKARTA. Di pertengahan kedua tahun ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memburu pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan pengusaha properti. Di luar sektor itu, aparat pajak kini sedang bersiap-siap memburu perusahaan belanja online. Ditjen Pajak akan memastikan setiap transaksi online di Indonesia kena pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% dari nilai jual barang atau produk.

Rencana ini sudah disampaikan Ditjen Pajak kepada Ketua Umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet (APJII) Samuel Abrijani Pengerapan, Juni 2013 lalu. Samuel bercerita, Ditjen Pajak sudah mengadakan pertemuan dengan APJII mengenai rencana pungutan PPN atas setiap transaksi jual beli di internet. “Memang selama ini transaksi online banyak yang belum kena pajak,” ungkap Sammy, sapaan akrab Samuel.

Dalam pertemuan itu, Sammy mengungkapkan, APJII menyarankan pemerintah segera meluncurkan National Payment Gateway seperti di Amerika Serikat. Di Indonesia, proyek ini ada di bawah kendali Bank Indonesia. “Di Amerika Serikat, mereka baru akan mengenakan pajak atas transaksi online pada 2020 nanti setelah sistem pembayaran nasional mereka berjalan,” kata Sammy.


Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengakui rencana pajak atas transaksi online. Tapi, penerapannya tidak dalam waktu dekat. “Kami masih melakukan persiapan dan bertemu dengan berbagai pihak yang terkait,” ujar Fuad. “Ini masih dalam kajian, belum diterapkan tahun ini,” kata Chandra Budi, Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak.

Rencananya, Ditjen Pajak akan mengelar pertemuan dengan semua penyelenggara belanja online, baik perusahaan maupun individu, agar mereka mau memungut PPN 10% dari setiap transaksinya. Selain itu, Ditjen Pajak mau memastikan apakah perusahaan belanja online benar-benar memotong PPN 10% dan menyetorkannya ke negara.

Menurut Sammy, berbelanja online di Indonesia melalui tiga saluran. Pertama, lewat toko online, seperti lazada.com dan zalora.co.id. Kedua, melalui platform yang mempertemukan penjual dengan pembeli, sekaligus menjadi forum bagi keduanya. Contohnya, kaskus.co.id dan tokobagus.com.

Ketiga, melalui jejaring sosial. Sebagian besar belanja online di kategori ini memakai situs Facebook untuk menjual maupun berbelanja. “Memang tidak ada aturan, hanya kepercayaan. Polanya, berbelanja di internet tetapi pembayarannya masih lewat ATM atau bank,” kata Sammy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Umar Idris