Setoran devisa hasil ekspor boleh dalam rupiah



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melakukan penyempurnaan ketentuan Penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri. Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/25/PBI/2012 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri yang berlaku sejak 1 Januari 2013, diatur kewajiban penerimaan DHE melalui bank devisa.

Direktur Eksekutif Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Hendi Sulistyowati menjelaskan ada beberapa poin perubahan PBI tersebut, salah satunya adalah mengenai bank sebagai penyalur pembayaran ekspor.

"Pembayaran ekspor tak harus melalui bank di luar negeri. Sekarang bisa tunai dalam rupiah," ucap Hendi. BI memperbolehkan pembayaran ekspor di dalam negeri ataupun melalui bank devisa.


Kewajiban penerimaan DHE melalui bank devisa tidak berlaku untuk DHE milik pemerintah yang diterima melalui BI. Serta DHE yang diterima secara tunai di dalam negeri, selama dibuktikan melalui penjelasan tertulis yang disertai dokumen pendukung yang memadai.

Hendi menyebut, pencapaian DHE melalui bank devisa di luar negeri berkurang tiap tahun sejak 2010. Pada 2010, DHE yang diterima melalui bank luar negeri adalah 22,9 %, pada 2011 menurun jadi 19,6%, dan pada 2012 berkurang lagi menjadi 15%.

"Angka ini belum signifikan menurun. Karena masih ada devisa hasil ekspor yang sampai 2012 masih boleh dibayarkan di bank luar negeri," ucap Hendi. Untuk 2013, BI berharap angka tersebut akan menurun di bawah dari 15%.

Pada 2012, DHE ekspor yang masuk melalui bank devisa lokal berjumlah US $ 107,07 miliar. Kemudian yang masuk melalui bank luar negeri yaitu US $ 22,33 miliar.

Saat ini, terdapat 10 bank besar yang menerima pembayaran DHE, yaitu BCA, Bank Mandiri, Citibank, BNI, HSBC, Sumitomo Mitsui, BRI, DBS, Mitsubishi, dan Standard Chartered.

Selain itu, PBI ini juga mengatur penerimaan DHE yang wajib dilakukan paling lambat bulan tiga bulan setelah pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). "Sebelumnya, terhitung 90 hari. Sebetulnya hampir sama saja, namun eksportir kadang bingung menghitung tanggal. Maka dibuat 3 bulan," jelas Hendi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: