JAKARTA. Ketua DPR periode 2014-2019 Setya Novanto cuek dengan berbagai kritikan terhadap dirinya terkait dugaan terlibat kasus korupsi. Menurut dia, kritikan tersebut harus diterima yang berfungsi untuk membangun. "Ya nggak masalah kan kalau dikritik-kritik. Kita harus menerima segala kritikan baik dan buruk," kata Setya di gedung DPR, Jakarta, Kamis (2/10). Bendahara Umum Golkar itu menuturkan, dirinya akan mengevaluasi diri terkait kritikan yang dialamatkan kepadanya. Menurut dia, kalau ada kelemahan dalam tubuh pimpinan hendaknya diperbaiki.
"Kalau memang ada suatu kelemahan terhadap pimpinan ya kita perbaiki untuk kinerja kita," tuturnya. Setya tak memungkiri bahwa sebagai manusia biasa tak luput dari kesalahan. "Sebagai manusia biasa tentunya ada kekurangan-kekurangan," tandasnya. Sebelumnya diberitakan, belum genap 24 jam terpilih, KPK sudah didemo untuk segera mengusut seluruh kasus korupsi yang diduga berkaitan dengan Setya Novanto. Demontransi tersebut dilakukann massa yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Anti Korupsi (Permak) Indonesia. Mereka menuntut KPK mengusut dugaan keterlibatan Setya Novanto dalam sejumlah kasus korupsi besar. "Dengan ditetapkannya Setya Novanto sebagai pimpinan DPR, kami Persatuan Mahasiswa Anti Korupsi menyatakan penolakan sehubungan dugaan keterkaitan Ketua DPR RI (Setya Novanto) dengan banyak kasus korupsi yang belum jelas statusnya," kata Koordinator Permak, Erik saat orasi di depan kantor KPK, Kamis siang.
Erik menyebut sejumlah kasus korupsi yang ditengarai melibatkan Setya Novanto antara lain kasus Cessie Bank Bali. "Kasus yang merugikan uang negara Rp 546 miliar itu telah menyeret Joko Tjandra dan Syahril Sabirin dkk, sedangkan Setya Novanto pada awal tahun 2000 ditetapkan tersangka secara tiba-tiba dihadiahi SP3 dari Kejaksaan tanpa dasar kuat. Padahal dapat ditemukan indikasi kuat keterlibatan langsung Setya Novanto," kata Erik. Selanjutnya, kata dia, adalah kasus korupsi baju hansip. ā€¯Proyek dengan anggaran Rp560 miliar itu dibagi menjadi 18 paket pengadaan. Dalam proses pelaksanaannya ada indikasi penggelembungan dana signifikan dan potensi kerugian negara Rp231 miliar," kata Erik. Adapun kasus lain yang lebih terbaru yakni sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Timur, kasus PON Riau, kasus E-KTP dan kasus proyek Gedung MK. Bahkan dalam putusan hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rusli Zainal selaku Gubernur Riau saat PON Riau berlangsung, terbukti menyuap Kahar Muzakir dan Setya Novanto. (M Zulfikar) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie