Sharp akan membangun pabrik di Amerika Serikat



TOKYO. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe merealisasikan janjinya berinvestasi di Amerika Serikat (AS). Salah satu korporasi Jepang, Sharp Corp, produsen elektronik berencana membangun pabrik di Negeri Paman Sam.

Sumber Reuters mengatakan, Sharp akan berinvestasi US$ 7 miliar untuk pabrik di AS pada semester I tahun ini. "Investasi berbentuk konsorsium Jepang mencakup manufaktur dan produksi alat," ujar sumber tersebut.

Jurubicara Sharp menyangkal rencana pembangunan pabrik itu. Sementara Foxconn belum berkomentar. Seperti diketahui, mayoritas saham Sharp dimiliki Foxconn yang mengakuisisi tahun lalu.


Terry Gou, Kepala Eksekutif Foxconn pada bulan lalu sempat mempertimbangkan untuk membangun pabrik layar di AS. Namun ia tidak merinci kapan pembangunan pabrik akan terlaksana.

Seperti diketahui, Foxconn mengoperasikan pabrik yang memproduksi layar iPhone di China. Kebijakan Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan pajak impor tinggi bagi perusahaan AS yang pabriknya berada di luar AS.

Keputusan Sharp berinvestasi di AS dimulai dari pertemuan antara Abe dengan Trump. Dalam pertemuan itu, Abe mengungkapkan rencana investasi untuk menciptakan 700.000 pekerjaan di AS.

Toyota juga akan segera menyusul Sharp untuk berinvestasi di AS. Bloomberg melaporkan, Presiden Toyota Akio Toyoda telah menyatakan komitmennya berinvestasi di AS setelah bertemu dengan Abe. Dalam jamuan makan siang bersama, Abe dan Toyoda berdiskusi tentang rencana investasi Toyota dalam lima tahun kedepan senilai US$ 10 miliar.

Rencananya suku cadang untuk mobil Camry yang merupakan mobil terlaris di AS akan dibuat secara lokal. Meski demikian rencana Toyota untuk membangun pabrik di Meksiko tidak akan mundur.

Jepang menyusun rencana baru menyusul kebijakan Trump yang protektif dalam perdagangan. Abe bertemu Trump untuk bernegosiasi terkait kelangsungan perusahaan Jepang di AS. Khususnya pada sektor otomotif setelah Presiden Trump mengkritik kelangkaan produksi mobil di negaranya.

Jepang juga dituduh menggunakan kebijakan moneter untuk mendevaluasi mata uangnya seperti China. Sehingga berkontribusi besar pada defisit perdagangan AS.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie