JAKARTA. Para petinggi Grup Wismilak tengah sibuk pergi-pulang Jakarta-Surabaya dalam beberapa minggu terakhir. Maklumlah, manajemen produsen rokok bermerek Wismilak Diplomat ini akan menggelar kegiatan besar sekaligus bersejarah bagi perjalanan perusahaan yang berbasis di Surabaya ini. "Kami akan masuk Bursa Efek Indonesia dengan menawarkan maksimal 30% saham IPO," ungkap Ronald Walla, Presiden Direktur PT Wismilak Inti Makmur Tbk, saat menerima KONTAN di Plaza Mandiri, Minggu (18/11) lalu. Sejatinya, Grup Wismilak berniat
go public sejak hampir dua dekade yang lalu. Kala itu, persisnya pada 1995, Wismilak siap masuk pasar modal. Sebagai persiapan, Grup Wismilak pada 1994 membentuk holding company, yakni PT Wismilak Inti Makmur. Tapi krisis global menerjang mulai 1997 dan membuyarkan mimpi Wismilak masuk bursa.
Grup Wismilak mengendalikan dua anak usaha, yaitu PT Gelora Djaja dan PT Gawih Jaya. Gelora Djaja merupakan tulang punggung bisnis rokok Grup Wismilak. Dari mesin pabrik di perusahaan inilah mengalir miliaran batang rokok yang siap sebagian besar menyasar pasar domestik. Gelora Djaja berdiri pada September 1962. Perintisnya adalah Lie Koen Lie dan Oei Bian Hok. Lie adalah kakek (opa) Ronald. Produk pertama Gelora adalah sigaret kretek tangan (SKT) dengan merek Galan, diproduksi mulai September 1962. Hingga kini, asap rokok Galan terlihat tebal mengepul di wilayah Sumatera. Setahun setelah merilis Galan, Gelora meluncurkan produk SKT Wismilak Kretek Special, yang diproduksi mulai 3 Maret 1963. Konsumsi dan permintaan rokok di Indonesia semakin meningkat. Gelora Djaja pun meluncurkan merek Diplomat pada 1989. Diplomat menyasar pasar premium. Ronald mengklaim, harga Diplomat per bungkus kini nomor dua setelah Dji Sam Soe, brand terkenal yang diusung produsen rokok papan atas, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. Hingga kini, produk rokok Diplomat menjadi andalan Wismilak, selain Galan. Grup Wismilak juga memproduksi cerutu, tapi masih dalam jumlah terbatas, yakni sebanyak 8.000 hingga 10.000 batang per tahun. Adapun, anak usaha Wismilak yang kedua, Gawih Jaya, turut menyokong usaha grup melalui divisi distribusi. Agar mampu bersaing di pasar, manajemen Wismilak menyadari bahwa ekspansi produksi harus ditopang dengan jejaring pasar yang mengakar di masyarakat. Permintaan terhadap produk Galan dan Wismilak terus meningkat. Oleh karena itu, manajemen berinisiatif mendirikan Gawih Jaya pada 17 Januari 1983. Nama Gawih adalah singkatan dari Galan-Wismilak-Hidup Subur. Pada 1986, Gawih Jaya mulai efektif berjalan dengan membuka cabang di Semarang, Bandung, dan Jakarta. Saat ini Gawih Jaya membuka 17 cabang dan 20 agen di seluruh Indonesia. Selain mengendalikan usaha Gelora dan Gawih, Wismilak Inti Makmur secara langsung memproduksi komponen pendukung rokok, yakni filter. Usaha ini mulai dirintis pada 2006. Sebagian besar produksi, yakni 85%, dipasarkan ke produsen rokok lokal, sementara 15% total produksi dipakai untuk kebutuhan sendiri. Kini, setelah 50 tahun berdiri, asap Wismilak masih mengebul di belantara industri rokok nasional. Perusahaan ini masuk 10 besar industri rokok nasional dan menguasai sekitar 1% pangsa pasar rokok. Sedangkan total pekerja di Wismilak mencapai 3.000 orang. Grup Wismilak ingin usaha yang dikelola terus bertumbuh. Konsekuensinya, sang pemilik harus membangun serta mempertahankan kultur usaha yang baik dan bertanggungjawab. Jika ingin langgeng, prinsip tersebut perlu ditopang nilai-nilai profesionalisme dan transparansi, dengan pendekatan
profit oriented dan
growth oriented. Berbekal keyakinan itu, Wismilak pun merasa mantap
go public ke bursa saham. Secara internal, modal menjadi perusahaan terbuka tinggal selangkah lagi. Wismilak telah menggelar paparan publik tentang rencananya itu dan optimistis mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia pada 18 Desember 2012. Kondisi eksternal juga mendukung. Ronald menuturkan, situasi ekonomi saat ini mirip kondisi 1995. Kala itu, ekonomi tumbuh signifikan dan situasinya kondusif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2011 mencapai 6,7%, atau yang tertinggi sejak 1997. Meski dihantui berbagai sentimen negatif, seperti peraturan soal rokok dan pengenaan cukai, industri rokok dalam negeri secara umum tetap prospektif. Konsumsi rokok Indonesia adalah nomor tiga di dunia, setelah China dan Rusia. "Dari sisi pertumbuhan, kita paling tinggi, yakni 7% per tahun," ungkap Ronald. Pendapatan per kapita Indonesia juga cukup baik. Pada 2004, jumlah masyarakat kelas menengah
(middle class) baru sebanyak 2 juta orang. Kemudian bertambah menjadi 50 juta orang pada 2009 dan diprediksi menyentuh 150 juta orang pada 2014. Angka tersebut tentu akan melampaui jumlah orang kaya di Malaysia, Vietnam, Kamboja, Thailand.
Dalam IPO ini, Wismilak akan menjual 629,96 juta saham setara 30% dari modal. Wismilak mematok target harga Rp 575-Rp 800 per saham. Dus, potensi dana yang bisa diraih berkisar Rp 362,23 miliar - Rp 503,97 miliar. Separuh dana hasil IPO akan dialokasikan untuk belanja modal berupa pembelian mesin produksi. Wismilak berharap bisa menambah kapasitas produksi dari 3 miliar batang rokok menjadi 4,5 miliar batang rokok per tahun. Sekitar 20% dana IPO bakal digunakan untuk melunasi utang bank senilai Rp 170 miliar dan 30% lainnya sebagai modal kerja. Hingga Oktober 2012, Wismilak mencetak pendapatan Rp 933 miliar dan laba bersih Rp 60 miliar. Sepanjang tahun ini, manajemen membidik penjualan tumbuh 33%
year-on-year (YoY) menjadi Rp 1,23 triliun. Pada tahun 2013, perusahaan ini menargetkan pendapatan tumbuh 40% (YoY) menjadi Rp 1,72 triliun. Laba bersihnya diproyeksikan naik 50%-60%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro