Sharp menggugat Sanken gara-gara dispenser



JAKARTA. PT Sharp Electronics Indonesia ternyata tengah bersengketa dengan PT Sanken Argadwija terkait kepemilikan hak paten dispenser air di Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat. Sharp menggugat pembatalan hak paten milik Sanken. Gugatan itu didaftarkan pada 8 Oktober 2014 lalu perkara dengan No.105000001292 dengan judul "Dispenser air dengan alur pengisian ganda yang bekerja secara otomatis", atas nama Sanken

Kuasa hukum Sharp, Dini Carolina Tobing mengatakan kliennya berkepentingan mengajukan pembatalan paten yang didaftarkan atas temuan Arie Ariyandi pada 2 November 2011 dan diumumkan pada 2 April 2012. Pasalnya, pihaknya yang menjual produk serupa telah dirugikan atas pendaftaran paten tersebut. Apalagi paten yang didaftarkan Sanken tidak mengandung kebaruan sebagaimana seharusnya.

"Belakangan diketahui paten dispenser air itu tidak memiliki unsur kebaruan (novelty)," ujar Dini seperti dikutip dalam berkas gugatannya. Gugatan itu dibenarkan Dini usai persidangan di PN Jakarta Pusat, Selasa (16/12).


Menurut Dini, teknologi yang terdapat dalam paten itu telah diungkapkan atau diumumkan sebelum Sanken mengajukan permohonan paten itu di Indonesia pada 2 November 2011. Dengan alasan itu, maka pendaftaran paten dispenser air milik Sanken harus dilakukan.

Dini menjelaskan, pihak berkepentingan atas pembatalan paten tersebut. Sebab Sharp merupakan perusahaan elektronik yang memproduksi dan mendistribusikan produk-produk elektrinik seperti televisi, air conditioner plasma cluster, lemari es, dispenser air dan lemari es. Salah satu produk yang didistribusikan Sharp adalah dispenser air yang diimpor dari Tiongkok.

Akibat mendistribusikan merek itu, Sanken mengirim dua kali somasi kepada Sharp agar menghentikan penjualan dispenser air merek Sharp. Somasi itu dikirim pada19 Maret 2014  dan 14 April 2014. Isinya Sanken meminta Sharp menghentikan penjualan dispenser air merek Sharp dengan galon atas dan bawah, serta menariknya dari peredaran. Sharp sendiri telah merespon surat tersebut.

Namun pada 22 April 2014, Sanken membuat laporan ke polisi yang menuduh Sharp melakukan tindak pidana pelanggaran paten. Akibat laporan itu, polisi memanggil dan memeriksa karyawan Sharp. Tidak berhenti sampai di situ, polisi juga menggeledah pabrik Sharp pada 13 Agustus 2014.

Dini melanjutkan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) pasal 3 jo. pasal 6 UU Paten disebutkan, suatu invensi atau penemuan dianggap baru jika pada tanggal penerimaan invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya. Tapi ciri-ciri paten dispenser air milik Sanken ternyata telah diungkapkan sebelumnya secara lebih spesifik dalam dokumen publikasi paten Kanada CA 2781359 A1 pada 6 Juli 2011. Juga dalam Family Paten Kanada CA 2682823 pada 1 April  2009 dan dalam dokumen publikasi Amerika Serikat US 2011/0259913 A1 pada 6 Juli 2011.

Selain tidak mengandung kebaruan, paten Dispenser Air milik Sanken juga bertentangan dengan pasal 21 UU paten karena tidak mempunyai kesatuan invensi. Maka berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf a, jo pasal 7 huruf a UU Paten harus dibatalkan. Sharp juga meminta majelis hakim agar memerintahkan Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) menaati putusan dan membatalkan pendaftaran paten milik Sanken.

Kuasa hukum Sanken, Marthen Pongrekun, dalam berkas jawabannya mengatakan Sharp tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pembatalan paten milik kliennya. Gugatan Sharp juga kabur dan kekurangan pihak. Seharusnya Sharp menyeret Ditjen HKI sebagai turut tergugat.

Selain itu, Marthen bilang paten dispenser air milik kliennya memenuhi unsur kebaruan. Hal itu terungkap berdasarkan dokumen pembanding dengan produk sebelumnya. "Penggugat sendiri mengakui bahwa produk invensi tergugat tidak bertentangan dengan invensi produk yang diimpor dan dijual penggugat di pasaran," ujarnya seperti dikutip dalam berkas jawabannya.

Sengketa ini akan memasuki tahap pembuktian dalam pada 6 Januari 2015 mendatang. Ketua majelis hakim Syaiful Arief mengatakan waktu penyelesaian kasus ini harus putus dalam waktu 180 hari. "Kami akan perintahkan untuk memanggil tergugat pada persidangan mendatang agar bisa mengajukan bukti," terang Syaiful, Selasa (16/12).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto