Setoran Pajak Korporasi Anjlok, Alarm Perlambatan Ekonomi RI Menyala Lagi



KONTAN.CO.ID-JAKARTA Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan atau korporasi terus melanjutkan tren penurunan. Hal ini menandakan perekonomian Indonesia mulai mengalami perlambatan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan PPh Badan mengalami penurunan baik secara bruto maupun neto. Secara bruto, penerimaan PPh Badan turun 27,3%. Ini berbeda dibandingkan tahun lalu yang masih tumbuh 19,5%. Celakanya, secara neto, PPh Badan justru mengalami penurunan lebih tajam lagi, yakni sebesar 35,7%. 

Padahal, PPh Badan merupakan kontributor kedua terbesar yakni 20,2% terhadap total penerimaan pajak, sehingga penurunan jenis pajak mempengaruhi penerimaan pada periode laporan.


"Jadi kalau 20% dari penerimaan pajak kita mengalami kontraksi yang sangat dalam, tentu kita bisa lihat dampaknya pada penerimaan pajak keseluruhan memang mengalami tekanan," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Kamis (27/6).

Menkeu menyebut, penurunan jenis pajak ini menandakan bahwa perusahaan-perusahaan mengalami penurunan signifikan dari sisi profitabilitas, terutama yang berkaitan dengan komoditas.

"Pembayaran PPh (Badan) tahun ini serta angsurannya semua di-adjust ke bawah plus restitusi. Ini yang sedang kita kelola dengan sangat teliti dan waspada," katanya.

Baca Juga: Pemerintah Mewaspadai Setoran Pajak Industri Pengolahan yang Susut

Menanggapinya, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono mengatakan bahwa turunnya setoran PPh Badan menandakan bahwa laba perusahaan mengalami penurunan. Salah satunya penyebabnya adalah pendapatan yang menurun. Bahkan, penurunnya diperkirakan masih akan berlanjut.

"Dengan demikian, perekonomian dapat dikatakan sedang tidak baik-baik saja karena mengalami perlambatan," kata Prianto.

Menurutnya penurunan PPh Badan ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, banyak perusahaan yang mencairkan restitusi PPh Badan 2022 di periode Januari hingga Juni 2024.  Kedua, geliat ekonomi di tahun ini mulai seret sehingga banyak perusahaan mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 di tahun 2024.

Untuk memperbaiki kelesuan ekonomi tersebut, Prianto menyarankan pemerintah untuk fokus pada stabilitas konsumsi dalam negeri. Ketika perlambatan ekonomi terus terjadi, maka pemerintah biasanya hadir dalam bentuk insentif pajak, misalnya berupa pajak ditanggung pemerintah (DTP).

"Tujuan utama insentif pajak DTP adalah agar pengusaha bisa survive. Tujuan berikutnya adalah agar pengusaha tersebut bisa recovery sehingga ekonomi kembali pulih," katanya.

Baca Juga: Turun 7,8%, Sri Mulyani Kantongi Penerimaan Bea dan Cukai Rp 109,1 Triliun

Sementara itu, Direktur Eksekutif MUC Tax Research, Wahyu Nuryanto melihat sejak awal tahun hingga Mei 2024 kontraksi penerimaan PPh Badan terus mengalami pelebaran.

Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi hambatan dalam mencapai target penerimaan pajak pada akhir tahun, apabila tidak ada perbaikan fundamental ekonomi yang signifikan.

"Karena memang kinerja penerimaan PPh Badan sangat erat dengan kondisi ekonomi yang mempengaruhi keuangan korporasi," kata Wahyu.

Dengan kondisi penerunan PPh Badan yang terus melebar, Wahyu menyarankan pemerintah untuk meminimalisir dampak pelemahan ekonomi yang dipicu penurunan harga komoditas terhadap korporasi.

"Salah satunya dengan mendorong daya beli masyarakat sehingga konsumsi masyarakat terjaga dan kegiatan ekonomi tetap berjalan," imbuhnya.

Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan kepatuhan material Wajib Pajak sehingga meminimalisir penghindaran.Dan tak ketinggalan, pemerintah juga perlu mengubah struktur pajaknya yang saat ini didominasi PPh Badan dan pajak pertambahan nilai (PPN), dengan memperbesar porsi penerimaan PPh Orang Pribadi (OP), terutama non karyawan.

"Karena di negara maju struktur pajaknya memang didominasi PPh OP, bukan PPh Badan," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih