Setumpuk masalah hambat proyek listrik 10.000 MW



JAKARTA. Para pengembang megaproyek listrik 10.000 megawatt (MW) masih menemui sejumlah hambatan. Alhasil, penyelesaian megaproyek yang melibatkan 37 pembangkit itu pun menjadi molor dari tahun ini menjadi 2014.

Nur Pamudji, Direktur Energi Primer PT Perusahaan Lisrik Negara (Persero) menjelaskan, hingga kini, baru enam pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dari program 10.000 MW tahap I yang sudah beroperasi. Sedangkan pembangkit lain masih dalam proses pembangunan dan uji coba.

Enam proyek yang sudah beroperasi antara lain PLTU 2 Banteng-Labuan yang berkapasitas 2x300 MW, PLTU 1 Jabar-Indramayu 3x330 MW, dan PLTU 1 Banteng-Suralaya yang berkapasitas 1x625 MW. Sementara, PLTU yang dalam masa uji coba di antaranya PLTU 2 Jatim-Paiton yang berkapasitas 1x660 MW. “Hari Senin lalu sudah terhubung dengan jaringan PLN dan saat ini sedang tes pembebanan,” ujar Nur, Jumat (21/10).


Pemerhati kelistrikan E. Bawa Santosa menilai, ada empat persoalan yang menyebabkan proyek PLTU 10.000 MW tahap I belum beres. Pertama, masalah pembebasan tanah. "Banyak yang agreement sudah diteken, tapi pembebasan lahannya belum beres," ujarnya.

Kedua, kontraktor tidak memiliki kapabilitas finansial. Ketiga, ada pembangkit yang sudah selesai dibangun tetapi ternyata tidak lolos sertifikat laik operasi. Yang keempat, masalah datang dari pembangkit yang sudah beroperasi namun tidak maksimal, "Misalnya karena steam turbin bermasalah," ujar Bawa.

Serapan batubara turun

Lantaran seluruh proyek pembangkit listrik 10.000 MW tahap I diproyeksikan menggunakan bahan bakar batubara, molornya proyek-proyek tersebut juga membuat penyerapan batubara di dalam negeri cukup terganggu alias tidak sesuai target.

Bob Kamandanu, Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) juga menduga, penyerapan batubara dalam skema wajib pasok dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) akan rendah. Tahun ini, PLN merevisi kebutuhan batubara dari 45 juta ton jadi 43,5 juta ton. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi petambang batubara.

Namun, menurut Nur, masalah itu sudah disampaikan ke para pemasok batubara PLN. Sepanjang Januari-September, PLN baru menyerap sekitar 29 juta ton batubara.

Bob yang juga Komisaris PT Berau Coal Energy Tbk mengakui, revisi kebutuhan PLN belum terlalu merugikan perusahaannya. Sebab, perusahaannya sigap mencari pasar lain. Catatan saja, tahun ini, Berau menargetkan produksi batubara 20 juta ton. Sebanyak 25% dari produksi dijual ke pasar lokal. "Sekitar 90%-nya untuk PLN," ujarnya.

Jeffrey Mulyono, Penasihat APBI pun memandang revisi target kebutuhan batubara PLN masih wajar. "Kalau cuma 1,5 juta ton sepertinya masih normal," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini