Sharp harap pemerintah bikin regulasi perdagangan online yang kerap banting harga



KONTAN.CO.ID - BANDUNG. PT Sharp Electronics Indonesia mengeluhkan perdagangan online (e-commerce) yang kerap banting harga sesukanya sehingga mempermainkan harga di pasaran. Oleh karenanya, Sharp meminta pemerintah untuk membuat regulasi yang mengatur perdagangan online.

“Ke depan saya ingin pemerintah punya aturan yang mengatur perdagangan online, kalau tidak pasar Indonesia bisa mati karena e-commerce yang juga kebanyakan berasal dari luar negeri,” kata Andry Adi Utomo, National Sales Senior General Manajer PT Sharp Electronics Indonesia di Bandung, Minggu (11/3).

Ia mencontohkan permainan harga di pasar online, seperti penjualan LCD TV ukuran 32 inch. Produk ini dibanderol dengan harga Rp 2.200.000 per unit jika membeli di toko, namun ditawarkan lebih murah secara online menjadi Rp 1.899.000 per unit.


Padahal sebelum berkembangnya perdagangan online, pemerintah telah mengatur agar setiap peritel atau penjual harus mempunyai kesepakatan harga secara tertulis. Jika hal tersebut tidak dipatuhi, maka bisa digugat secara hukum karena dianggap memainkan ketentuan harga pasar.

“Dulu ada undang-undang perdagangan yang mengatur: kalau ada satu ritel menjual dengan harga murah tanpa izin tertulis di dituntut ke pengadilan. Semenjak itu, mereka tidak berani membanting harga lagi,” kata Andry.

Saat ini, pemerintah sedang merumuskan aturan mengenai tarif pajak untuk perdagangan online. Harapannya, pemerintah bisa mengeluarkan aturan perdagangan online secara matang agar tidak mematikan bisnis offline di tanah air. Apalagi hal ini juga berdampak langsung kepada para pekerja toko Sharp di Indonesia yang berjumlah 50.000 orang.

“Sharp mempunyai 10.000 toko di Indonesia, tiap toko diisi 5 orang. Jadi kami berharap pemerintah mau menyelesaikan masalah ini,” kata dia.

Strategi Sharp

Sebelumnya, untuk mengatasi masalah banting harga, pihak Sharp sempat menghentikan pemasokan produk ke pasar online. Namun rupanya pihak pedagang online tidak kehabisan akal dengan membeli produk Sharp di distributor-distributor yang kemudian mereka jual lagi ke konsumen dengan harga terjangkau.

“Kita sempat menahan supply, tapi akhirnya tidak bisa karena mereka banting harga. Akhirnya kita menyerah dan minta perjanjian penentuan harga,” kata dia.

Selain penetapan perjanjian harga dengan pihak pedagang online, Sharp akan tetap fokus menjual produk baik di pasar online maupun offline. Karena ada beberapa produk yang tidak bisa lewat situs jual beli online seperti produk lemari es yang harganya Rp 10 juta-15 juta per unit.

Untuk saat ini, persebaran penjualan produk Sharp sekitar 2% berasal dari online. Persentase tersebut masih kecil karena sebagai besar konsumen berasal dari kota-kota besar dan hanya produk tertentu yang dijual melalui online.

Sementara persebaran penjualan di pasar tradisional sekitar 18% dan sumbangan terbesar sekitar 80% berasal dari pasar modern. Kedua porsi itu masih kuat karena penjualan offline bisa mencakup semua produk dan masyakat Indonesia masih minat membeli produk secara langsung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie