Setoran Pajak Orang Super Kaya Dinilai Minim, Ini Pemicunya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsultan pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menilai pembayaran pajak orang super kaya dari pemilik grup usaha dari konglomerasi biasanya justru tidak besar.

Pasalnya, para grup usaha tersebut sudah dibuatkan skema tax planning sehingga pembayaran pajak di pemilik usaha minimal.

Hal ini berbeda dengan pemilik grup usaha kelas menengah. Di level ini, masih banyak yang tidak pakai tax planning. 


"Terkadang mereka tidak pakai tax planning sehingga begitu diawasi benar-benar oleh kantor pajak, pajak yang belum dibayar lebih besar. Penggalian potensi pajaknya lebih besar," kata Raden kepada Kontan, Senin (29/7).

Baca Juga: Ada Skema Tax Planning, Setoran Pajak Orang Super Kaya Dinilai Minim

Raden bilang sudah menjadi barang umum apabila para pengusaha tersebut membuat tax planning. Termasuk yang akhir-akhir ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investas Luhut Bisar Panjaitan yaitu family office.

"Family office itu ada dua tujuan. Pertama, pajak sekecil-kecilnya. Kedua, kekayaan dapat diwariskan beberapa generasi," ucapnya.

Raden berpendapat untuk menarik pajak dari orang super kaya, lebih baik otoritas pajak mengeluarkan kebijakan soal pajak kekayaan. 

"Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) akhir-akhir ini sedang mengkaji dan menyarankan penerapan pajak kekayaan," terangnya.

Dirinya juga mengamati bahwa kontribusi pajak orang super kaya di Indonesia saat ini masih rendah. Untuk itu, pemerintah seharusnya berani mengenakan pajak bagi para pejabat dan politisi. 

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Negara G20 Belum Sepakati Pengenaan Pajak Kekayaan

"Ditjen Pajak selama ini tidak bertenaga jika melakukan pemeriksaan kepada mantan pejabat negara, apalagi yang masih menjabat. Padahal secara potensi, mereka memiliki potensi pajak sangat tinggi," ujar Raden.

Ia menyampaikan pada umumnya para pejabat hanya melaporkan penghasilan yang berasal dari APBN saja, berupa gaji dan tunjangan. Tidak pernah berani melaporkan uang yang diperoleh dari selain APBN. 

"Padahal kita sudah maklum jika mereka banyak yang super kaya," jelasnya.

Selain itu, otoritas pajak juga seharusnya berani memajaki para tersangka korupsi. Tersangka selain harus mengembalikan uang kepada negara, juga harus membayar pajak sesuai penghasilan hasil korupsi.

Baca Juga: Crazy Rich Indonesia Terus Meningkat, Pajak Kekayaan Global Perlu Diterapkan

Dalam pemberitaan Kontan sebelumnya, menurut perhitungan The PRAKARSA, potensi pajak kekayaan yang dikenakan pada orang kaya dan super kaya (HNWI) dengan kekayaan bersih di atas Rp 144 miliar dapat memberikan tambahan penerimaan negara berkisar antara Rp 54 triliun hingga Rp 155 triliun untuk sekali pengenaan.

Untuk diketahui, tax planning merupakan proses strategis dalam mengatur penghasilan dan pengeluaran guna meminimalkan beban pajak secara legal dan optimal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli