KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Defisit APBN tahun 2024 diproyeksi lebih besar dari target yang ditetapkan pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan mengakui hal ini terjadi lantaran masih adanya inefisiensi di berbagai sektor. "Banyak penerimaan negara potensial yang belum kita ambil dari sini," jelas Luhut melalui media sosial pribadinya, Selasa (9/7).
Dia mencontohkan pada sektor sawit. Berdasarkan data Kemenkomarves ternyata masih banyak perusahaan kelapa sawit yang belum memiliki Nomor Induk Wajib Pajak (NPWP) dan menyebabkan pemerintah tidak bisa menarik Pajak Penghasilan (PPh) badan. Untuk itu, dalam meminimalisir kerugian, pemerintah secara bertahap melakukan digitalisasi di semua sektor. Baca Juga:
Luhut: Pemerintah akan Membatasi Pembelian BBM Subsidi Mulai 17 Agustus 2024 Saat ini, salah satu sektor yang sudah mulai terintegerasi dengan digital adalah data mineral seperti batubara, nikel dan lainnya melalui aplikasi Simbara. Menurutnya, sistem digital ini membantu menekan selisih angka terkait data seluruh sektor pemerintahan. Dengan semakin kecilnya selisih perbedaan tersebut, tentu akan menekan pula potensi kerugian negara. "Jika semua sektor pemerintahan sudah menerapkan digitalisasi, maka efisiensi bisa diciptakan, celah untuk berkorupsi bisa berkurang, dan yang paling penting penerimaan negara bisa kembali meningkat," jelas Luhut. Selain itu, Pemerintah juga berencana mendorong alternatif pengganti bensin melalui bioetanol guna menghemat APBN. Bioetanol juga menjadi solusi untuk mengurangi kadar polusi udara memiliki tingkat sulfur yang lebih rendah dibandingkan dengan bensin. "Jika kita mampu melakukan ini, jumlah penderita ISPA bisa kita tekan dan pembayaran BPJS untuk penyakit tersebut bisa kita hemat sampai Rp 38 triliun," urai Luhut.
Baca Juga: Bioetanol Bakal Jadi Pengganti Bensin, Luhut: Bisa Hemat Sampai Rp 38 Triliun Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi penerimaan pajak hingga akhir tahun tidak akan tercapai sesuai target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Sri Mulyani memproyeksikan bahwa penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 1,921,9 triliun. Angka ini setara 96,6% dari target APBN. Dengan begitu, ada shortfall penerimaan pajak berkisar Rp 66,9 triliun. "Outlook pendapatan negara dari sisi pajak akan mencapai 96,6% dari APBN 2024. Ini masih tumbuh tipis 2,9%, ini artinya juga perekonomian nasional kita relatif terjaga meskipun tekanan dari beberapa komoditas masih sangat besar," kata Sri Mulyani saat menyampaikan Laporan Realisasi Semester I dan prognosis Semester II Pelaksanaan APBN 2024 di gedung DPR RI, Senin (8/7). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari