KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tak membantah bahwa moderasi harga komoditas akan mempengaruhi kinerja penerimaan pajak, khususnya pajak penghasilan (PPh) Badan alias pajak korporasi. Pasalnya, para pelaku usaha di sektor komoditas tersebut akan melakukan penyesuaian pembayaran angsuran PPh Pasal 25. Bahkan, dunia usaha mulai berbondong-berbondong mengajukan permohonan pengurangan angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 alias pajak korporasi.
Tercatat, sampai dengan 21 Agustus 2023, jumlah wajib pajak yang mengajukan permohonan diskon angsuran PPh 25 pada tahun 2023 adalah sebanyak 2.541 wajib pajak.
Baca Juga: Dinilai Berhasil Lakukan Transformasi Digital, Peruri Beberkan Tipsnya "Sudah ada (yang meminta diskon angsuran). Setoran PPh Badan pada 2023 ini sedikit lebih rendah pertumbuhannya dibandingkan dengan tahun kemarin. Ini menunjukkan adanya konsekuensi penurunan harga komoditas terhadap setoran PPh Pasal 25-nya," terang Suryo dalam Konferensi Pers APBN Kita, Jumat (11/8). Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyampaikan, pengajuan pengurangan PPh Pasal 25 memang menjadi hak wajib pajak ketika proyeksi PPh Badan terutang 2023 kurang dari 75% dari PPh Badan terutang 2022. Pengajuan tersebut mengacu pada Pasal 25 UU PPh juncto Kep-537/PJ/2000. Hanya saja, DJP Kemenkeu memiliki kewenangan untuk menolak atau mengabulkan permohonan tersebut lantaran sifatnya direksi. "Jadi, ketika target di suatu kantor pelayanan pajak (KPP) jauh dari realisasi, KPP dapat menolak permohonan pengurangan angsuran PPh 25 tersebut," ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Senin (28/8).
Baca Juga: Pajak Minimum Global Jadi Persoalan, Kemenkeu: Masih Dibahas Internal Kendati harga komoditas menurun, Prianto memperkirakan setoran PPh Badan pada tahun ini akan mencapai Rp 446,66 triliun, atau melebihi target dalam APBN 2023 sebesar Rp Rp 349,93 triliun. Perhitungan tersebut didasarkan pada asumsi realisasi penerimaan pajak hingga akhir Juli 2023 sebesar Rp 1.109,1 triliun dan kontribusi PPh Badan sebesar 26,00%. Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet menyampaikan, memang harga komoditas saat ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan tahun lalu maupun dua tahun silam ketika harga komoditas tengah mengalami peningkatan. Dalam konteks tersebut, Yusuf bilang, fungsi dari pajak yang dijalankan pemerintah bisa disesuaikan, misalnya untuk membantu para pelaku usaha di sektor komoditas yang terdampak dengan penurunan harga komoditas.
Baca Juga: Pemodal Berhati-Hati Tarik Pinjaman & Investasi Selain itu, bagi para pelaku usaha yang bersusah payah untuk menjalankan usahanya efek penurunan harga komoditas, maka pemerintah bisa menjalankan fungsi pajak yang sifatnya lebih regulasi.
"Artinya pajak dari konteks ini tidak digunakan sebagai sumber pemasukan tetapi digunakan sebagai stimulus bagi pelaku usaha yang terdampak agar mereka bisa survive dalam kondisi yang tidak menguntungkan mereka," kata Yusuf. Hanya saja, sebelum pemerintah mengeluarkan atau melakukan penyesuaian fungsi pajak tersebut, tentu prasyarat dari penerima manfaat juga perlu diperjelas dan disesuaikan dengan kondisi APBN. Menurutnya, salah satu kondisi yang bisa dijadikan acuan tentu seberapa tinggi atau besarnya defisit yang ingin disasar oleh pemerintah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli